26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

NasDem: Pilkada Langsung Memang Perlu Dievaluasi

KETERANGAN: Sekretaris Fraksi NasDem di DPR Saan Mustopa sat memberi keterangan kepada wartawan.
KETERANGAN: Sekretaris Fraksi NasDem di DPR Saan Mustopa sat memberi keterangan kepada wartawan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi NasDem Saan Mustopa mengakui pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung perlu dievaluasi. Bukan berarti dengan mengembalikan mekanisme Pilkada lewat DPRD.

”Misalnya (evaluasi) dari biaya politik yang tinggi, kita sepakat. Tapi kalau mengembalikan pilkada ke DPRD itu namanya set back, memutar arah jarum jam. Pilkada langsung itu jawaban atas banyaknya kelemahan saat pilkada dipilih DPRD,” kata Saan kepada Media Indonesia, Minggu, (17/11).

Lebih lanjut, kata Saan, pilkada melalui DPRD diyakini banyak menimbulkan masalah seperti oligarki. Juga pemilihan melalui DPRD akan membuat putra putri terbaik bangsa yang berkompeten tampil dalam kontestasi pilkada terbatas.

“Bisa juga kalau kepala daerah yang lahir dari pilkada melalui DPRD kurang peduli terhadap masyarakat di daerahnya,” tambahnya.

Kendati begitu, evaluasi tetap perlu dilakukan sebatas untuk mencarikan solusi mengenai kelemahan pilkada langsung seperti menyangkut biaya politik yang tinggi, adanya mahar politik ataupun politik uang.

Saan mencontohkan terkait sanksi pidana bagi calon kepala daerah yang terbukti memberi mahar politik kepada partai politik. Aturannya nanti, kata Saan, bisa saja dimajukan jauh ke depan yaitu bukan saat KPU telah menentukan calon kepala daerah seperti aturan yang berlaku saat ini.

”Jadi, pidananya ditarik jauh ke depan, bukan saat KPU menentukan calon (kepala daerah), tapi sebelum ditetapkan sebagai calon, itu bisa gandeng PPATK, atau aparat yang lainnya, jadi KPU-Bawaslu bisa memprosesnya,” terangnya.

Sebagai informasi, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sempat melontarkan usulannya unthk mengevaluasi kembali sistem pilkada langsung. Tito menilai sistem pilkada saat ini memakan biaya politik yang tinggi.

Lantaran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian belum menyampaikan secara resmi usulannya untuk mengevaluasi sistem pilkada langsung kepada Komisi II DPR RI, kata Saan, pihaknya pun masih belum menindaklanjutinya. Namun, jika Mendagri telah menyampaikan usulannya tersebut secara resmi, Komisi II akan segera membahasnya lebih lanjut.

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR lainnya dari Fraksi PPP Arwani Thomafi mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik terkait keinginan Mendagri untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan pilkada langsung. Komisi II pun nantinya akan melakukan kajian terkait hal tersebut.

”Komisi II tentu akan melakukan kajian. Komisi II juga memasukkan revisi UU Pilkada dalam Usulan Prolegnas Prioritas 2020,” katanya.

Lebih lanjut, Arwani menyampaikan bahwa harus dibedakan antara evaluasi dan mengganti pemilihan secara langsung dengan pemilihan melalui DPRD. Menurutnya, evaluasi wajib dilakukan untuk terus memperbaiki sistem pilkada yang ada saat ini.

”Apakah harus juga termasuk mengganti dipilih langsung atau dipilih DPRD, itu pilihan. Yang terpenting adalah bagaimana menjawab problem besar pilkada langsung seperti maraknya money politic, anggaran negara yang sangat besar, banyak kepala daerah yang tersangkut kasus hukum, konflik di masyarakat dan lainnya,” tuturnya. (bbs/azw)

KETERANGAN: Sekretaris Fraksi NasDem di DPR Saan Mustopa sat memberi keterangan kepada wartawan.
KETERANGAN: Sekretaris Fraksi NasDem di DPR Saan Mustopa sat memberi keterangan kepada wartawan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi NasDem Saan Mustopa mengakui pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung perlu dievaluasi. Bukan berarti dengan mengembalikan mekanisme Pilkada lewat DPRD.

”Misalnya (evaluasi) dari biaya politik yang tinggi, kita sepakat. Tapi kalau mengembalikan pilkada ke DPRD itu namanya set back, memutar arah jarum jam. Pilkada langsung itu jawaban atas banyaknya kelemahan saat pilkada dipilih DPRD,” kata Saan kepada Media Indonesia, Minggu, (17/11).

Lebih lanjut, kata Saan, pilkada melalui DPRD diyakini banyak menimbulkan masalah seperti oligarki. Juga pemilihan melalui DPRD akan membuat putra putri terbaik bangsa yang berkompeten tampil dalam kontestasi pilkada terbatas.

“Bisa juga kalau kepala daerah yang lahir dari pilkada melalui DPRD kurang peduli terhadap masyarakat di daerahnya,” tambahnya.

Kendati begitu, evaluasi tetap perlu dilakukan sebatas untuk mencarikan solusi mengenai kelemahan pilkada langsung seperti menyangkut biaya politik yang tinggi, adanya mahar politik ataupun politik uang.

Saan mencontohkan terkait sanksi pidana bagi calon kepala daerah yang terbukti memberi mahar politik kepada partai politik. Aturannya nanti, kata Saan, bisa saja dimajukan jauh ke depan yaitu bukan saat KPU telah menentukan calon kepala daerah seperti aturan yang berlaku saat ini.

”Jadi, pidananya ditarik jauh ke depan, bukan saat KPU menentukan calon (kepala daerah), tapi sebelum ditetapkan sebagai calon, itu bisa gandeng PPATK, atau aparat yang lainnya, jadi KPU-Bawaslu bisa memprosesnya,” terangnya.

Sebagai informasi, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sempat melontarkan usulannya unthk mengevaluasi kembali sistem pilkada langsung. Tito menilai sistem pilkada saat ini memakan biaya politik yang tinggi.

Lantaran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian belum menyampaikan secara resmi usulannya untuk mengevaluasi sistem pilkada langsung kepada Komisi II DPR RI, kata Saan, pihaknya pun masih belum menindaklanjutinya. Namun, jika Mendagri telah menyampaikan usulannya tersebut secara resmi, Komisi II akan segera membahasnya lebih lanjut.

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR lainnya dari Fraksi PPP Arwani Thomafi mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik terkait keinginan Mendagri untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan pilkada langsung. Komisi II pun nantinya akan melakukan kajian terkait hal tersebut.

”Komisi II tentu akan melakukan kajian. Komisi II juga memasukkan revisi UU Pilkada dalam Usulan Prolegnas Prioritas 2020,” katanya.

Lebih lanjut, Arwani menyampaikan bahwa harus dibedakan antara evaluasi dan mengganti pemilihan secara langsung dengan pemilihan melalui DPRD. Menurutnya, evaluasi wajib dilakukan untuk terus memperbaiki sistem pilkada yang ada saat ini.

”Apakah harus juga termasuk mengganti dipilih langsung atau dipilih DPRD, itu pilihan. Yang terpenting adalah bagaimana menjawab problem besar pilkada langsung seperti maraknya money politic, anggaran negara yang sangat besar, banyak kepala daerah yang tersangkut kasus hukum, konflik di masyarakat dan lainnya,” tuturnya. (bbs/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/