26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Total 25 WNI Jadi Korban, Lima Orang Sempat Kabur Duluan, Korban TPPO Dijemur dan Disetrum

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – WNI korban kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar memang telah diselamatkan. Kini muncul fakta terbaru, jumlahnya bukan hanya 20 WNI namun 25 WNI. Lima WNI sempat kabur dari perusahaan yang memperbudaknya. Yang mengerikan, puluhan WNI mendapatkan penyiksaan selama bekerja.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menuturkan, setelah 20 WNI berhasil diselamatkan, diketahui ternyata ada lima WNI lain yang menjadi korban. Lima WNI ini berhasil kabur ke Thailand. “Jadi total korban di Myanmar 25 WNI,” paparnyan

Saat ini 25 WNI itu masih dalam proses pemulangan dari Thailand. Pemerintah Thailand sedang melakukan proses identifikasi dan harapannya segera bisa pulang ke Indonesia. “Petugas kepolisian mendampingi di Thailand,” urainya.

Dari proses penyelidikan dan penyidikan, lanjutnya, diketahui bahwa 25 WNI tersebut mendapatkan penyiksaan selama bekerja di perusahaan tersebut. Menurutnya, 25 WNI ini dipekerjakan dengan target tertentu. Bila target tidak dicapai, maka mendapatkan hukuman dari dijemur, lari berkeliling, dipukuli, disiksa dan bahkan disetrum listrik. “Kalau targetnya menipu warga Kanada dan Amerika Serikat tercapai baru tidak dihukum,” ujarnya.

Dia mengatakan, para WNI ini dipekerjakan melakukan scamming kepada warga Kanada dan Amerika Serikat. Dengan mendapatkan data dari media sosial. “Bahkan perusahaannya menyediakan berbagai alat untuk penerjemahan, untuk komunikasi. Tinggal copy paste, WNI ini banyak yang tidak bisa bahasa inggris,” jelasnya.

Para WNI tersebut memang dibohongi dengan janji-janji manis saat ditawari bekerja. Diantaranya, mendapatkan gaji antara Rp12 juta hingga Rp15 juta. Diperbolehkan libur dua minggu setelah dua bulan bekerja. “Namun kenyataannya, justru tidak digaji. Ada yang digaji tapi hanya Rp3 juta. Lalu, tidak ada libur sama sekali. Mereka dipaksa menandatangani kontrak kerja berbahasa China, yang mereka tidak bisa pahami,” urainya.

Dari 25 WNI tersebut, 16 orang WNI diantaranya direkrut oleh Andri Satria Nugraha dan Anita Setia Dewi. Lalu, sembilan WNI lainnya diduga direkrut oleh pelaku lainnya berinisial RE. “Kami masih melakukan pendalaman untuk pelaku lainnya ini,” paparnya.

Dia mengatakan, segera setelah 25 WNI ini bisa kembali ke Indonesia, upaya pembuktian terhadap RE bisa dilakukan. Sehingga, pelaku yang terlibat akan bertanggungjawab atas perbuatannya. Untuk modus pengiriman 25 WNI, diketahui bahwa mereka dikirim beberapa gelombang. Dia mengatakan, para pelaku ini saat berada di Jakarta sempat ditempatkan di apartemen. Apartemen itu merupakan milik tersangka Andri dan Anita. “Itu juga lokasi penangkapan keduanya di Bekasi, Jawa Barat,” paparnya.

Selanjutnya, para korban terbang ke Thailand atau Myanmar dengan menggunakan visa wisata. Cara untuk mengelabui petugas imigrasi dengan menyertakan surat keterangan dari perusahaan dan name tage perusahaan. “Para korban juga dibekali tiket PP Indonesia Thailand. Seakan-akan mereka sedang interview pekerjaan, kalau diterima nanti mengurus visa bekerja,” urainya.

Setelah tiba di Thailand atau Myanmar, nantinya akan ada orang yang menjemput para korban. Lantas, dibawa ke lokasi perusahaan yang berada di wilayah konflik itu. “Barulah para WNI ini mengetahui, mereka ditipu para tersangka,” jelasnya.

Pada bagian lain, Sekretaris II Pelaksana Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Manila Nona Siska Novianti mengungkapkan, pihaknya telah bertemu dengan para WNI korban TPPO yang dipaksa bekerja di industri online scamming di Manila. Tim telah bertemu sebanyak tiga kali untuk melakukan pendataan. “Kami bertemu dengan yang ada di Clark, Pampanga,” ujarnya, kemarin (16/5).

Pada pendataan terakhir, jumlah WNI yang berhasil diamankan dari perusahaan online scamming berjumlah 242 orang. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya 154 orang. Adapun 242 orang tersebut terdiri dari 2 orang tersangka yang berada didetensi Kepolisian Filipina, Manila; 14 saksi di safe house IACAT, Manila; dan 226 WNI lainnya yang berada di asrama perusahaan, di Clark, Pampanga. “Iya (bertambah, Red), mengingat di perusahaan ini pekerjanya lebih dari seribu orang, jadi butuh waktu juga untuk mengidentifikasi mana yang WNI,” paparnya.

Disinggung soal daerah asal para korban WNI, Nona mengaku belum bisa memberikan statistiknya lantaran pendataan baru saja rampung. Namun, jika diperhatikan sekilas, banyak diantara mereka yang berasal dari Sumatera. Seperti Medan, Palembang, Riau, Batam, dan Tanjung pinang.

Selain itu, dalam pendataan yang berjalan, diketahui jika ratusan WNI yang menjadi korban TPPO ini tak hanya berangkat dari Indonesia saja. Ada pula dari mereka yang merupakan pindahan dari Dubai. “Sepengetahuan kami untuk kasus di Clark ini, memang perusahaannya yang pindah tempat operasi. Jadi beberapa pekerja dibawa pindah ke Filipina,” ungkapnya.

Terkait daerah asal para korban WNI ini, hampir sama dengan data yang dimiliki oleh Migrant Care. Dari catatan 2022 lalu, korban kasus online scamming dan judi online terbanyak berasal dari Sumatera Utara 108 orang, Jawa Barat 24 orang, Jawa Tengah 18 orang, Jawa Timur 14 orang, dan Kalimantan Barat 11 orang.

Kemudian, untuk negara tujuan paling banyak Kamboja dengan 195 orang, Myanmar 5 orang, Laos 6 orang, Filipina 1 orang. Jumlah ini, hanya sebagian dari yang mengadu. “Target market penipuan mereka adalah Eropa, Asia dan keluarga terdekat,” ujar Executive Director Migrant Care Wahyu Susilo.

Menurutnya, mereka sejatinya ditawari untuk menjadi customer service, admin, dan input data dengan gaji yang wah. Nyatanya, saat tiba di negara tujuan, mereka diminta melakukan kejahatan siber dengan tujuan penipuan untuk menghasilkan uang. Di sana pun, bukan gaji besar yang diperoleh. Tapi, siksaan apabila target mereka tak terpenuhi. Bahkan, tak jarang mereka diancam akan dilelang ke perusahaan lain jika tak perform. (idr/mia/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – WNI korban kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar memang telah diselamatkan. Kini muncul fakta terbaru, jumlahnya bukan hanya 20 WNI namun 25 WNI. Lima WNI sempat kabur dari perusahaan yang memperbudaknya. Yang mengerikan, puluhan WNI mendapatkan penyiksaan selama bekerja.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menuturkan, setelah 20 WNI berhasil diselamatkan, diketahui ternyata ada lima WNI lain yang menjadi korban. Lima WNI ini berhasil kabur ke Thailand. “Jadi total korban di Myanmar 25 WNI,” paparnyan

Saat ini 25 WNI itu masih dalam proses pemulangan dari Thailand. Pemerintah Thailand sedang melakukan proses identifikasi dan harapannya segera bisa pulang ke Indonesia. “Petugas kepolisian mendampingi di Thailand,” urainya.

Dari proses penyelidikan dan penyidikan, lanjutnya, diketahui bahwa 25 WNI tersebut mendapatkan penyiksaan selama bekerja di perusahaan tersebut. Menurutnya, 25 WNI ini dipekerjakan dengan target tertentu. Bila target tidak dicapai, maka mendapatkan hukuman dari dijemur, lari berkeliling, dipukuli, disiksa dan bahkan disetrum listrik. “Kalau targetnya menipu warga Kanada dan Amerika Serikat tercapai baru tidak dihukum,” ujarnya.

Dia mengatakan, para WNI ini dipekerjakan melakukan scamming kepada warga Kanada dan Amerika Serikat. Dengan mendapatkan data dari media sosial. “Bahkan perusahaannya menyediakan berbagai alat untuk penerjemahan, untuk komunikasi. Tinggal copy paste, WNI ini banyak yang tidak bisa bahasa inggris,” jelasnya.

Para WNI tersebut memang dibohongi dengan janji-janji manis saat ditawari bekerja. Diantaranya, mendapatkan gaji antara Rp12 juta hingga Rp15 juta. Diperbolehkan libur dua minggu setelah dua bulan bekerja. “Namun kenyataannya, justru tidak digaji. Ada yang digaji tapi hanya Rp3 juta. Lalu, tidak ada libur sama sekali. Mereka dipaksa menandatangani kontrak kerja berbahasa China, yang mereka tidak bisa pahami,” urainya.

Dari 25 WNI tersebut, 16 orang WNI diantaranya direkrut oleh Andri Satria Nugraha dan Anita Setia Dewi. Lalu, sembilan WNI lainnya diduga direkrut oleh pelaku lainnya berinisial RE. “Kami masih melakukan pendalaman untuk pelaku lainnya ini,” paparnya.

Dia mengatakan, segera setelah 25 WNI ini bisa kembali ke Indonesia, upaya pembuktian terhadap RE bisa dilakukan. Sehingga, pelaku yang terlibat akan bertanggungjawab atas perbuatannya. Untuk modus pengiriman 25 WNI, diketahui bahwa mereka dikirim beberapa gelombang. Dia mengatakan, para pelaku ini saat berada di Jakarta sempat ditempatkan di apartemen. Apartemen itu merupakan milik tersangka Andri dan Anita. “Itu juga lokasi penangkapan keduanya di Bekasi, Jawa Barat,” paparnya.

Selanjutnya, para korban terbang ke Thailand atau Myanmar dengan menggunakan visa wisata. Cara untuk mengelabui petugas imigrasi dengan menyertakan surat keterangan dari perusahaan dan name tage perusahaan. “Para korban juga dibekali tiket PP Indonesia Thailand. Seakan-akan mereka sedang interview pekerjaan, kalau diterima nanti mengurus visa bekerja,” urainya.

Setelah tiba di Thailand atau Myanmar, nantinya akan ada orang yang menjemput para korban. Lantas, dibawa ke lokasi perusahaan yang berada di wilayah konflik itu. “Barulah para WNI ini mengetahui, mereka ditipu para tersangka,” jelasnya.

Pada bagian lain, Sekretaris II Pelaksana Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Manila Nona Siska Novianti mengungkapkan, pihaknya telah bertemu dengan para WNI korban TPPO yang dipaksa bekerja di industri online scamming di Manila. Tim telah bertemu sebanyak tiga kali untuk melakukan pendataan. “Kami bertemu dengan yang ada di Clark, Pampanga,” ujarnya, kemarin (16/5).

Pada pendataan terakhir, jumlah WNI yang berhasil diamankan dari perusahaan online scamming berjumlah 242 orang. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya 154 orang. Adapun 242 orang tersebut terdiri dari 2 orang tersangka yang berada didetensi Kepolisian Filipina, Manila; 14 saksi di safe house IACAT, Manila; dan 226 WNI lainnya yang berada di asrama perusahaan, di Clark, Pampanga. “Iya (bertambah, Red), mengingat di perusahaan ini pekerjanya lebih dari seribu orang, jadi butuh waktu juga untuk mengidentifikasi mana yang WNI,” paparnya.

Disinggung soal daerah asal para korban WNI, Nona mengaku belum bisa memberikan statistiknya lantaran pendataan baru saja rampung. Namun, jika diperhatikan sekilas, banyak diantara mereka yang berasal dari Sumatera. Seperti Medan, Palembang, Riau, Batam, dan Tanjung pinang.

Selain itu, dalam pendataan yang berjalan, diketahui jika ratusan WNI yang menjadi korban TPPO ini tak hanya berangkat dari Indonesia saja. Ada pula dari mereka yang merupakan pindahan dari Dubai. “Sepengetahuan kami untuk kasus di Clark ini, memang perusahaannya yang pindah tempat operasi. Jadi beberapa pekerja dibawa pindah ke Filipina,” ungkapnya.

Terkait daerah asal para korban WNI ini, hampir sama dengan data yang dimiliki oleh Migrant Care. Dari catatan 2022 lalu, korban kasus online scamming dan judi online terbanyak berasal dari Sumatera Utara 108 orang, Jawa Barat 24 orang, Jawa Tengah 18 orang, Jawa Timur 14 orang, dan Kalimantan Barat 11 orang.

Kemudian, untuk negara tujuan paling banyak Kamboja dengan 195 orang, Myanmar 5 orang, Laos 6 orang, Filipina 1 orang. Jumlah ini, hanya sebagian dari yang mengadu. “Target market penipuan mereka adalah Eropa, Asia dan keluarga terdekat,” ujar Executive Director Migrant Care Wahyu Susilo.

Menurutnya, mereka sejatinya ditawari untuk menjadi customer service, admin, dan input data dengan gaji yang wah. Nyatanya, saat tiba di negara tujuan, mereka diminta melakukan kejahatan siber dengan tujuan penipuan untuk menghasilkan uang. Di sana pun, bukan gaji besar yang diperoleh. Tapi, siksaan apabila target mereka tak terpenuhi. Bahkan, tak jarang mereka diancam akan dilelang ke perusahaan lain jika tak perform. (idr/mia/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/