25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Usai Resmi Menjabat Hakim MK, Arsul Sani Bersedia Tak Ikut Sengketa Pemilu

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Arsul Sani resmi menjabat hakim konstitusi menggantikan Wahidudin Adams usai mengucapkan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta kemarin. Latar belakangnya sebagai politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan anggota DPR RI memantik keraguan sejumlah pihak.

Menanggapi hal itu, Arsul menegaskan siap mengembalikan keraguan publik. Diakuinya, ada dua hal yang harus dia pegang, yakni independensi dan impersialitas.

Menurutnya, dua hal ini tidak hanya disampaikan, tapi juga harus dibuktikan. “Dibuktikan dalam kerja-kerja proses mengadili perkara, yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK),” katanya.

Menurutnya, kepercayaan publik merupakan modal utama bagi lembaga yudisial. Seperti diketahui, dalam waktu belakangan ada sentimen negatif kepada MK. Terutama ketika memutuskan aturan yang diduga menguntungkan individu untuk menjadi calon wakil presiden. “Modal utama ini harus dikuatkan secara terus menerus dan tidak sebaliknya tergerus,” ungkapnya.

Ditemui dalam acara penyambutan di MK, Arsul menegaskan dirinya tidak hanya mundur dari PPP. Dalam perkara tertentu, dia juga siap untuk tidak terlibat. Misalnya perselisihan hasil pemilu yang melibatkan partai PPP

“Sebaiknya tidak boleh saya terlibat dalam perkara PHPU yang menyangkut PPP,” tuturnya. Diakuinya, meski punya komitmen independen, prasangka publik harus dihindari.

Lantas, bagaimana dengan sengketa Pilpres? Arsul mengatakan, secara keenam calon presiden maupun wakilnya, tidak punya hubungan pribadi dengannya. Bukan juga kader PPP.

Namun jika dirasa perlu untuk tidak terlibat dalam perkara Pilpres, Arsul siap mengikutinya. Hal itu, tentu akan menjadi bahan pembicaraan dalam rapat permusyawaratan hakim.

“Apapun yang diputuskan saya sami’na waatokna (mentaati),” tegasnya.

Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih mengatakan, memang sudah seharunya hakim MK taat pada asas. Dalam kasus Arsul, kemungkinan besar memang tidak akan dilibatkan jika terkait PPP. “Dia tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP,” ujarnya.

Tak hanya Arsul, hal serupa juga berlaku terhadap Anwar Usman. Enny menyebut, Anwar tidak diperbolehkan menangani perkara PSI yang dipimpin ponakannya Kaesang Pangarap.

“Jadi memang sudah kami siapkan itu dengan sangat hati-hati,” tuturnya.

Kemudian untuk Pilpres, sejauh ini hanya Anwar yang dipastikan tidak dilibatkan. Sementara untuk Arsul, masih akan menunggu hasil rapat hakim.

Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menyerahkan hal itu ke mekanisme internal. Yang jelas, secara etik, jika ada potensi konflik kepentingan, maka penanganan perkara harus dihindari. Namun di sisi lain, harus juga dipastikan syarat kuorum dari setiap perkara. Sesuai ketentuan, perkara minimal ditangani tujuh hakim. (far/lyn/jpg/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Arsul Sani resmi menjabat hakim konstitusi menggantikan Wahidudin Adams usai mengucapkan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta kemarin. Latar belakangnya sebagai politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan anggota DPR RI memantik keraguan sejumlah pihak.

Menanggapi hal itu, Arsul menegaskan siap mengembalikan keraguan publik. Diakuinya, ada dua hal yang harus dia pegang, yakni independensi dan impersialitas.

Menurutnya, dua hal ini tidak hanya disampaikan, tapi juga harus dibuktikan. “Dibuktikan dalam kerja-kerja proses mengadili perkara, yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK),” katanya.

Menurutnya, kepercayaan publik merupakan modal utama bagi lembaga yudisial. Seperti diketahui, dalam waktu belakangan ada sentimen negatif kepada MK. Terutama ketika memutuskan aturan yang diduga menguntungkan individu untuk menjadi calon wakil presiden. “Modal utama ini harus dikuatkan secara terus menerus dan tidak sebaliknya tergerus,” ungkapnya.

Ditemui dalam acara penyambutan di MK, Arsul menegaskan dirinya tidak hanya mundur dari PPP. Dalam perkara tertentu, dia juga siap untuk tidak terlibat. Misalnya perselisihan hasil pemilu yang melibatkan partai PPP

“Sebaiknya tidak boleh saya terlibat dalam perkara PHPU yang menyangkut PPP,” tuturnya. Diakuinya, meski punya komitmen independen, prasangka publik harus dihindari.

Lantas, bagaimana dengan sengketa Pilpres? Arsul mengatakan, secara keenam calon presiden maupun wakilnya, tidak punya hubungan pribadi dengannya. Bukan juga kader PPP.

Namun jika dirasa perlu untuk tidak terlibat dalam perkara Pilpres, Arsul siap mengikutinya. Hal itu, tentu akan menjadi bahan pembicaraan dalam rapat permusyawaratan hakim.

“Apapun yang diputuskan saya sami’na waatokna (mentaati),” tegasnya.

Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih mengatakan, memang sudah seharunya hakim MK taat pada asas. Dalam kasus Arsul, kemungkinan besar memang tidak akan dilibatkan jika terkait PPP. “Dia tidak akan menyelesaikan panel yang berkaitan dengan PPP,” ujarnya.

Tak hanya Arsul, hal serupa juga berlaku terhadap Anwar Usman. Enny menyebut, Anwar tidak diperbolehkan menangani perkara PSI yang dipimpin ponakannya Kaesang Pangarap.

“Jadi memang sudah kami siapkan itu dengan sangat hati-hati,” tuturnya.

Kemudian untuk Pilpres, sejauh ini hanya Anwar yang dipastikan tidak dilibatkan. Sementara untuk Arsul, masih akan menunggu hasil rapat hakim.

Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menyerahkan hal itu ke mekanisme internal. Yang jelas, secara etik, jika ada potensi konflik kepentingan, maka penanganan perkara harus dihindari. Namun di sisi lain, harus juga dipastikan syarat kuorum dari setiap perkara. Sesuai ketentuan, perkara minimal ditangani tujuh hakim. (far/lyn/jpg/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/