26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bakal Tiba di Indonesia Desember, Obat Molnupiravir Siap Digunakan Tahun Depan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, obat oral Covid-19 besutan Merck and Co, Molnupiravir, akan tiba di Indonesia pada akhir tahun ini. Dengan begitu, ia berharap obat tersebut bisa segera digunakan pada 2022.

Budi mengatakan, saat ini pemerintah masih masih menunggu izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) obat itu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat. Budi berharap, izin penggunaan darurat dari obat Molnupiravir dapat dirilis BPOM Amerika Serikat pada awal Desembern

“Molnupiravir diharapkan akhir tahun ini sudah bisa tiba di Indonesia dan kita sudah siap menggunakannya untuk tahun depan. Mudah-mudahan tidak ada gejolak (gelombang III corona),” kata Budi.

“Toh kalau ada gelombang baru, kita sudah siap dengan obat-obatannya. Dan kita masih menunggu terbitnya EUA dari FDA, yang diharapkan di awal Desember ini juga sudah keluar dari sana,” lanjutnya.

Meski begitu, Budi mengatakan, Kemenkes akan terus mengkaji obat-obatan alternatif lainnya yang memiliki khasiat seperti Molnupiravir. Salah satunya obat-obatan yang dapat mengurangi risiko pasien Covid-19 masuk rumah sakit. “Dan kita akan terus bekerja sama dengan BPOM untuk mengkaji alternatif obat ini,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/11) lal,u Budi mengatakan, Indonesia akan membeli 600.000 hingga 1 juta pil Molnupiravir buatan Merck yang diklaim sebagai obat Covid-19. Budi mengatakan, saat melakukan kunjungan ke Amerika Serikat beberapa waktu, ia sudah melakukan kerja sama dengan pihak Merck. “Rencananya kita akan beli dulu sementara 600.000 sampai 1 juta tablet bulan Desember,” kata Budi.

Mololnupiravir yang dikembangkan oleh Ridgeback Biotherapeutics LP dan Merck & Co ini baru saja menyelesaikan uji klinis fase 2. Pemberian Molnupiravir khusus pada pasien Covid-19 dewasa yang terinfeksi tanpa menunjukkan gejala.

Sementara ini, Merck belum mengumumkan uji klinis fase 3 Molnupiravir. Badan Obat dan Makanan Amerika (FDA) belum memberikan persetujuan untuk penggunaan obat Covid-19 Molnupiravir. Namun, Inggris sudah mengizinkan obat Molnupiravir untuk pasien covid-19 di negaranya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menyebut, harga Molnupiravir tergolong murah karena membutuhkan kurang dari Rp1 juta untuk pengobatan satu pasien Covid-19 hingga sembuh.

Belum Pasti Gratis atau Berbayar

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyebut, hingga saat ini Kemenkes mengaku belum memutuskan teknis pemberian obat Molnupiravir ini secara gratis atau berbayar. Pihaknya masih melakukan kajian dan menunggu hasil evaluasi uji klinik Molnupiravir oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Belum ya, masih akan dibahas dengan organisasi profesi tentang indikasi penggunaannya. Sambil kita menunggu selesainya uji klinis dan publikasinya,” kata Nadia.

Nadia menjelaskan, niat pemerintah untuk membeli obat ini guna mengantisipasi gelombang ketiga covid-19. Pemerintah tidak ingin kondisi buruk pada Juni-Juli 2021 terulang.

Sementara, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati, Apt menjelaskan, obat molnupiravir adalah obat antivirus yang diminum. “Molnupiravir obat antivirus yang dulunya dikembangkan oleh Emory University. Itu mereka sebetulnya mau mencari obat untuk ensefalatis virus (kondisi peradangan otak yang disebabkan virus, red),” kata Zullies.

Saat obat antivirus molnupiravir ini dikembangkan, kemudian pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, obat yang tadinya dikembangkan untuk obat ensefalitis itu diramu lagi untuk diujikan ke virus corona SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.

Pengembangan pil molnupiravir oleh Emory University ini juga turut terlibat perusahaan farmasi Merck, Sharp & Dohme (MSD), serta Ridgeback Biotherapeutics, yang dimulai dari uji klinis 1, 2, dan 3. “Kemudian (obat molnupiravir) diujikan ke SARS-CoV-2 dan ada potensi secara in vitro dan in vivo,” jelas Zullies.

Zullies mengatakan, cara kerja obat molnupiravir ini sama seperti obat antivirus favipiravir. “Obat ini sendiri cara kerjanya menghambat reproduksi virus. Sebenarnya kalau secara spesifik sangat mirip dengan (obat) favipiravir karena (obat) bekerjanya di satu enzim yang namanya RNA-dependent RNA polymerase,” papar Zullies.

Obat Covid ini terbukti dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian akibat Covid-19, yakni pada orang dengan Covid-19 ringan hingga sedang yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah.   Hasil uji klinis pil molnupiravir Merck ini paling efektif apabila diminum saat tahap awal infeksi. MHRA juga menyarankan agar obat Covid-19 ini digunakan dalam waktu lima hari sejak timbul gejala Covid-19.

Pil Covid Merck molnupiravir sudah diizinkan digunakan pada orang yang setidaknya memiliki satu faktor risiko untuk mengembangkan penyakit parah dari Covid-19.   Seperti orang-orang rentan Covid-19 dengan kondisi obesitas, usia lanjut, diabetes, dan penyakit jantung. Inggris menjadi negara pertama di dunia yang resmi mengizinkan penggunaan pil Covid molnupiravir buatan Merck ini sebagai pengobatan Covid-19. (kps/dtc/cnn)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, obat oral Covid-19 besutan Merck and Co, Molnupiravir, akan tiba di Indonesia pada akhir tahun ini. Dengan begitu, ia berharap obat tersebut bisa segera digunakan pada 2022.

Budi mengatakan, saat ini pemerintah masih masih menunggu izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) obat itu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat. Budi berharap, izin penggunaan darurat dari obat Molnupiravir dapat dirilis BPOM Amerika Serikat pada awal Desembern

“Molnupiravir diharapkan akhir tahun ini sudah bisa tiba di Indonesia dan kita sudah siap menggunakannya untuk tahun depan. Mudah-mudahan tidak ada gejolak (gelombang III corona),” kata Budi.

“Toh kalau ada gelombang baru, kita sudah siap dengan obat-obatannya. Dan kita masih menunggu terbitnya EUA dari FDA, yang diharapkan di awal Desember ini juga sudah keluar dari sana,” lanjutnya.

Meski begitu, Budi mengatakan, Kemenkes akan terus mengkaji obat-obatan alternatif lainnya yang memiliki khasiat seperti Molnupiravir. Salah satunya obat-obatan yang dapat mengurangi risiko pasien Covid-19 masuk rumah sakit. “Dan kita akan terus bekerja sama dengan BPOM untuk mengkaji alternatif obat ini,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/11) lal,u Budi mengatakan, Indonesia akan membeli 600.000 hingga 1 juta pil Molnupiravir buatan Merck yang diklaim sebagai obat Covid-19. Budi mengatakan, saat melakukan kunjungan ke Amerika Serikat beberapa waktu, ia sudah melakukan kerja sama dengan pihak Merck. “Rencananya kita akan beli dulu sementara 600.000 sampai 1 juta tablet bulan Desember,” kata Budi.

Mololnupiravir yang dikembangkan oleh Ridgeback Biotherapeutics LP dan Merck & Co ini baru saja menyelesaikan uji klinis fase 2. Pemberian Molnupiravir khusus pada pasien Covid-19 dewasa yang terinfeksi tanpa menunjukkan gejala.

Sementara ini, Merck belum mengumumkan uji klinis fase 3 Molnupiravir. Badan Obat dan Makanan Amerika (FDA) belum memberikan persetujuan untuk penggunaan obat Covid-19 Molnupiravir. Namun, Inggris sudah mengizinkan obat Molnupiravir untuk pasien covid-19 di negaranya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menyebut, harga Molnupiravir tergolong murah karena membutuhkan kurang dari Rp1 juta untuk pengobatan satu pasien Covid-19 hingga sembuh.

Belum Pasti Gratis atau Berbayar

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyebut, hingga saat ini Kemenkes mengaku belum memutuskan teknis pemberian obat Molnupiravir ini secara gratis atau berbayar. Pihaknya masih melakukan kajian dan menunggu hasil evaluasi uji klinik Molnupiravir oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Belum ya, masih akan dibahas dengan organisasi profesi tentang indikasi penggunaannya. Sambil kita menunggu selesainya uji klinis dan publikasinya,” kata Nadia.

Nadia menjelaskan, niat pemerintah untuk membeli obat ini guna mengantisipasi gelombang ketiga covid-19. Pemerintah tidak ingin kondisi buruk pada Juni-Juli 2021 terulang.

Sementara, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati, Apt menjelaskan, obat molnupiravir adalah obat antivirus yang diminum. “Molnupiravir obat antivirus yang dulunya dikembangkan oleh Emory University. Itu mereka sebetulnya mau mencari obat untuk ensefalatis virus (kondisi peradangan otak yang disebabkan virus, red),” kata Zullies.

Saat obat antivirus molnupiravir ini dikembangkan, kemudian pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, obat yang tadinya dikembangkan untuk obat ensefalitis itu diramu lagi untuk diujikan ke virus corona SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.

Pengembangan pil molnupiravir oleh Emory University ini juga turut terlibat perusahaan farmasi Merck, Sharp & Dohme (MSD), serta Ridgeback Biotherapeutics, yang dimulai dari uji klinis 1, 2, dan 3. “Kemudian (obat molnupiravir) diujikan ke SARS-CoV-2 dan ada potensi secara in vitro dan in vivo,” jelas Zullies.

Zullies mengatakan, cara kerja obat molnupiravir ini sama seperti obat antivirus favipiravir. “Obat ini sendiri cara kerjanya menghambat reproduksi virus. Sebenarnya kalau secara spesifik sangat mirip dengan (obat) favipiravir karena (obat) bekerjanya di satu enzim yang namanya RNA-dependent RNA polymerase,” papar Zullies.

Obat Covid ini terbukti dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian akibat Covid-19, yakni pada orang dengan Covid-19 ringan hingga sedang yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah.   Hasil uji klinis pil molnupiravir Merck ini paling efektif apabila diminum saat tahap awal infeksi. MHRA juga menyarankan agar obat Covid-19 ini digunakan dalam waktu lima hari sejak timbul gejala Covid-19.

Pil Covid Merck molnupiravir sudah diizinkan digunakan pada orang yang setidaknya memiliki satu faktor risiko untuk mengembangkan penyakit parah dari Covid-19.   Seperti orang-orang rentan Covid-19 dengan kondisi obesitas, usia lanjut, diabetes, dan penyakit jantung. Inggris menjadi negara pertama di dunia yang resmi mengizinkan penggunaan pil Covid molnupiravir buatan Merck ini sebagai pengobatan Covid-19. (kps/dtc/cnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/