26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Hutan Jambi, Rumah Baru ‘Surya dan Citra’ (1)

Hidup di Kandang, Diajari ‘Berburu’ Mangsa Hidup

Lahir 3,5 tahun lalu dan tumbuh besar di Sanctuary (Suaka Satwa) Harimau Barumun, sepasang harimau Sumatra bernama Surya Manggala dan Citra Kartini akhirnya mendapat rumah baru. Luas dan alami. Hutan Jambi – persisnya Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) – menjadi pilihan terbaik bagi kedua ekor kucing raksasa, yang lahir dari sepasang harimau liar korban konflik di kawasan hutan Sumatra Utara.

————————-
Dame Ambarita, Jambi
————————-

SURYA (jantan) dan Citra (betina) adalah anak kembar dari pasangan Gadis dan Monang. Gadis merupakan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) liar yang ditemukan di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) tahun 2016 lalu. Kena jerat pemburu, kakinya luka dan infeksi sehingga salah satu kaki di bagian depan mesti diamputasi. Kakinya sisa tiga.

Apa yang sebaiknya dilakukan pada si harimau liar yang memiliki keterbatasan fisik itu?

Pemerintah pusat pada 30 September 2016 menerbitkan penetapan Suaka Satwa (Sanctuary) Harimau Barumun yang berlokasi di Desa Batu Nanggar, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatra Utara. Suaka satwa ini berada di bawah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam.

“Suaka satwa harimau ini dibangun untuk mengelola, merawat dan merehabilitasi harimau, baik yang korban konflik, sakit, maupun yang akan dilepasliarkan,” kata Syukur Alfajar (Sugenk), Manajer Sanctuary Harimau Barumun saat ditemui di Bandara Dipati Parbo, Sungai Penuh, Provinsi Jambi, Selasa (7/6).

Setahun berikutnya, persisnya pada 2017, Monang masuk Sanctuary Harimau Barumun. Monang adalah harimau liar jantan yang ditemukan saat kakinya terjerat kabel di Bukit Parmonangan, Tapanuli Utara. Untuk menyelamatkannya, Monang pun diboyong untuk dirawat di Sanctuary Harimau Barumun.

Lokasi penemuan kedua harimau menjadi asal usul pemberian nama mereka. Gadis dari TN Batang Gadis, dan Monang dari Bukit Parmonangan.

Karena Gadis memiliki keterbatasan fisik dan Monang belakangan diketahui mengalami kelainan jantung, pemerintah memutuskan keduanya tinggal tetap dan dirawat di Sanctuary Harimau Barumun. “Mungkin hingga mereka meninggal,” kata Sugenk.

Putra Harahap, karyawan Sanctuary Harimau Barumun yang sehari-hari bertugas memberi makan harimau, saat ditemui mengatakan, perkawinan Gadis dan Monang awalnya tidak disengaja.

“Suatu kali, saat pemindahan Monang ke kandang yang lebih besar, ia bertemu Gadis di pintu kandang. Kami melihat Monang mencium-cium Gadis. Akhirnya, kami menyatukan mereka dalam satu kandang,” katanya.

Beberapa waktu kemudian, lahirlah Surya dan Citra.

Asal usul pemberian nama Surya dan Citra?

“Kami meminta seorang tokoh yang dituakan di wilayah Barumun, untuk memberi nama. Beliau yang memberi nama itu,” kata Sugenk.

Adapun Gadis dan Monang memiliki karakter unik masing-masing. Si betina cenderung tenang. Sementara si jantan justru agak manja. “Monang suka mengaum-ngaum dan ingin mendekat ke si Gadis. Sementara si Gadis, sejak melahirkan hingga dua tahun berikutnya, tidak mau didekati Monang,” kata Putra sembari terkekeh.

Sejak melahirkan 3,5 tahun lalu, Gadis tinggal di kandang yang sama dengan kedua baby-nya. Kandang itu berukuran 20×50 meter. Sementara Monang di kandang lain. “Kandang diusahakan mirip hutan alami. Ada pepohonan, dan semak lainnya,” kata Sugenk.

Kandang juga dibagi beberapa kamar. Ada yang kecil dan ada yang besar. Ini untuk memudahkan jika dilakukan pemindahan harimau.

Selama dua tahun, Surya dan Citra diurus sang ibu. Potongan daging diberi sekali dua hari. Dan dua kali sebulan, hewan-hewan hidup dilepas ke kandang untuk ‘diburu’. “Di Sanctuary mereka dilepaskan seperti di alam. Ini agar naluri mereka tetap liar,” jelasnya.

Hewan-hewan hidup yang dilepas untuk dimangsa di kandang antara lain babi hutan, rusa, ayam, kambing, dan seterusnya. Mangsa hidup itu diperoleh dari masyarakat sekitar. “Mereka baru kita pisahkan dengan induknya saat usia 2 tahun. Di alam bebas juga seperti itu, usia 2 tahun anak harimau akan pisah dengan induknya,” jelas Sugenk lagi.

Interaksi manusia dengan harimau-harimau di sanctuary diupayakan seminim mungkin. Tujuannya, agar harimau tetap memiliki insting liar. Perilaku alami harimau diamati secara teratur melalui CCTV (Closed Circuit Television). Dipelajari, apakah ada perilaku yang tidak normal. Dengan cara itu, kedua harimau diharapkan mampu bertahan hidup di habitat alaminya setelah dilepasliarkan.

Dua tahun pasca-melahirkan, Gadis dan Monang kembali disatukan dalam satu kandang. Dan beberapa bulan lalu, pasangan ini kembali melahirkan harimau kembar.

Dua bayi harimau baru ini membuat jumlah harimau di sanctuary menjadi 7 ekor. Yakni Gadis dan Monang, Surya dan Citra, dua bayi baru, dan Dewi Siundol. Dewi Siundol adalah seekor harimau Sumatra betina yang ditemukan kena jerat lima bulan lalu. Harimau berusia 8 tahun ini ditemukan dalam kondisi sakit, dengan badan penuh belatung di Desa Siundol Julu, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas (Palas), provinsi Sumatra Utara.

Rencananya, harimau ini dilepas bulan Juli mendatang di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh. “Sehari, biaya makan harimau di Santuary bisa mencapai Rp4 juta. Belum kalau kami melepas rusa hidup untuk dimangsa. Harga rusa bisa mencapai Rp17 juta per ekor,” kata Sugenk.

Selama Surya dan Citra berada di Sanctuary Harimau Barumun, BBKSDA Sumut Utara mendapat dukungan dari Yayasan Persamuhan Bodhicitta Mandala Medan (YPBMM), Tropical Forest Conservation Action-Sumatra (TFCA-Sumatera), PT Agincourt Resources (PTAR), dan dokter hewan yang melakukan pengamatan medis.

LEPAS: Wakil Presiden Direktur PTAR Ruli Tanio (ke-2 kiri), Direktur Hubungan Eksternal PTAR Sanny Tjan dan lainnya hadir dalam proses pelepasliaran sepasang Harimau Sumatra ke TNKS.

Agincourt Resouces bahkan pernah mendonasikan satu unit mobil Penyelamat Satwa yang dilengkapi kandang satwa dan peralatan penyelamatan. Donasi yang dilakukan pada Agustus 2021 itu sejalan dengan strategi perusahaan dalam melestarikan keanekaragaman hayati.

Sebagai lembaga suaka satwa, tujuan sanctuary adalah konservasi harimau. Saat ini, harimau Sumatra diperkirakan tinggal 500-600 ekor lagi.

Untuk tujuan konservasi, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BBKSDA Sumatra Utara, memutuskan untuk melepasliarkan Surya dan Citra ke alam liar. Selain karena memang alam liar adalah habitat aslinya, pelepasliaran juga dimaksudkan untuk menghindari inbreeding. Yakni kawin kerabat, yang dapat menurunkan kualitas genetis keturunannya nanti.

“Usia Surya dan Citra sudah 3,5 tahun. Sudah memasuki usia kawin dalam sistem biologis harimau. Jika ditempatkan di kandang yang sama, ada kemungkinan mereka kawin dan menghasilkan keturunan cacat. Karena itu lebih baik dilepasliarkan,” kata Sugenk.

Adapun pelepasliaran dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara dan Balai Besar Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat.

Sebelum pelepasliaran Surya dan Citra, tahun 2020 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui BBKSDA Sumatra Utara, telah melepas Harimau Sumatra betina ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Harimau yang dilepas itu diberi nama Sri Nabilla.

Bedanya dengan Surya dan Citra yang lahir dan besar di penangkaran, Sri Nabilla adalah harimau liar asli. Ia dirawat di Sanctuary Harimau Barumun, setelah sebelumnya masuk ke kandang jebak di Desa Tapus Sipagimbal, Kecamatan Aek Bilah, Tapanuli Selatan pada 24 Agustus 2020.

Berdasarkan catatan BBKSDA Sumatra Utara, Sri Nabilla telah berkonflik dengan masyarakat sekitar desa sejak Mei 2020.

Tiga bulan dirawat di Sancturary, Sri Nabilla dilepasliarkan di Gayo Lues, Aceh ke Hutan Kappi, TNGL. Kappi merupakan Zona Inti yang berada di Kawasan TNGL di Gayo Lues, Aceh.

Pelepasliaran Sri Nabilla pada 3 November 2020 juga mendapat dukungan dari PT Agincourt Resources. Perusahaan pengelola Tambang Emas Martabe ini menyediakan fasilitas pengangkutan berupa helikopter dan pilot yang membawa Sri Nabilla dari Bandara Patiambang ke Hutan Kappi. (mea)

Lahir 3,5 tahun lalu dan tumbuh besar di Sanctuary (Suaka Satwa) Harimau Barumun, sepasang harimau Sumatra bernama Surya Manggala dan Citra Kartini akhirnya mendapat rumah baru. Luas dan alami. Hutan Jambi – persisnya Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) – menjadi pilihan terbaik bagi kedua ekor kucing raksasa, yang lahir dari sepasang harimau liar korban konflik di kawasan hutan Sumatra Utara.

————————-
Dame Ambarita, Jambi
————————-

SURYA (jantan) dan Citra (betina) adalah anak kembar dari pasangan Gadis dan Monang. Gadis merupakan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) liar yang ditemukan di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) tahun 2016 lalu. Kena jerat pemburu, kakinya luka dan infeksi sehingga salah satu kaki di bagian depan mesti diamputasi. Kakinya sisa tiga.

Apa yang sebaiknya dilakukan pada si harimau liar yang memiliki keterbatasan fisik itu?

Pemerintah pusat pada 30 September 2016 menerbitkan penetapan Suaka Satwa (Sanctuary) Harimau Barumun yang berlokasi di Desa Batu Nanggar, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatra Utara. Suaka satwa ini berada di bawah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam.

“Suaka satwa harimau ini dibangun untuk mengelola, merawat dan merehabilitasi harimau, baik yang korban konflik, sakit, maupun yang akan dilepasliarkan,” kata Syukur Alfajar (Sugenk), Manajer Sanctuary Harimau Barumun saat ditemui di Bandara Dipati Parbo, Sungai Penuh, Provinsi Jambi, Selasa (7/6).

Setahun berikutnya, persisnya pada 2017, Monang masuk Sanctuary Harimau Barumun. Monang adalah harimau liar jantan yang ditemukan saat kakinya terjerat kabel di Bukit Parmonangan, Tapanuli Utara. Untuk menyelamatkannya, Monang pun diboyong untuk dirawat di Sanctuary Harimau Barumun.

Lokasi penemuan kedua harimau menjadi asal usul pemberian nama mereka. Gadis dari TN Batang Gadis, dan Monang dari Bukit Parmonangan.

Karena Gadis memiliki keterbatasan fisik dan Monang belakangan diketahui mengalami kelainan jantung, pemerintah memutuskan keduanya tinggal tetap dan dirawat di Sanctuary Harimau Barumun. “Mungkin hingga mereka meninggal,” kata Sugenk.

Putra Harahap, karyawan Sanctuary Harimau Barumun yang sehari-hari bertugas memberi makan harimau, saat ditemui mengatakan, perkawinan Gadis dan Monang awalnya tidak disengaja.

“Suatu kali, saat pemindahan Monang ke kandang yang lebih besar, ia bertemu Gadis di pintu kandang. Kami melihat Monang mencium-cium Gadis. Akhirnya, kami menyatukan mereka dalam satu kandang,” katanya.

Beberapa waktu kemudian, lahirlah Surya dan Citra.

Asal usul pemberian nama Surya dan Citra?

“Kami meminta seorang tokoh yang dituakan di wilayah Barumun, untuk memberi nama. Beliau yang memberi nama itu,” kata Sugenk.

Adapun Gadis dan Monang memiliki karakter unik masing-masing. Si betina cenderung tenang. Sementara si jantan justru agak manja. “Monang suka mengaum-ngaum dan ingin mendekat ke si Gadis. Sementara si Gadis, sejak melahirkan hingga dua tahun berikutnya, tidak mau didekati Monang,” kata Putra sembari terkekeh.

Sejak melahirkan 3,5 tahun lalu, Gadis tinggal di kandang yang sama dengan kedua baby-nya. Kandang itu berukuran 20×50 meter. Sementara Monang di kandang lain. “Kandang diusahakan mirip hutan alami. Ada pepohonan, dan semak lainnya,” kata Sugenk.

Kandang juga dibagi beberapa kamar. Ada yang kecil dan ada yang besar. Ini untuk memudahkan jika dilakukan pemindahan harimau.

Selama dua tahun, Surya dan Citra diurus sang ibu. Potongan daging diberi sekali dua hari. Dan dua kali sebulan, hewan-hewan hidup dilepas ke kandang untuk ‘diburu’. “Di Sanctuary mereka dilepaskan seperti di alam. Ini agar naluri mereka tetap liar,” jelasnya.

Hewan-hewan hidup yang dilepas untuk dimangsa di kandang antara lain babi hutan, rusa, ayam, kambing, dan seterusnya. Mangsa hidup itu diperoleh dari masyarakat sekitar. “Mereka baru kita pisahkan dengan induknya saat usia 2 tahun. Di alam bebas juga seperti itu, usia 2 tahun anak harimau akan pisah dengan induknya,” jelas Sugenk lagi.

Interaksi manusia dengan harimau-harimau di sanctuary diupayakan seminim mungkin. Tujuannya, agar harimau tetap memiliki insting liar. Perilaku alami harimau diamati secara teratur melalui CCTV (Closed Circuit Television). Dipelajari, apakah ada perilaku yang tidak normal. Dengan cara itu, kedua harimau diharapkan mampu bertahan hidup di habitat alaminya setelah dilepasliarkan.

Dua tahun pasca-melahirkan, Gadis dan Monang kembali disatukan dalam satu kandang. Dan beberapa bulan lalu, pasangan ini kembali melahirkan harimau kembar.

Dua bayi harimau baru ini membuat jumlah harimau di sanctuary menjadi 7 ekor. Yakni Gadis dan Monang, Surya dan Citra, dua bayi baru, dan Dewi Siundol. Dewi Siundol adalah seekor harimau Sumatra betina yang ditemukan kena jerat lima bulan lalu. Harimau berusia 8 tahun ini ditemukan dalam kondisi sakit, dengan badan penuh belatung di Desa Siundol Julu, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas (Palas), provinsi Sumatra Utara.

Rencananya, harimau ini dilepas bulan Juli mendatang di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh. “Sehari, biaya makan harimau di Santuary bisa mencapai Rp4 juta. Belum kalau kami melepas rusa hidup untuk dimangsa. Harga rusa bisa mencapai Rp17 juta per ekor,” kata Sugenk.

Selama Surya dan Citra berada di Sanctuary Harimau Barumun, BBKSDA Sumut Utara mendapat dukungan dari Yayasan Persamuhan Bodhicitta Mandala Medan (YPBMM), Tropical Forest Conservation Action-Sumatra (TFCA-Sumatera), PT Agincourt Resources (PTAR), dan dokter hewan yang melakukan pengamatan medis.

LEPAS: Wakil Presiden Direktur PTAR Ruli Tanio (ke-2 kiri), Direktur Hubungan Eksternal PTAR Sanny Tjan dan lainnya hadir dalam proses pelepasliaran sepasang Harimau Sumatra ke TNKS.

Agincourt Resouces bahkan pernah mendonasikan satu unit mobil Penyelamat Satwa yang dilengkapi kandang satwa dan peralatan penyelamatan. Donasi yang dilakukan pada Agustus 2021 itu sejalan dengan strategi perusahaan dalam melestarikan keanekaragaman hayati.

Sebagai lembaga suaka satwa, tujuan sanctuary adalah konservasi harimau. Saat ini, harimau Sumatra diperkirakan tinggal 500-600 ekor lagi.

Untuk tujuan konservasi, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BBKSDA Sumatra Utara, memutuskan untuk melepasliarkan Surya dan Citra ke alam liar. Selain karena memang alam liar adalah habitat aslinya, pelepasliaran juga dimaksudkan untuk menghindari inbreeding. Yakni kawin kerabat, yang dapat menurunkan kualitas genetis keturunannya nanti.

“Usia Surya dan Citra sudah 3,5 tahun. Sudah memasuki usia kawin dalam sistem biologis harimau. Jika ditempatkan di kandang yang sama, ada kemungkinan mereka kawin dan menghasilkan keturunan cacat. Karena itu lebih baik dilepasliarkan,” kata Sugenk.

Adapun pelepasliaran dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara dan Balai Besar Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat.

Sebelum pelepasliaran Surya dan Citra, tahun 2020 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui BBKSDA Sumatra Utara, telah melepas Harimau Sumatra betina ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Harimau yang dilepas itu diberi nama Sri Nabilla.

Bedanya dengan Surya dan Citra yang lahir dan besar di penangkaran, Sri Nabilla adalah harimau liar asli. Ia dirawat di Sanctuary Harimau Barumun, setelah sebelumnya masuk ke kandang jebak di Desa Tapus Sipagimbal, Kecamatan Aek Bilah, Tapanuli Selatan pada 24 Agustus 2020.

Berdasarkan catatan BBKSDA Sumatra Utara, Sri Nabilla telah berkonflik dengan masyarakat sekitar desa sejak Mei 2020.

Tiga bulan dirawat di Sancturary, Sri Nabilla dilepasliarkan di Gayo Lues, Aceh ke Hutan Kappi, TNGL. Kappi merupakan Zona Inti yang berada di Kawasan TNGL di Gayo Lues, Aceh.

Pelepasliaran Sri Nabilla pada 3 November 2020 juga mendapat dukungan dari PT Agincourt Resources. Perusahaan pengelola Tambang Emas Martabe ini menyediakan fasilitas pengangkutan berupa helikopter dan pilot yang membawa Sri Nabilla dari Bandara Patiambang ke Hutan Kappi. (mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/