JAKARTA – Rencana penundaan sejumlah pemilihan kepala daerah (Pilkada) mendorong kembali wacana digelarnya pesta demokrasi daerah secara serentak. Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa menilai, ide pilkada serentak merupakan terobosan yang harus diimbangi dengan perubahan masa jabatan kepala daerah yang juga serentak.
“Kalau melihat momen sekarang, tentu harus ada orang (kepala daerah, Red) yang legawa masa jabatannya berkurang,” ujar Agun di Jakarta, kemarin (15/8).
Menurut Agun, ide pilkada serentak sejatinya telah dicetuskan saat ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dibentuk. Ketika itu UU Pemda sudah mengatur larangan digelarnya Pilkada di tahun yang sama dengan pemilu nasional. Dalam kasus UU Pemda, pemilu nasional saat itu diadakan pada 2004. “Sehingga Pilkada diselenggarakan tahun berikutnya,” kata mantan ketua Panja RUU Pemda tersebut.
Harapan pembuat UU saat itu, ujar Agun, pilkada yang digelar serentak pada 2005 juga mengakomodasi masa jabatan yang serentak. Kepala daerah yang Pilkada-nya tertunda diminta untuk merelakan masa jabatannya terpotong untuk masa pilkada serentak. Namun, ide tersebut tidak populer dan mendapat penolakan. “Kalau Pilkada serentak, banyak yang ribut soal hak asasi (masa jabatan, Red),” ujar Agun.
Saat ini, kata Agun, semua pihak cenderung setuju dengan pilkada serentak. Namun, jika itu tidak berbanding lurus dengan masa jabatan, pilkada serentak di periode selanjutnya sulit diwujudkan. (bay/jpnn)