30.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Tito Itu ‘Karnivora’ di Mata Teroris

Foto: Raka Denny/Jawapos Kepala BNPT yang baru dijabat Irjen Pol Tito Karnavian (kiri). Sementara Laksamana Muda TNI Arie Soedewo diangkat sebagai Kepala Bakamla.
Foto: Raka Denny/Jawapos
Kepala BNPT yang baru dijabat Irjen Pol Tito Karnavian (kiri). Sementara Laksamana Muda TNI Arie Soedewo diangkat sebagai Kepala Bakamla.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rabu (16/3), Irjen Tito Karnavian resmi dilantik menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rabu (16/3). Pria 51 tahun kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, akan segera kembali menjalankan tugas penting melawan para pengancam keamanan negara.

 

Mantan Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror ini jelas adalah musuh sekaligus ancaman besar bagi para teroris. Hal ini terlihat dari pernyataan Santoso alias Abu Wardah, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur.

 

Santoso dalam sebuah video yang diunggah ke akun media sosial atas nama Bahrun Naim Anggih Tamtomo (terduga teroris otak serangan Thamrin, Jakarta, Januari lalu), mengancam akan menghancurkan Markas Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, tempat Tito berdinas sejak Juni 2015. Serangan Thamrin terjadi berselang sebulan setelah video ancaman tersebut.

 

Pemegang penghargaan Adhi Makayasa alias lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1987 ini mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa saat menangkap Dr Azhari dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 2005 silam. Saat itu, Tito yang masih berpangkat Ajun Komisaris Besar mendapatkan satu melati tambahan di pundaknya dan resmi berpangkat Komisaris Besar.

 

Selain itu, Tito juga adalah salah satu perwira yang tergabung dalam tim penumpasan jaringan teroris Noordin M Top pada 2009 lalu. Tak heran jika dia dipandang sebagai pemburu berbahaya, seperti pemangsa karnivora di rantai makanan teratas, oleh para teroris yang sempat kehilangan arah setelah pimpinannya satu per satu lumpuh di tangan Tito.

 

Kini sisa-sisa jaringan lama, seperti diungkapkan oleh Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti, bergerak dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Salah satu buron yang dianggap berbahaya dan belum kunjung tertangkap tak lain adalah sosok yang mengancam Tito sendiri, Santoso.

 

Namun Tito justru menyatakan akan sering menyambangi basis pergerakan si teroris di Sulawesi Tengah. “Fokus saya penegakan hukum, jangan sampai ada serangan teror. Saya mungkin nanti akan lebih banyak turun ke Poso,” ujarnya.

 

Dia juga mengatakan pengalamannya di bidang terorisme akan sangat membantu dalam menjalankan tugasnya yang baru. Dia mengakui, terorisme bukan hal baru lagi bagi dirinya. Terlebih ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Pencegahan di BNPT selama hampir dua tahun.

 

“Saya menangani terorisme sudah cukup lama sejak 1998. Jaringan terorisme ini bukan orang baru. Saya pernah beroperasi di Poso juga selama 1,5 tahun,” tuturnya.

 

Foto: Raka Denny/Jawapos Kepala BNPT yang baru dijabat Irjen Pol Tito Karnavian (kiri). Sementara Laksamana Muda TNI Arie Soedewo diangkat sebagai Kepala Bakamla.
Foto: Raka Denny/Jawapos
Kepala BNPT yang baru dijabat Irjen Pol Tito Karnavian (kiri). Sementara Laksamana Muda TNI Arie Soedewo diangkat sebagai Kepala Bakamla.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rabu (16/3), Irjen Tito Karnavian resmi dilantik menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rabu (16/3). Pria 51 tahun kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, akan segera kembali menjalankan tugas penting melawan para pengancam keamanan negara.

 

Mantan Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror ini jelas adalah musuh sekaligus ancaman besar bagi para teroris. Hal ini terlihat dari pernyataan Santoso alias Abu Wardah, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur.

 

Santoso dalam sebuah video yang diunggah ke akun media sosial atas nama Bahrun Naim Anggih Tamtomo (terduga teroris otak serangan Thamrin, Jakarta, Januari lalu), mengancam akan menghancurkan Markas Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, tempat Tito berdinas sejak Juni 2015. Serangan Thamrin terjadi berselang sebulan setelah video ancaman tersebut.

 

Pemegang penghargaan Adhi Makayasa alias lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1987 ini mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa saat menangkap Dr Azhari dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 2005 silam. Saat itu, Tito yang masih berpangkat Ajun Komisaris Besar mendapatkan satu melati tambahan di pundaknya dan resmi berpangkat Komisaris Besar.

 

Selain itu, Tito juga adalah salah satu perwira yang tergabung dalam tim penumpasan jaringan teroris Noordin M Top pada 2009 lalu. Tak heran jika dia dipandang sebagai pemburu berbahaya, seperti pemangsa karnivora di rantai makanan teratas, oleh para teroris yang sempat kehilangan arah setelah pimpinannya satu per satu lumpuh di tangan Tito.

 

Kini sisa-sisa jaringan lama, seperti diungkapkan oleh Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti, bergerak dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Salah satu buron yang dianggap berbahaya dan belum kunjung tertangkap tak lain adalah sosok yang mengancam Tito sendiri, Santoso.

 

Namun Tito justru menyatakan akan sering menyambangi basis pergerakan si teroris di Sulawesi Tengah. “Fokus saya penegakan hukum, jangan sampai ada serangan teror. Saya mungkin nanti akan lebih banyak turun ke Poso,” ujarnya.

 

Dia juga mengatakan pengalamannya di bidang terorisme akan sangat membantu dalam menjalankan tugasnya yang baru. Dia mengakui, terorisme bukan hal baru lagi bagi dirinya. Terlebih ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Pencegahan di BNPT selama hampir dua tahun.

 

“Saya menangani terorisme sudah cukup lama sejak 1998. Jaringan terorisme ini bukan orang baru. Saya pernah beroperasi di Poso juga selama 1,5 tahun,” tuturnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/