26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Teller Menyudutkan, Malinda Diperlakukan Spesial

JAKARTA- Terdakwa penggelapan dana nasabah dan money laundering Inong Malinda Dee semakin tersudut. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (16/11), Dwi Herawati sebagai teller menyebutkan bahwa dirinya tak berdaya dengan perintah Malinda untuk mentransfer. Alasannya, Malinda selalu mengklaim telah seizin nasabah.
“Saya menerima form transfer dari Malinda sudah ada tanda tangan nasabah,” kata Dwi. Saat itu, perempuan berambut panjang itu lantas bertanya kepada Malinda di mana nasabah yang bersangkutan. Sosialita 49 tahun itu menyebutkan bahwa nasabah ada di ruangannya.

Dwi mengakui, memproses permohonan transfer tanpa nasabah yang bersangkutan sejatinya melanggar aturan. Namun, karena dia mempercayai Malinda, Dwi tetap memprosesnya. Apalagi tanda tangan yang dibubuhkan di form juga cocok. Terkadang istri siri Andhika Gumilang itu meyakinkan dirinya bahwa nasabah sudah ditelepon dan setuju.
Jaksa penuntut umum (JPU) Helmi lantas bertanya kepada Dwi, apakah dia melihat Malinda menelpon? Dwi menggeleng. “Saya tidak melihatnya. Malinda mengatakan sudah menelpon nasabah itu saja,” kata Dwi. Dwi merupakan salah seorang dari tiga teller Citibank yang ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap berkongkalikong dengan Malinda.

Dwi mengaku curiga dengan Malinda. Sebab, perempuan kelahiran Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, itu berkali-kali melakukannya. Dia tahu karena dirinya sangat mengenal betul tulisan Malinda. “Di Citibank terkadang itu sudah biasa jika ada nasabah Citigold mempercayakan transfer kepada AO (Account Officer, Red.),” katanya.

Namun, Dwi mengakui bahwa dirinya kerap menerima duit dari Malinda. Jumlahnya sekitar Rp1 juta. Tapi, Malinda tidak pernah mengatakan apa-apa. “Katanya sih bonus,” ujar Dwi.

Dalam persidangan kemarin, Malinda tampaknya merasa tidak cukup dikawal para jaksa. Dia menyewa delapan bodyguard yang mendampinginya saat berjalan dari ruang tahanan pengadilan menuju ruang sidang. Para pengawal itu tak jarang menghardik wartawan yang terlalu lama memotret Malinda.

Mantan Relationship Manager Citibank cabang Landmark itu juga mendapat perlakuan spesial saat ditahan menunggu sidang dimulai. Dia tidak ditempatkan di sel umumnya terdakwa yang kecil dan pengap. Malinda menempati ruang kantor Badan Pemasyarakatan (Bapas) yang lebih bersih dan ber-AC.

Meskipun begitu, Malinda bukan satu-satunya orang yang pernah ditempatkan di situ.

Jaksa dulu juga pernah menahan terpidana pembunuhan berencana Antasari Azhar di ruangan tersebut. Pengacara Malinda, Batara Simbolon, mengakui pihaknya meminta ditempatkan di ruangan tersebut.
“Ini alasan kemanusiaan. Sebab, dia bisa bermasalah lagi bila terlalu kepanasan,” kata Batara. “Kalau dia sakit, persidangan juga akan terhambat kan. Lagi pula, itu secara resmi kami ajukan ke Kejaksaan Negeri,” imbuhnya. (aga/jpnn)

JAKARTA- Terdakwa penggelapan dana nasabah dan money laundering Inong Malinda Dee semakin tersudut. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (16/11), Dwi Herawati sebagai teller menyebutkan bahwa dirinya tak berdaya dengan perintah Malinda untuk mentransfer. Alasannya, Malinda selalu mengklaim telah seizin nasabah.
“Saya menerima form transfer dari Malinda sudah ada tanda tangan nasabah,” kata Dwi. Saat itu, perempuan berambut panjang itu lantas bertanya kepada Malinda di mana nasabah yang bersangkutan. Sosialita 49 tahun itu menyebutkan bahwa nasabah ada di ruangannya.

Dwi mengakui, memproses permohonan transfer tanpa nasabah yang bersangkutan sejatinya melanggar aturan. Namun, karena dia mempercayai Malinda, Dwi tetap memprosesnya. Apalagi tanda tangan yang dibubuhkan di form juga cocok. Terkadang istri siri Andhika Gumilang itu meyakinkan dirinya bahwa nasabah sudah ditelepon dan setuju.
Jaksa penuntut umum (JPU) Helmi lantas bertanya kepada Dwi, apakah dia melihat Malinda menelpon? Dwi menggeleng. “Saya tidak melihatnya. Malinda mengatakan sudah menelpon nasabah itu saja,” kata Dwi. Dwi merupakan salah seorang dari tiga teller Citibank yang ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap berkongkalikong dengan Malinda.

Dwi mengaku curiga dengan Malinda. Sebab, perempuan kelahiran Pangkal Pinang, Kepulauan Riau, itu berkali-kali melakukannya. Dia tahu karena dirinya sangat mengenal betul tulisan Malinda. “Di Citibank terkadang itu sudah biasa jika ada nasabah Citigold mempercayakan transfer kepada AO (Account Officer, Red.),” katanya.

Namun, Dwi mengakui bahwa dirinya kerap menerima duit dari Malinda. Jumlahnya sekitar Rp1 juta. Tapi, Malinda tidak pernah mengatakan apa-apa. “Katanya sih bonus,” ujar Dwi.

Dalam persidangan kemarin, Malinda tampaknya merasa tidak cukup dikawal para jaksa. Dia menyewa delapan bodyguard yang mendampinginya saat berjalan dari ruang tahanan pengadilan menuju ruang sidang. Para pengawal itu tak jarang menghardik wartawan yang terlalu lama memotret Malinda.

Mantan Relationship Manager Citibank cabang Landmark itu juga mendapat perlakuan spesial saat ditahan menunggu sidang dimulai. Dia tidak ditempatkan di sel umumnya terdakwa yang kecil dan pengap. Malinda menempati ruang kantor Badan Pemasyarakatan (Bapas) yang lebih bersih dan ber-AC.

Meskipun begitu, Malinda bukan satu-satunya orang yang pernah ditempatkan di situ.

Jaksa dulu juga pernah menahan terpidana pembunuhan berencana Antasari Azhar di ruangan tersebut. Pengacara Malinda, Batara Simbolon, mengakui pihaknya meminta ditempatkan di ruangan tersebut.
“Ini alasan kemanusiaan. Sebab, dia bisa bermasalah lagi bila terlalu kepanasan,” kata Batara. “Kalau dia sakit, persidangan juga akan terhambat kan. Lagi pula, itu secara resmi kami ajukan ke Kejaksaan Negeri,” imbuhnya. (aga/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/