JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Para honorer kategori dua (K2) diingatkan untuk terus mengawal proses pengangkatan mereka menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya, menurut mantan Sekretaris Jenderal Forum Honorer Indonesia (Sekjen FHI) Eko Imam Suryanto,M.Psi, mekanisme pengangkatan honorer K2 menjadi CPNS cukup rumit.
Eko menyebut setidaknya ada tiga tahapan yang berpotensi membuat kisruh proses pengangkatan honorer K2.
Pertama, terkait payung hukum. Eko mengatakan, memang diperlukan payung hukum untuk penyelesaian honorer honorer K2 ini. Masalahnya, masa berlakunya PP No 56 Tahun 2012 tentang pengangkatan honorer sudah berakhir di tahun 2014.
“Belum lagi konten PP 56 Tahun 2014 yang mengamanahkan ada tes diantara sesama tenaga honorer. Tentunya ini semua tidak match dengan rencana Pak Yudi (yang menyatakan pengangkatan tanpa tes, red),” ujar Eko Imam dalam keterangannya kepada koran ini kemarin (18/9).
Kedua, terkait masalah seleksi administrasi dan verifikasi data honorer K2. Ditegaskan, verifikasi ini penting untuk memastikan tidak ada honorer K2 bodong yang ikut diusulkan pengangkatannya.
“Tapi masalah Verifikasi ini sangat pelik dan rumit. Pengalaman perjuangan saya dulu (jelang tes CPNS jalur honorer tahun 2013, red), di tahap inilah munculnya celah dimana honorer bodong lolos, sehingga menimbulkan masalah yang cukup rumit dan komplek,” ujar Eko, mantan pentolan honorer K2 yang kini sudah menjadi PNS di salah satu SMP Negeri di Medan.
Agar proses verifikasi oleh pemda tidak diwarnai permainan, Eko mengusulakn agar organisasi lain, seperti PGRI dan Organisasi Honorer, ikut dilibatkan. “Hal ini untuk meminimalisir munculnya penumpang gelap yang tidak diinginkan,” terangnya.
“Dalam hal ini saya menyarankan agar Organanisasi Honorer di tingkat daerah untuk lebih proaktif dan berani dalam mengawal kegiatan seleksi administrasi dan verifikasi ini. Karena di sinilah kunci awal semuanya,” imbuhnya lagi.
Ketiga, terkait keharusan adanya syarat Pengajuan Formasi Jabatan oleh kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). “Ini adalah tahapan yang menjadi bagian yang cukup sulit bagi kawan-kawan honorer,” ujar Eko.
Alasannya, Pemerintah Pusat secara implisit memberikan kewenangan penuh pada Pemerintah Daerah untuk mengusulkan honorernya menjadi CPNS. “Ibarat ular, dilepas kepala tapi ekornya tetap dipegang. Menurut saya ini hal yang sangat ambigu. Untuk itulah, di sinilah peran Pengurus Organisasi Daerah dan kawan-kawan honorer di daerah untuk bersatu padu dan solid melakukan pressure ke pemda masing masing,” saran dia. (sam)