32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Bikin SIM Nanti Wajib Sertakan Kartu JKN

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polri tengah merencanakan penerapan sertifikat pendidikan mengemudi sebagai syarat pembuatan SIM. Namun, ternyata tak hanya itu. Kepesertaan aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga bakal dijadikan syarat untuk pembuatan SIM.

Hal itu tercantum dalam Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi. “Melampirkan tanda bukti kepesertaan aktif dalam program jaminan kesehatan nasional,” tulis Perkap di Pasal 9 Ayat (1) poin 3a, dikutip JawaPos.com, Minggu (18/6).

Selain itu, pemohon SIM juga diharuskan melaksanakan perekaman biometri berupa sidik jari dan/atau pengenalan wajah maupun retina mata dan menyerahkan bukti pembayaran penerimaan bukan pajak.

Sebelumnya, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri akan memberlakukan pembuatan SIM untuk kendaraan bermotor perseorangan dan angkutan umum wajib menyertakan sertifikat mengemudi. Hal itu sesuai dengan Perpol Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.

Direktur Regident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus mengatakan, penyertaan sertifikat mengemudi sebetulnya bukan kebijakan baru. Melainkan aturan lama yang baru akan diberlakukan sekarang. “Sudah lama (aturan itu), sebelum ada Perpol 05 juga sudah dinyatakan, iya,” kata Yusri saat dihubungi JawaPos.com, Sabtu (17/6).

Rencana kepolisian menerapkan sertifikat pendidikan mengemudi sebagai syarat pembuatan SIM menuai protes dari sejumlah pihak. Pasalnya, hal ini membuat semakin rumit urutan pembuatan SIM di Indonesia. Belum lagi, masyarakat akan dibebani biaya yang lebih besar. “Jadi ini akan menambah biaya,” ujar pegiat antikorupsi Emerson Yuntho saat dihubungi JawaPos.com, Minggu (18/6).

Selain itu, dengan adanya persyaratan ini membuat potensi dan kongkalikong oknum-oknum nakal dengan pihak sekolah pengemudi akan semakin besar terjadi. “Potensi pungli, percaloannya tetap pada akhirnya akan muncul,” tegasnya.

“Ini membuka peluang praktek kongkalikong nantinya, antara sekolah mengemudi dan oknum di satpas atau oknum di kepolisian yang mengurus ini,” imbuh mantan aktivis Indonesia Corruption Watch itu.

Ia juga mengungkapkan, hingga saat ini masih banyak warga yang mengeluhkan praktek pungli saat pembuatan SIM. Nilainya bahkan mencapai puluhan hingga ratusan ribu rupiah per orang. Hal itu menurutnya masih terjadi lantaran tak transparannya biaya dari tiap persyaratan yang ada untuk pembuatan SIM. Seperti biaya psikologi, surat keterangan sehat, hingga penerbitan SIM itu sendiri.

Belum lagi, di banyak satpas di Indonesia menurutnya masih banyak yang belum menerapkan pembayaran non-tunai. Padahal, dalam Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan SIM, petugas seharusnya tidak lagi menerima uang secara tunai. “Fungsi pengawasan dalam penerbitan SIM juga tidak berjalan, yang terjadi justru pembiaran,” ujar Emerson.

Dengan maraknya pungli itu, ia menilai, kepercayaan publik terhadap Polri menjadi terlukai. Padahal, di sisi lain Polri tengah membenahi hal itu dengan membuat sistem-sistem lain seperti aplikasi SINAR-Digital Korlantas Polri.

Oleh karena itu, ia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan sanksi tegas kepada para penanggung jawab satpas, gerai, hingga SIM keliling yang terbukti melakukan pungli. “Atau membiarkan terjadinya pungli dalam penerbitan SIM,” ucap Mantan pegiat ICW itu.

Emerson juga meminta Listyo untuk memperkuat fungsi pengawasan sehingga tidak terjadi kembali pungli dalam penerbitan SIM. “Meningkatkan sosialisasi pembuatan SIM secara online serta pelaporan pengaduan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Di sisi lain, ia meminta agar Kapolri membuat surat edaran utnuk seluruh anggota kepolisian yang bergerak di bidang pembuatan SIM agar tak melakukan pungli dengan beberapa cara. “Melarang petugas di Satpas, Gerai dan SIMling menerima pembayaran penerbitan SIM dan biaya lainnya secara tunai,” tegas Emerson.”Mewajibkan seluruh Kantor Satpas, Gerai maupun SIMling mengumumkan biaya resmi penerbitan SIM, biaya Kesehatan, biaya psikologi, biaya asuransi (opsional) secara terbuka agar diketahui oleh masyarakat,” tambahnya. (jpg/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polri tengah merencanakan penerapan sertifikat pendidikan mengemudi sebagai syarat pembuatan SIM. Namun, ternyata tak hanya itu. Kepesertaan aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga bakal dijadikan syarat untuk pembuatan SIM.

Hal itu tercantum dalam Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi. “Melampirkan tanda bukti kepesertaan aktif dalam program jaminan kesehatan nasional,” tulis Perkap di Pasal 9 Ayat (1) poin 3a, dikutip JawaPos.com, Minggu (18/6).

Selain itu, pemohon SIM juga diharuskan melaksanakan perekaman biometri berupa sidik jari dan/atau pengenalan wajah maupun retina mata dan menyerahkan bukti pembayaran penerimaan bukan pajak.

Sebelumnya, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri akan memberlakukan pembuatan SIM untuk kendaraan bermotor perseorangan dan angkutan umum wajib menyertakan sertifikat mengemudi. Hal itu sesuai dengan Perpol Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.

Direktur Regident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus mengatakan, penyertaan sertifikat mengemudi sebetulnya bukan kebijakan baru. Melainkan aturan lama yang baru akan diberlakukan sekarang. “Sudah lama (aturan itu), sebelum ada Perpol 05 juga sudah dinyatakan, iya,” kata Yusri saat dihubungi JawaPos.com, Sabtu (17/6).

Rencana kepolisian menerapkan sertifikat pendidikan mengemudi sebagai syarat pembuatan SIM menuai protes dari sejumlah pihak. Pasalnya, hal ini membuat semakin rumit urutan pembuatan SIM di Indonesia. Belum lagi, masyarakat akan dibebani biaya yang lebih besar. “Jadi ini akan menambah biaya,” ujar pegiat antikorupsi Emerson Yuntho saat dihubungi JawaPos.com, Minggu (18/6).

Selain itu, dengan adanya persyaratan ini membuat potensi dan kongkalikong oknum-oknum nakal dengan pihak sekolah pengemudi akan semakin besar terjadi. “Potensi pungli, percaloannya tetap pada akhirnya akan muncul,” tegasnya.

“Ini membuka peluang praktek kongkalikong nantinya, antara sekolah mengemudi dan oknum di satpas atau oknum di kepolisian yang mengurus ini,” imbuh mantan aktivis Indonesia Corruption Watch itu.

Ia juga mengungkapkan, hingga saat ini masih banyak warga yang mengeluhkan praktek pungli saat pembuatan SIM. Nilainya bahkan mencapai puluhan hingga ratusan ribu rupiah per orang. Hal itu menurutnya masih terjadi lantaran tak transparannya biaya dari tiap persyaratan yang ada untuk pembuatan SIM. Seperti biaya psikologi, surat keterangan sehat, hingga penerbitan SIM itu sendiri.

Belum lagi, di banyak satpas di Indonesia menurutnya masih banyak yang belum menerapkan pembayaran non-tunai. Padahal, dalam Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan SIM, petugas seharusnya tidak lagi menerima uang secara tunai. “Fungsi pengawasan dalam penerbitan SIM juga tidak berjalan, yang terjadi justru pembiaran,” ujar Emerson.

Dengan maraknya pungli itu, ia menilai, kepercayaan publik terhadap Polri menjadi terlukai. Padahal, di sisi lain Polri tengah membenahi hal itu dengan membuat sistem-sistem lain seperti aplikasi SINAR-Digital Korlantas Polri.

Oleh karena itu, ia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan sanksi tegas kepada para penanggung jawab satpas, gerai, hingga SIM keliling yang terbukti melakukan pungli. “Atau membiarkan terjadinya pungli dalam penerbitan SIM,” ucap Mantan pegiat ICW itu.

Emerson juga meminta Listyo untuk memperkuat fungsi pengawasan sehingga tidak terjadi kembali pungli dalam penerbitan SIM. “Meningkatkan sosialisasi pembuatan SIM secara online serta pelaporan pengaduan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Di sisi lain, ia meminta agar Kapolri membuat surat edaran utnuk seluruh anggota kepolisian yang bergerak di bidang pembuatan SIM agar tak melakukan pungli dengan beberapa cara. “Melarang petugas di Satpas, Gerai dan SIMling menerima pembayaran penerbitan SIM dan biaya lainnya secara tunai,” tegas Emerson.”Mewajibkan seluruh Kantor Satpas, Gerai maupun SIMling mengumumkan biaya resmi penerbitan SIM, biaya Kesehatan, biaya psikologi, biaya asuransi (opsional) secara terbuka agar diketahui oleh masyarakat,” tambahnya. (jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/