JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kucuran subsidi yang mencapai 60 persen dari biaya riil berangkat haji menjadi sorotan. Adanya subsidi tersebut bahkan bisa mencelakakan jemaah. Kemabruran proses ibadah haji jemaah jadi dipertanyakan. Karena dengan adanya subsidi itu, aspek istitoah atau berkemampuan secara finansial diragukan.
Sorotan tersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan di Jakarta, Rabu (17/8). Sorotan terhadap besarnya biaya subsidi berangkat haji itu mencuat setelah adanya pertemuan antara Wakil Presiden Ma’ruf Amin dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuan tersebut diungkap bahwa biaya haji riil sekitar Rp 100 juta. Sementara jemaah hanya membayar sekitar Rp 40 juta. Sisanya Rp 60 juta atau 60 persennya dibayar subsidi dari pengelolaan dana haji. Sehingga Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta pengelolaan pembiayaan haji tersebut ditinjau ulang. “Saya paham dengan apa yang disampaikan Pak Ma’ruf Amin. Bahwa biaya haji terlalu besar subsidinya, maka perlu pembahasan ulang,” kata Ismed.
Dia menekankan bahwa untuk mencapai kemabruran dalam berhaji, harus memenuhi aspek istitoah. Diantara aspek istitoah itu adalah mampu secara ekonomi. Jadi ketika biaya haji ada kucuran subsidi atau apapun istilahnya, maka bertentangan dengan aspek istitoah tersebut.
Dia mengatakan idealnya jemaah haji membayar biaya haji apa adanya. Jika merasa biaya haji terlalu mahal, resikonya kembali menabung terlebih dahulu. Sedangkan dengan sistem yang sekarang, Ismed mengatakan tidak ada transparansi. Karena biaya subsidi dihitung gelondongan. Besarannya subsidinya sama untuk semua jemaah. Padahal masing-masing jemaah lama antrinya berbeda-beda.
Ismed menyoroti sistem kucuran oleh BPKH yang dinilai belum transparan. Seharusnya setiap jemaah mendapatkan hasil pengelolaan sesuai dengan durasi antriannya. Jangan sampai subsidi yang diberikan itu ternyata ada nilai manfaat dari calon jemaah yang belum berangkat.
“Ini kan ada unsur dzalim. Karena menggunakan nilai manfaat jemaah yang masih antri,” tuturnya. Dia berharap ke depan BPKH lebih transparan. Kemudian Ismed berpesan supaya pemerintah, BPKH, dan DPR tidak perlu takut menyampaikan besaran biaya haji ke masyarakat. Tidak seperti sekarang, memberikan subsidi biaya haji tinggi, untuk menjaga biaya haji yang ditanggung jemaah tidak terlalu besar. Tujuannya supaya seolah-olah pemerintah dan DPR perhatian terhadap umat Islam. Padahal kata Ismed, bisa mencelakakan jemaah karena tidak mendapatkan kemabruran.
Di bagian lain Kepala BPKH Anggito Abimanyu masih belum bersedia memberikan penjelasan mengenai hasil pertemuan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin tersebut. Khususnya mengenai besarnya subsidi biaya haji yang memengaruhi keuangan BPKH. “Masih confidential,” kata Anggito.
Sebelumnya poin-poin bahasan pertemuan Ma’ruf Amin dengan BPKH disampaikan Masduki Baidlowi selaku juru bicara Wakil Presiden. Masduki mengatakan subsidi biaya haji mencapai 60 persen. “Nah kalau disubsidi dan subsidinya mencapai 60 persen, itu bukan orang yang kuat bayar, tetapi kuat (karena) subsidi. Itu yang menjadi perhatian Wapres,” kata Masduki.
Berharap Kelonggaran Usia
Pemerintah Indonesia tidak hanya berharap supaya biaya haji yang dipatok Saudi diturunkan tahun depan. Tetapi juga berharap ada pelonggaran usia jamaah haji. Tahun ini Saudi membatasi usia jamaah haji maksimal 65 tahun. Akibatnya banyak calon jamaah yang sudah bertahun-tahun di antrean, belum bisa berangkat.
Harapan supaya ada relaksasi ketentuan usia jamaah haji itu disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief. Dia mengatakan dengan adanya pembatasan usia haji seperti tahun ini, banyak jamaah yang tidak bisa diberangkatkan. Meskipun sejak awal sudah masuk pemberangkatan musim haji 2022.
“(Relaksasi usia) juga disampaikan oleh Menteri Agama kepada Menteri Haji dan umrah (Saudi). Agar meninjau ulang hal ini (usia maksimal jamaah haji),” katanya saat dihubungi kemarin (16/8). Hilman mengatakan adanya kelonggaran usia jamaah haji juga menjadi aspirasi dari masyarakat Indonesia. Pasalnya banyak calon jamaah haji yang mundur pemberangkatannya karena terbentur faktor usia.
Dengan adanya pembatasan usia tersebut, Kemenag berharap calon jamaah dengan usia lanjut bisa bersabar. Calon jamaah dengan usia lebih dari 65 tahun sebaiknya tidak buru-buru memutuskan menarik biaya pendaftaran haji. Sebab bisa jadi tahun depan pemerintah Arab Saudi tidak lagi memberlakukan pembatasan usia jamaah haji. Kemenag sudah menetapkan bahwa calon jamaah nomor porsi pemberangkatan tahun ini yang tertunda keberangkatan karena usia, menjadi prioritas tahun depan.
Selain urusan pembatasan usia, Hilman juga menyoroti penetapan kuota haji. Dia mengatakan kuota haji tahun ini hanya sekitar 54 persen dari kuota normal. Yaitu sebesar 100.051 jamaah dari kuota normal 221 ribu jamaah. Hilman mengatakan dengan kuota yang sekitar separuh itu, serta tidak ada pemberangkatan haji pada 2020 dan 2021, membuat antrian haji semakin panjang.
Saat menyambut kedatangan kloter terakhir di Solo Hilman berharap tahun depan kuota haji Indonesia bisa bertambah. Paling tidak dapat kembali mendekati 100 persen kuota tetap. Sehingga antrian haji bisa kembali lebih pendek. “Daftar tunggu yang awalnya 20 tahun kini menjadi 40 tahun. Yang tadinya 30 tahun menjadi 60 tahun,” tuturnya.
Soal kuota haji juga menjadi sorotan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengatakan pemerintah Indonesia harus terus berkoordinasi dengan pemerintah Saudi. “Agar kuota jamaah haji yang diberangkatkan bisa bertambah,” katanya.
Bamsoet mengatakan, saat ini total calon jamaah haji yang ada di dalam daftar tunggu atau waiting list mencapai 5,2 juta orang. Jumlah ini berpotensi terus bertambah. Karena pendaftaran calon jamaah haji dibuka sepanjang tahun. Masyarakat yang ingin mendaftar dan mendapatkan nomor porsi haji, cukup setor uang muka Rp 25 juta/jamaah. (wan/jpg)