BELITUNG, SUMUTPOS.CO – Banjir dahsyat melanda Belitung dan Belitung Timur sejak akhir pekan lalu. Beberapa sungai meluap dan membuat puluhan buaya muara yang terkenal ganas kini memasuki kampung-kampung.
“Sepanjang usia Bangka-Belitung 47 tahun ini baru pertama kali terjadi bencana alam yang hebat ini, demikian pula bagi masyarakat Bangka-Belitung.”
Warga Bangka-Belitung, khususnya mereka yang tinggal di kabupaten Belitung dan Belitung Timur, memang tidak pernah menyangka hujan lebat yang melanda daerah mereka tiga hari terakhir ini akan menimbulkan banjir sedahsyat sekarang.
Tetapi sebagaimana laporan Ozzie di Radio BFM Bangka-Belitung ketika dihubungi, Minggu malam (16/7), debit hujan yang sangat tinggi bukan satu-satunya hal yang menyebabkan banjir terparah dalam sejarah kepulauan ini, tetapi juga karena kerusakan alam akibat penambangan timah dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit secara membabibuta. Buaya-buaya sungai yang terkenal ganas pun kini memasuki perkampungan warga.
“Bitung memiliki dua kabupaten, Belitung dan Belitung Timur, yang keduanya terdampak banjir yang sangat hebat dan ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kami karena biasanya dikenal aman dari bencana banjir seperti ini. Ini disebabkan oleh hujan yang sangat ekstrem dalam beberapa hari terakhir, bukan karena kenaikan air sungai atau lainnya. Namun kondisi alam di kampung kami memang semakin parah oleh eksplorasi pertambangan timah dan perkebunan sawit yang membuat hutan berubah fungsi dan tanah tidak lagi bisa menyerap debit hujan yang sangat tinggi… Nah di daerah tempat Pak Ahok ini terkenal dengan buaya muara yang ganas. Sekarang ini banyak bermunculan buaya di rumah penduduk tapi kami belum dapat laporan adanya korban yang jatuh dimangsa buaya,” papar Ozzie.
Kepala Pusat Data Informasi & Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam pernyataan tertulisnya menyatakan hujan yang turun memang tergolong ekstrem yaitu sekitar 653 mm/hari, yang melebihi rata-rata hujan bulanan. Namun banjir tidak saja disebabkan karena ketidakmampuan sistem drainase dan sungai beserta anak-anak sungai jelas menampung curah hujan yang sangat tinggi itu, tetapi juga akibat meningkatnya degradasi lingkungan.
Meruyaknya usaha pertambangan yang tidak didukung upaya perbaikan lingkungan menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan. “Air menjadi keruh karena partikel lumpur sukar meresap ke tanah dan sungai yang dangkal akibat aktivitas pertambangan membuat daya tamping sungai semakin berkurang.”
Hal senada disampaikan Ozzie. “Saya harus menambahkan kalimat betul karena memang kondisi yang sebenarnya begitu. Masyarakat melakukan penambangan timah secara sporadis dan menyebabkan lubang-lubang sangat besar di sepanjang sungai. Meskipun ada reklamasi dari PT Timah tetapi tetap tidak sebanding dengan kerusakan alam yang terjadi. Ini baru terjadi wilayah pertambangan darat. Sekarang PT Timah sedang berusaha masuk ke pertambangan laut, meskipun wilayah Bangka ini sudah rusak sama sekali. Mereka sekarang sedang getol-getolnya membuat zonasi pertambangan timah, dan ini jelas akan semakin merusak laut Belitung. Bisa dibayangkan perkebunan-perkebunan sawit di sini dimiliki oleh pengusaha-pengusaha Malaysia dan membuat hutan kita berubah fungsi.”
Ketika ditanya apakah Pemda tidak membuat kebijakan strategis yang mengatur aktivitas penambangan timah dan pembukaan lahan sawit yang lebih tegas, Ozzie menambahkan, “Pemda sudah melakukan berbagai kebijakan, tetapi mungkin sifatnya lunak pada pengusaha. Warga kampung kami sudah melakukan aksi demonstrasi terhadap pemilik hutan tanaman industri agar tidak lagi membuka perkebunan raksasa. Tetapi faktanya ini tetap terjadi.”
Hingga laporan ini disampaikan sedikitnya ada tujuh kecamatan di kabupaten Belitung Timur yang masih dilanda banjir, yaitu Simpang Renggiang, Kepala Kampit, Dendang, Damar, Gantung, dan Manggar. Sementara di kabupaten Belitung, banjir melanda empat kecamatan yaitu Tanjung Pandan, Membalong, Sijuk dan Badau. Akses ke beberapa daerah itu terputus karena jalan tidak bisa dilalui akibat ketinggian banjir yang mencapai antara 2-3 meter. Tiga jembatan juga dilaporkan putus yaitu jembatang Kampung Gunung, jembatan Batu Penyok dan jembatan Bantan.
Warga setempat mengatakan sangat membutuhkan bantuan tenaga relawan dari luar dan perahu karet yang bisa membantu mereka keluar dari daerah yang dilanda banjir. Sekaligus mengakses daerah-daerah yang kini mulai kekurangan pasokan makanan dan obat-obatan. Â (voa)