26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Target Utama Petinggi Polri

Serangan bom bunuh diri di Masjid Adz-Dzikra, Kompleks Mapolres Kota Cirebon, diduga identik dengan bom Bali II dan bom di Hotel Ritz-Carlton pada 2009. Pelaku juga terdoktrin dengan baik, tenang, sadar, dan menarget pimpinan tertinggi di lokasi kejadian, yakni Kapolres Kota Cirebon AKBP Herukoco. Pelaku mengambil posisi terdekat dengan Kapolres.

“Serangan terhadap masjid memang bukan hal yang baru. Namun, serangan dengan metode bunuh diri di dalam masjid baru pertama. Dari bomb signature (jejak bom), rangkaian identik dengan bom Bali II dan bom Ritz-Carlton 2009. Ada paku, mur, dan baut,” kata sumber Jawa Pos di kalangan kepolisian.

“Kekuatannya low explosive, tapi ditargetkan untuk membunuh. Soal low explosive itu, memang akses peledak kelompok tersebut sudah habis dan sulit,” imbuhnya.

Bahan pembakar tidak bersifat combustive (membakar) dengan bukti karpet masjid masih utuh. “Tidak ada black powder atau TNT. Ini lebih mirip serbuk mercon,” jelasnya.

Detonator bom sabuk itu menggunakan sistem self trigger atau harus dipicu sendiri oleh pelaku. “Tidak ada ponsel yang ditemukan. Artinya, tidak bisa dipicu dari luar,” ujarnya.

Meski begitu, penyidik tetap yakin bahwa ada tim pemantau, minimal satu orang, yang memastikan serangan tersebut berhasil. “Itu yang juga kami kejar. Termasuk, melihat data CCTV apakah pelaku pernah survei sebelumnya atau belum,” ungkapnya.

Beberapa saat setelah ledakan itu, Kapolri Jenderal Timur Pradopo langsung menuju Cirebon. Dia pun menargetkan dalang di balik bom yang mengorbankan banyak anggota polisi tersebut segera ditangkap. “Anggota harus meningkatkan pengawasan kamtibmas,” katanya saat datang ke tempat kejadian kemarin.

Timur juga langsung memerintah Densus 88 Mabes Polri, Puslabfor, serta Pusat Identifikasi Sidik Jari Inafis Polri untuk bergerak. Petugas diminta mengecek data sidik jari dan mencocokkan wajah pengebom dengan database Densus 88 Mabes Polri.

Hingga pukul 22.00 tadi malam, pemeriksaan identitas itu masih berlangsung. Sebagian anggota tim penyidik Densus 88 membawa foto wajah pengebom yang diperkirakan berusia sekitar 24 tahun tersebut ke penjara-penjara teroris. Polisi mencocokkannya dengan para pentolan teroris yang sekarang masih menjalani masa hukuman.

“Dimulai dari sel Amman Abdurrahman,” kata sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) tadi malam. Amman Abdurrahman lebih dikenal di jaringannya sebagai Singa Tauhid. Dia pernah ditahan dalam kasus bom Cimanggis pada 2004. Setelah bebas, Amman ditangkap lagi dengan tudingan terlibat dalam pelatihan ala militer di Aceh. Pada 20 Desember 2010, PN Jakarta Barat memvonis Amman dengan hukuman penjara sembilan tahun. Amman mengajukan banding.

Mengapa Amman? Sumber itu menyebut, kelompok Amman adalah pihak yang selama ini meyakini paham masjid dhiror, yakni masjid sesat milik pemerintah atau polisi yang dianggap boleh diserang atau dihancurkan. Faksi lain berpendapat, masjid adalah tempat suci yang diharamkan untuk diserang. “Kita mulai dari sana (Amman), tapi semua juga akan kita tanya,” tambahnya.

Secara terpisah, Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen M Syafii membenarkan bahwa Densus Mabes Polri memimpin penyidikan. “Ya, perintah Kapolri,” katanya. Namun, mantan Kapolresta Tangerang itu menolak menyebutkan perkembangan penyidikan. “Masih dini, belum 24 jam. Perkembangannya lewat humas saja,” ujarnya.

Serangan bom bunuh diri itu memakan 28 korban, termasuk Kapolresta Kota Cirebon AKBP Herukoco. Kabag Sumda Kompol Suhadi yang saat itu berdampingan dengan Kapolres juga terluka parah. Karena kondisinya kritis, dua perwira itu langsung dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, Kelayan.

Menurut Kasatlantas AKP Kurnia, bom tersebut meledak saat jamaah masjid hendak menunaikan salat Jumat. “Setelah khotbah, hendak takbiratul ihram, tiba-tiba ada seseorang berjaket menerobos dari belakang ke barisan saf kedua, persis di belakang Kapolresta. Mungkin Kapolresta menjadi sasaran utama,” katanya.

Kurnia yang saat kejadian berada di saf ketiga menjelaskan, pelaku menggunakan jaket hitam, celana hitam, berkopiah, berusia 20-an tahun, dan wajahnya terlihat perlente. Menurut dia, pelaku membawa sajadah. Tapi, sajadah itu tidak digelar, hanya dipegang. “Pelaku tidak menghadap kiblat saat khotbah, seperti mengawasi,” ungkapnya.

Sang khatib, Abbas Sudinta, juga membenarkan bahwa pelaku berpostur tinggi dan berkulit putih. “Hampir semua jamaah masjid itu anggota polisi.

Hanya beberapa yang sipil,” katanya. Ketika berdiri di mimbar khotbah di depan jamaah, Abbas melihat seseorang yang bukan anggota polisi bersandar di tembok dekat pintu. “Saya sendiri sama sekali tidak menaruh curiga,” ucap penyuluh agama Kemenag Kota Cirebon tersebut.

Dia menjelaskan, sepintas dirinya heran karena orang tersebut tidak menghadap kiblat, tapi ke selatan. “Awalnya saya pikir karena kondisi padat sehingga tidak bisa menghadap kiblat. Apalagi, konsentrasi jamaah di masjid bersiap menunaikan salat Jumat,” beber Abbas yang juga terluka di bagian tangan.

Menurut dia, suara bom tersebut seperti ledakan petasan dalam kotak. “Tetapi, bukan petasan,” lanjut dia. Setelah meledak, asap yang keluar berwarna hitam pekat. Suara dan asap itu berimbas pada telinga, hidung, serta tenggorokan. “Suara ledakannya membuat pilek dan mual-mual. Setelah meledak, para jamaah masjid berhamburan keluar. Kaca pecah, lampu di atas jatuh dan pecah,” ungkapnya.

Kasatintel Polres Kota Cirebon Singgih M. yang juga menjadi korban bom bunuh diri itu menyatakan, pelaku diduga berjumlah dua orang. Seorang menggunakan motor, tetapi berhasil kabur. Insiden tersebut diperkirakan terjadi pada pukul 12.15. “Ada anggota yang sempat melihat,” katanya.

Saksi lain menyebutkan, bom itu meledak tepat saat ikamah berkumandang. “Ketika sang imam mengucapkan takbir, seketika itu juga bom meledak,” tegas Anton, seorang saksi. “Kejadiannya begitu cepat. Pelaku meledakkan bom dan muncul asap tebal di dalam masjid yang membuat panik,” tambahnya.

Bom tersebut diperkirakan berjenis low explosive. Namun, hingga saat ini polisi belum mendeteksi motif bom bunuh diri itu. Bahkan, kejadian tersebut diduga tidak terendus intelijen sehingga pelaku lolos masuk ke mapolres dengan menerobos saf jamaah masjid.

Kasatnarkoba AKP Tri Silayanto menceritakan, sebelum meledakkan diri, pelaku terlihat tenang saat berada dalam masjid. “Awalnya saya perhatikan dia (pelaku, Red) duduk bersandar di tembok samping pintu selatan di barisan ketiga sambil mendengarkan khotbah. Namun, saat ikamah dan makmum berdiri, tiba-tiba dia maju ke baris kedua tepat di belakang Kapolres Cirebon Kota AKBP Herukoco. Saat imam mengucapkan takbir pertama, lalu …ddduuaaarrr… bom meledak,” ungkapnya.

Masih kata Tri, saat bom meledak, terlihat kepulan asap hitam dalam masjid dan terjadi kepanikan. “Setelah meledak, semua lari menyelamatkan diri. Saya lihat para korban tergeletak di lantai penuh darah, termasuk Pak Kapolres. Seketika itu saya langsung menolong Kapolres keluar masjid dan membawanya ke rumah sakit,” katanya.

Para perwira seperti Kasatintel AKP Singgih, Kasatlantas AKP Kurnia, Kanit Provost Ipda Budi Hartono, dan sejumlah anggota Polres Kota Cirebon yang mengalami luka-luka juga langsung dilarikan ke RS Pelabuhan. Dr Nurjati, kepala instalasi rawat inap RS Pelabuhan, menuturkan, sebagian besar korban terluka karena terkena lempengan logam, aluminium, paku, baut, dan mur.

“Kami temukan banyak benda keras yang menempel di tubuh korban. Ada 28 korban di RS Pelabuhan. Sementara itu, Kapolres dirujuk ke RS Pertamina. Lima orang menjalani rawat jalan dan 21 orang rawat inap,” jelasnya.

Di bagian lain, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, peristiwa peledakan bom di masjid Polres Cirebon mendapatkan perhatian serius Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden bersama jajaran pemerintah mengutuk keras kejadian yang tidak berperikemanusiaan itu.

SBY, kata Djoko, memerintah Kapolri, kepala BNPT, kepala BIN, dan aparat terkait menemukan siapa orang-orang di balik peledakan tersebut. “Temukan jaringan pelakunya,” kata Djoko dalam keterangan di kantornya kemarin.
Presiden meminta seluruh elemen masyarakat bersama-sama menanggulangi kejahatan seperti itu. Peran pemuka agama, pimpinan daerah, dan LSM juga dinilai penting. “Berikan informasi apa pun yang diterima, sekecil apa pun, kepada aparat terdekat untuk ditindaklanjuti,” imbaunya. “Sungguh tidak terduga, sasaran sudah berubah kepada tempat ibadah.?

Kepala BNPT Ansyad Mbaai menduga, pelaku pengeboman di polres merupakan kelompok lama. Dugaan tersebut mengemuka bila melihat kelompok yang biasa melakukan pengeboman dengan modus seperti itu. “Siapa kelompok yang biasa melakukan seperti itu. Tapi, ini baru dugaan,” katanya.

Bom dengan sasaran masjid tersebut, lanjut dia, bukan yang pertama. Sebelumnya pernah ada masjid yang menjadi target, yakni Masjid Istiqlal pada 1998 dan Masjid Agung Jogjakarta (2000). “Bukan hal baru. Itu sudah menjadi MO (modus) kelompok-kelompok yang selama ini melakukan itu. Tapi, ini bukan kesimpulan akhir,” ungkapnya.

Kepala BIN Sutanto mengatakan, hingga saat ini polisi masih menyelidiki siapa pelaku dan jaringan yang berada di balik bom masjid Polres Cirebon tersebut. Namun, berdasar pengalaman sejak 2000, jaringan teroris memang itu-itu saja. “Tapi, pelakunya (eksekutor, Red) yang berbeda,” ujar Sutanto.

Menurut mantan Kapolri tersebut, hal itu bisa terjadi karena masih ada pemimpin-pemimpin di jaringan tersebut yang bisa memberikan pengaruh kepada rekrutan-rekrutan baru. Sutanto mengungkapkan, memang banyak di antara anggota jaringan teroris yang berhasil ditangkap atau digagalkan sebelum melakukan perbuatannya. “Dia belajar juga menghindari petugas sehingga semakin ke sini semakin hati-hati. Tingkat kesulitan semakin tinggi,” paparnya.

Terkait dengan ancaman tersebut, kata Sutanto, sebenarnya dibutuhkan perangkat hukum yang lebih kuat. Aturan yang ada saat ini sulit digunakan untuk menjerat mereka yang menganjurkan kebencian atau perbuatan teror. Bahkan, setidaknya dibutuhkan dua alat bukti sebagai permulaan untuk memprosesnya.

Pernyataan itu sepertinya merujuk pada UU Intelijen yang saat ini masih dalam tahap pembahasan di DPR. Namun, Sutanto mengelak saat ditanya aturan tersebut akan sama dengan Internal Security Act (ISA) di Singapura dan Malaysia. “Tidak seperti ISA. Yang penting, rumusan undang-undang bisa mencakup kelompok yang melakukan teror, merangsang orang untuk melakukan teror,” tuturnya. (rdl/fal/hns/abd/jpnn)

Serangan bom bunuh diri di Masjid Adz-Dzikra, Kompleks Mapolres Kota Cirebon, diduga identik dengan bom Bali II dan bom di Hotel Ritz-Carlton pada 2009. Pelaku juga terdoktrin dengan baik, tenang, sadar, dan menarget pimpinan tertinggi di lokasi kejadian, yakni Kapolres Kota Cirebon AKBP Herukoco. Pelaku mengambil posisi terdekat dengan Kapolres.

“Serangan terhadap masjid memang bukan hal yang baru. Namun, serangan dengan metode bunuh diri di dalam masjid baru pertama. Dari bomb signature (jejak bom), rangkaian identik dengan bom Bali II dan bom Ritz-Carlton 2009. Ada paku, mur, dan baut,” kata sumber Jawa Pos di kalangan kepolisian.

“Kekuatannya low explosive, tapi ditargetkan untuk membunuh. Soal low explosive itu, memang akses peledak kelompok tersebut sudah habis dan sulit,” imbuhnya.

Bahan pembakar tidak bersifat combustive (membakar) dengan bukti karpet masjid masih utuh. “Tidak ada black powder atau TNT. Ini lebih mirip serbuk mercon,” jelasnya.

Detonator bom sabuk itu menggunakan sistem self trigger atau harus dipicu sendiri oleh pelaku. “Tidak ada ponsel yang ditemukan. Artinya, tidak bisa dipicu dari luar,” ujarnya.

Meski begitu, penyidik tetap yakin bahwa ada tim pemantau, minimal satu orang, yang memastikan serangan tersebut berhasil. “Itu yang juga kami kejar. Termasuk, melihat data CCTV apakah pelaku pernah survei sebelumnya atau belum,” ungkapnya.

Beberapa saat setelah ledakan itu, Kapolri Jenderal Timur Pradopo langsung menuju Cirebon. Dia pun menargetkan dalang di balik bom yang mengorbankan banyak anggota polisi tersebut segera ditangkap. “Anggota harus meningkatkan pengawasan kamtibmas,” katanya saat datang ke tempat kejadian kemarin.

Timur juga langsung memerintah Densus 88 Mabes Polri, Puslabfor, serta Pusat Identifikasi Sidik Jari Inafis Polri untuk bergerak. Petugas diminta mengecek data sidik jari dan mencocokkan wajah pengebom dengan database Densus 88 Mabes Polri.

Hingga pukul 22.00 tadi malam, pemeriksaan identitas itu masih berlangsung. Sebagian anggota tim penyidik Densus 88 membawa foto wajah pengebom yang diperkirakan berusia sekitar 24 tahun tersebut ke penjara-penjara teroris. Polisi mencocokkannya dengan para pentolan teroris yang sekarang masih menjalani masa hukuman.

“Dimulai dari sel Amman Abdurrahman,” kata sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) tadi malam. Amman Abdurrahman lebih dikenal di jaringannya sebagai Singa Tauhid. Dia pernah ditahan dalam kasus bom Cimanggis pada 2004. Setelah bebas, Amman ditangkap lagi dengan tudingan terlibat dalam pelatihan ala militer di Aceh. Pada 20 Desember 2010, PN Jakarta Barat memvonis Amman dengan hukuman penjara sembilan tahun. Amman mengajukan banding.

Mengapa Amman? Sumber itu menyebut, kelompok Amman adalah pihak yang selama ini meyakini paham masjid dhiror, yakni masjid sesat milik pemerintah atau polisi yang dianggap boleh diserang atau dihancurkan. Faksi lain berpendapat, masjid adalah tempat suci yang diharamkan untuk diserang. “Kita mulai dari sana (Amman), tapi semua juga akan kita tanya,” tambahnya.

Secara terpisah, Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen M Syafii membenarkan bahwa Densus Mabes Polri memimpin penyidikan. “Ya, perintah Kapolri,” katanya. Namun, mantan Kapolresta Tangerang itu menolak menyebutkan perkembangan penyidikan. “Masih dini, belum 24 jam. Perkembangannya lewat humas saja,” ujarnya.

Serangan bom bunuh diri itu memakan 28 korban, termasuk Kapolresta Kota Cirebon AKBP Herukoco. Kabag Sumda Kompol Suhadi yang saat itu berdampingan dengan Kapolres juga terluka parah. Karena kondisinya kritis, dua perwira itu langsung dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, Kelayan.

Menurut Kasatlantas AKP Kurnia, bom tersebut meledak saat jamaah masjid hendak menunaikan salat Jumat. “Setelah khotbah, hendak takbiratul ihram, tiba-tiba ada seseorang berjaket menerobos dari belakang ke barisan saf kedua, persis di belakang Kapolresta. Mungkin Kapolresta menjadi sasaran utama,” katanya.

Kurnia yang saat kejadian berada di saf ketiga menjelaskan, pelaku menggunakan jaket hitam, celana hitam, berkopiah, berusia 20-an tahun, dan wajahnya terlihat perlente. Menurut dia, pelaku membawa sajadah. Tapi, sajadah itu tidak digelar, hanya dipegang. “Pelaku tidak menghadap kiblat saat khotbah, seperti mengawasi,” ungkapnya.

Sang khatib, Abbas Sudinta, juga membenarkan bahwa pelaku berpostur tinggi dan berkulit putih. “Hampir semua jamaah masjid itu anggota polisi.

Hanya beberapa yang sipil,” katanya. Ketika berdiri di mimbar khotbah di depan jamaah, Abbas melihat seseorang yang bukan anggota polisi bersandar di tembok dekat pintu. “Saya sendiri sama sekali tidak menaruh curiga,” ucap penyuluh agama Kemenag Kota Cirebon tersebut.

Dia menjelaskan, sepintas dirinya heran karena orang tersebut tidak menghadap kiblat, tapi ke selatan. “Awalnya saya pikir karena kondisi padat sehingga tidak bisa menghadap kiblat. Apalagi, konsentrasi jamaah di masjid bersiap menunaikan salat Jumat,” beber Abbas yang juga terluka di bagian tangan.

Menurut dia, suara bom tersebut seperti ledakan petasan dalam kotak. “Tetapi, bukan petasan,” lanjut dia. Setelah meledak, asap yang keluar berwarna hitam pekat. Suara dan asap itu berimbas pada telinga, hidung, serta tenggorokan. “Suara ledakannya membuat pilek dan mual-mual. Setelah meledak, para jamaah masjid berhamburan keluar. Kaca pecah, lampu di atas jatuh dan pecah,” ungkapnya.

Kasatintel Polres Kota Cirebon Singgih M. yang juga menjadi korban bom bunuh diri itu menyatakan, pelaku diduga berjumlah dua orang. Seorang menggunakan motor, tetapi berhasil kabur. Insiden tersebut diperkirakan terjadi pada pukul 12.15. “Ada anggota yang sempat melihat,” katanya.

Saksi lain menyebutkan, bom itu meledak tepat saat ikamah berkumandang. “Ketika sang imam mengucapkan takbir, seketika itu juga bom meledak,” tegas Anton, seorang saksi. “Kejadiannya begitu cepat. Pelaku meledakkan bom dan muncul asap tebal di dalam masjid yang membuat panik,” tambahnya.

Bom tersebut diperkirakan berjenis low explosive. Namun, hingga saat ini polisi belum mendeteksi motif bom bunuh diri itu. Bahkan, kejadian tersebut diduga tidak terendus intelijen sehingga pelaku lolos masuk ke mapolres dengan menerobos saf jamaah masjid.

Kasatnarkoba AKP Tri Silayanto menceritakan, sebelum meledakkan diri, pelaku terlihat tenang saat berada dalam masjid. “Awalnya saya perhatikan dia (pelaku, Red) duduk bersandar di tembok samping pintu selatan di barisan ketiga sambil mendengarkan khotbah. Namun, saat ikamah dan makmum berdiri, tiba-tiba dia maju ke baris kedua tepat di belakang Kapolres Cirebon Kota AKBP Herukoco. Saat imam mengucapkan takbir pertama, lalu …ddduuaaarrr… bom meledak,” ungkapnya.

Masih kata Tri, saat bom meledak, terlihat kepulan asap hitam dalam masjid dan terjadi kepanikan. “Setelah meledak, semua lari menyelamatkan diri. Saya lihat para korban tergeletak di lantai penuh darah, termasuk Pak Kapolres. Seketika itu saya langsung menolong Kapolres keluar masjid dan membawanya ke rumah sakit,” katanya.

Para perwira seperti Kasatintel AKP Singgih, Kasatlantas AKP Kurnia, Kanit Provost Ipda Budi Hartono, dan sejumlah anggota Polres Kota Cirebon yang mengalami luka-luka juga langsung dilarikan ke RS Pelabuhan. Dr Nurjati, kepala instalasi rawat inap RS Pelabuhan, menuturkan, sebagian besar korban terluka karena terkena lempengan logam, aluminium, paku, baut, dan mur.

“Kami temukan banyak benda keras yang menempel di tubuh korban. Ada 28 korban di RS Pelabuhan. Sementara itu, Kapolres dirujuk ke RS Pertamina. Lima orang menjalani rawat jalan dan 21 orang rawat inap,” jelasnya.

Di bagian lain, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, peristiwa peledakan bom di masjid Polres Cirebon mendapatkan perhatian serius Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden bersama jajaran pemerintah mengutuk keras kejadian yang tidak berperikemanusiaan itu.

SBY, kata Djoko, memerintah Kapolri, kepala BNPT, kepala BIN, dan aparat terkait menemukan siapa orang-orang di balik peledakan tersebut. “Temukan jaringan pelakunya,” kata Djoko dalam keterangan di kantornya kemarin.
Presiden meminta seluruh elemen masyarakat bersama-sama menanggulangi kejahatan seperti itu. Peran pemuka agama, pimpinan daerah, dan LSM juga dinilai penting. “Berikan informasi apa pun yang diterima, sekecil apa pun, kepada aparat terdekat untuk ditindaklanjuti,” imbaunya. “Sungguh tidak terduga, sasaran sudah berubah kepada tempat ibadah.?

Kepala BNPT Ansyad Mbaai menduga, pelaku pengeboman di polres merupakan kelompok lama. Dugaan tersebut mengemuka bila melihat kelompok yang biasa melakukan pengeboman dengan modus seperti itu. “Siapa kelompok yang biasa melakukan seperti itu. Tapi, ini baru dugaan,” katanya.

Bom dengan sasaran masjid tersebut, lanjut dia, bukan yang pertama. Sebelumnya pernah ada masjid yang menjadi target, yakni Masjid Istiqlal pada 1998 dan Masjid Agung Jogjakarta (2000). “Bukan hal baru. Itu sudah menjadi MO (modus) kelompok-kelompok yang selama ini melakukan itu. Tapi, ini bukan kesimpulan akhir,” ungkapnya.

Kepala BIN Sutanto mengatakan, hingga saat ini polisi masih menyelidiki siapa pelaku dan jaringan yang berada di balik bom masjid Polres Cirebon tersebut. Namun, berdasar pengalaman sejak 2000, jaringan teroris memang itu-itu saja. “Tapi, pelakunya (eksekutor, Red) yang berbeda,” ujar Sutanto.

Menurut mantan Kapolri tersebut, hal itu bisa terjadi karena masih ada pemimpin-pemimpin di jaringan tersebut yang bisa memberikan pengaruh kepada rekrutan-rekrutan baru. Sutanto mengungkapkan, memang banyak di antara anggota jaringan teroris yang berhasil ditangkap atau digagalkan sebelum melakukan perbuatannya. “Dia belajar juga menghindari petugas sehingga semakin ke sini semakin hati-hati. Tingkat kesulitan semakin tinggi,” paparnya.

Terkait dengan ancaman tersebut, kata Sutanto, sebenarnya dibutuhkan perangkat hukum yang lebih kuat. Aturan yang ada saat ini sulit digunakan untuk menjerat mereka yang menganjurkan kebencian atau perbuatan teror. Bahkan, setidaknya dibutuhkan dua alat bukti sebagai permulaan untuk memprosesnya.

Pernyataan itu sepertinya merujuk pada UU Intelijen yang saat ini masih dalam tahap pembahasan di DPR. Namun, Sutanto mengelak saat ditanya aturan tersebut akan sama dengan Internal Security Act (ISA) di Singapura dan Malaysia. “Tidak seperti ISA. Yang penting, rumusan undang-undang bisa mencakup kelompok yang melakukan teror, merangsang orang untuk melakukan teror,” tuturnya. (rdl/fal/hns/abd/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/