25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

DPR Ketakutan Disadap KPK

Direktur Eksekutif Renaissance Political Research and Studies (RePORT), Khikmawanto menyatakan kepemimpinan Presiden Jokowi akan diuji lagi oleh partai-partai yang menyatakan diri mendukung pemerintah.

Dalam perjalanannya, menurut Khikmawanto, partai pendukung yang seharusnya mendukung apa yang menjadi kebijakan pemerintahan malah sebaliknya.

“Sangat terbuka peluang berbeda pendapat sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi. Termasuk perbedaan pandangan terkait dengan revisi UU KPK,” kata Khikmawanto, di Jakarta, Kamis (18/2).

Dijelaskannya, hampir mayoritas fraksi di DPR kecuali Gerindra, PKS, dan Demokrat menghendaki tetap adanya revisi UU KPK yang dinilai banyak orang usaha DPR melemahkan KPK.

“Ini memaksa Jokowi sepulang dari lawatannya akan melakukan evaluasi dari UU tersebut. Yang perlu dicatat pengusung usulan tersebut adalah partai-partai pendukung pemerintah bahkan partai penyokong utama presiden yakni PDIP paling getol menyuarakan agar UU KPK ini bisa direvisi,” ujarnya.

Kegaduhan, ujarnya, akan semakin luas karena dua hal. Pertama, potensi politik gaduh antara Presiden dengan DPR akan terulang manakala Presiden menolak melakukan revisi yang dimungkinkan melemahkan.

“Kedua, kegaduhan internal PDIP sebab sebagai partai utama pengusung Jokowi, malah menjadi aneh ketika Jokowi kontra dengan partainya. Hubungan PDIP-Jokowi saya yakin akan memanas. Selain, ini akan menjadi pergunjingan politik yang memakan waktu lama di publik, bahkan bisa melebar,” imbuhnya.

Terlepas dari itu, menurut Khikmawanto, ada dua masalah pokok yakni melawan kehendak rakyat atau mendukung usulan DPR dan ini sama artinya melawan kehendak rakyat.

“Saya yakin Pak Jokowi masih menjaga citra diri kepada rakyatnya mengingat ini masih masa-masa awal pemerintahan,” tukasnya.

Pengamat Politik IndoStrategi, Syarwi Pangi Chaniago mengingatkan kepemimpinan Jokowi kembali diuji oleh partai-partai yang mendukung pemerintah.

“Selama ini, sering kali kader partai penguasa terjerat kasus korupsi,” ujarnya, kemarin.

Kalau KPK kuat seperti sekarang, dia menambahkan, bukan mustahil PDIP sebagai partai penguasa bisa bernasib sama dengan partai Demokrat. Indikasi tersebut terlihat ketika dua legislator Fraksi PDIP diciduk KPK. Mereka adalah Adriansyah dan Damayanti Wisnu Putranti.

Di sisi lain, Pangi menyampaikan, revisi UU KPK juga mampu memberikan keuntungan bagi parpol yang menolak. Di antaranya Partai Gerindra, Demokrat, dan PAN.

“Ketiga partai tersebut bisa mendapatkan insentif trust (kepercayaan) publik. Sebab, dinilai sebagai partai yang konsisten mendukung penguatan KPK,” terangnya.

Pangi menambahkan bukan tidak mungkin alasan Demokrat menarik dukungan revisi UU KPK dijadikan ajang balas dendam. Sebab, kader Demokrat banyak yang terjerat KPK sewaktu berkuasa. Kendati demikian, dia menuturkan bahwa yang dapat mengakhiri pro dan kontra revisi UU KPK hanyalah Presiden Jokowi.

“Nantinya, kuncinya ada sama presiden jika DPR masih terus menyandera revisi tersebut,” tandasnya.

Yang mengejutkan, di tengah tengah gencarnya penolakan terhadap revisi UU KPK, DPR malah memutuskan penundaan sidang paripurna yang salah satunya untuk memutuskan jadi tidaknya revisi tersebut dilanjutkan. Sedianya sidang digelar kemarin, tapi ditunda hingga 23 Februari.

Politikus PDIP Hendrawan Supratikno memastikan penundaan tersebut disebabkan tidak lengkapnya pimpinan dewan. Minimal, paripurna bisa digelar dengan dihadiri dua orang pimpinan. Informassi terakhir kemarin, hanya ada Ketua DPR Ade Komarudin yang berada di Jakarta.

Terpisah, Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana menjawab diplomatis saat ditanya kemungkinan bisa berubahnya peta dukungan fraksi-fraksi terhadap revisi UU KPK.

“Politik dinamis, bisa jadi konsisten tapi bisa juga ada fraksi yang berubah. Tergantung sikap presiden. Apa yang disampaikan presiden sangat menentukan,” tambahnya.

Direktur Eksekutif Renaissance Political Research and Studies (RePORT), Khikmawanto menyatakan kepemimpinan Presiden Jokowi akan diuji lagi oleh partai-partai yang menyatakan diri mendukung pemerintah.

Dalam perjalanannya, menurut Khikmawanto, partai pendukung yang seharusnya mendukung apa yang menjadi kebijakan pemerintahan malah sebaliknya.

“Sangat terbuka peluang berbeda pendapat sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi. Termasuk perbedaan pandangan terkait dengan revisi UU KPK,” kata Khikmawanto, di Jakarta, Kamis (18/2).

Dijelaskannya, hampir mayoritas fraksi di DPR kecuali Gerindra, PKS, dan Demokrat menghendaki tetap adanya revisi UU KPK yang dinilai banyak orang usaha DPR melemahkan KPK.

“Ini memaksa Jokowi sepulang dari lawatannya akan melakukan evaluasi dari UU tersebut. Yang perlu dicatat pengusung usulan tersebut adalah partai-partai pendukung pemerintah bahkan partai penyokong utama presiden yakni PDIP paling getol menyuarakan agar UU KPK ini bisa direvisi,” ujarnya.

Kegaduhan, ujarnya, akan semakin luas karena dua hal. Pertama, potensi politik gaduh antara Presiden dengan DPR akan terulang manakala Presiden menolak melakukan revisi yang dimungkinkan melemahkan.

“Kedua, kegaduhan internal PDIP sebab sebagai partai utama pengusung Jokowi, malah menjadi aneh ketika Jokowi kontra dengan partainya. Hubungan PDIP-Jokowi saya yakin akan memanas. Selain, ini akan menjadi pergunjingan politik yang memakan waktu lama di publik, bahkan bisa melebar,” imbuhnya.

Terlepas dari itu, menurut Khikmawanto, ada dua masalah pokok yakni melawan kehendak rakyat atau mendukung usulan DPR dan ini sama artinya melawan kehendak rakyat.

“Saya yakin Pak Jokowi masih menjaga citra diri kepada rakyatnya mengingat ini masih masa-masa awal pemerintahan,” tukasnya.

Pengamat Politik IndoStrategi, Syarwi Pangi Chaniago mengingatkan kepemimpinan Jokowi kembali diuji oleh partai-partai yang mendukung pemerintah.

“Selama ini, sering kali kader partai penguasa terjerat kasus korupsi,” ujarnya, kemarin.

Kalau KPK kuat seperti sekarang, dia menambahkan, bukan mustahil PDIP sebagai partai penguasa bisa bernasib sama dengan partai Demokrat. Indikasi tersebut terlihat ketika dua legislator Fraksi PDIP diciduk KPK. Mereka adalah Adriansyah dan Damayanti Wisnu Putranti.

Di sisi lain, Pangi menyampaikan, revisi UU KPK juga mampu memberikan keuntungan bagi parpol yang menolak. Di antaranya Partai Gerindra, Demokrat, dan PAN.

“Ketiga partai tersebut bisa mendapatkan insentif trust (kepercayaan) publik. Sebab, dinilai sebagai partai yang konsisten mendukung penguatan KPK,” terangnya.

Pangi menambahkan bukan tidak mungkin alasan Demokrat menarik dukungan revisi UU KPK dijadikan ajang balas dendam. Sebab, kader Demokrat banyak yang terjerat KPK sewaktu berkuasa. Kendati demikian, dia menuturkan bahwa yang dapat mengakhiri pro dan kontra revisi UU KPK hanyalah Presiden Jokowi.

“Nantinya, kuncinya ada sama presiden jika DPR masih terus menyandera revisi tersebut,” tandasnya.

Yang mengejutkan, di tengah tengah gencarnya penolakan terhadap revisi UU KPK, DPR malah memutuskan penundaan sidang paripurna yang salah satunya untuk memutuskan jadi tidaknya revisi tersebut dilanjutkan. Sedianya sidang digelar kemarin, tapi ditunda hingga 23 Februari.

Politikus PDIP Hendrawan Supratikno memastikan penundaan tersebut disebabkan tidak lengkapnya pimpinan dewan. Minimal, paripurna bisa digelar dengan dihadiri dua orang pimpinan. Informassi terakhir kemarin, hanya ada Ketua DPR Ade Komarudin yang berada di Jakarta.

Terpisah, Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana menjawab diplomatis saat ditanya kemungkinan bisa berubahnya peta dukungan fraksi-fraksi terhadap revisi UU KPK.

“Politik dinamis, bisa jadi konsisten tapi bisa juga ada fraksi yang berubah. Tergantung sikap presiden. Apa yang disampaikan presiden sangat menentukan,” tambahnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/