26 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Sulit Bujuk Warga Tinggalkan Rumah yang Tenggelam

 Sulit Bujuk Warga Tinggalkan Rumah yang Tenggelam

Sulit Bujuk Warga Tinggalkan Rumah yang Tenggelam

Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI Angkatan Darat, ikut terjun membantu korban banjir di ibu kota. Dengan skill mumpuni, mereka menyalurkan logistik kepada warga yang bertahan di rumah yang nyaris tenggelam.

JAKARTA-SALAH satu wilayah di Jakarta yang terendam banjir cukup parah adalah Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Siang kemarin (19/1), dengan perahu karet landing craft rubber (LCR), Jawa Pos mengikuti aktivitas personel Kopassus menya­lurkan bantuan logistik kepada warga.

LCR tersebut membawa tujuh anggota baret merah dari tim evakuasi Grup III Kopasuss di bawah komando Kapten Infanteri M. Nadeak. Mereka membawa lima dus nasi bungkus, sekantong plastik berisi minyak kayu putih, serta 2 lusin botol susu. Sasarannya adalah warga yang masih bertahan di tengah kepungan banjir.

Perahu yang kami tumpangi merayap menelusuri gang-gang yang biasanya hanya bisa dilalui motor dan pejalan kaki. Saat banjir seperti sekarang, permukiman di sana terendam air hingga 3 meter.

“Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, siapa yang belum makan? Ayo keluar sekarang!” ujar Lettu Ckm Rahmad Hardianto yang saat itu menjadi “kapten” di atas LCR.

Awalnya, tidak ada seorang pun penghuni rumah yang nongol. Tidak lama berselang, satu per satu kepala bermunculan dari lantai 2 dan 3 rumah. “Ibu, Bapak, sudah makan belum? Ada berapa orang di dalam?” tanya Rahmad.

Mengetahui bantuan datang, warga pun antusias. Mereka bergegas menurunkan keranjang atau ember plastik untuk menampung bantuan. Ada juga warga yang langsung mendekati perahu karet Kopassus untuk menjemput bantuan. Mereka pun nekat melompati atap rumah tetangga.

Sejurus kemudian, anggota Kopassus mengisi keranjang-keranjang tersebut dengan nasi bungkus, susu, dan minyak kayu putih. Warga sejatinya meminta air mineral. Sayangnya, saat itu tim Kopassus tidak membawa air mineral. Namun, ada perahu lain yang akan menyusul membawa kebutuhan warga.

Selain menyalurkan bantuan, tim Kopassus membujuk warga yang masih bertahan di rumah untuk mengungsi. Tempat pengungsian di kawasan tersebut berada di Gelanggang Olahraga (GOR) Otista.

Meski jarak lokasi pengungsian itu kurang dari 500 meter dari permukiman, banyak warga yang emoh meninggalkan rumah. Alasan mereka beragam. Sebagian besar masih merasa aman dari banjir. “Sudah biasa ini, Mas,” ujar seorang ibu dari balik pagar lantai 2 rumahnya.

Ada pula warga yang urung mengungsi karena memiliki bayi. “Kasihan kalau di tempat pengungsian, penuh,” ucap ibu tersebut.

Aneka alasan tersebut tidak menyurutkan semangat personel Kopassus untuk terus membujuk warga. Sebab, risiko bertahan di lokasi itu sangat besar. Apalagi kalau banjir semakin besar. “Kenapa belum mengungsi? Malam ini air bisa naik lagi lho,” ucap salah seorang anggota Kopassus kepada warga.

Ucapan tersebut mungkin bukan hanya isapan jempol belaka untuk membujuk warga. Ketinggian air dari luapan Sungai Ciliwung memang terus naik. Apalagi hujan terus mengguyur ibu kota.

Meski begitu, warga bergeming. Mereka yakin banjir tidak akan sampai naik ke lantai 2 atau 3 rumah. Warga Bidara Cina memang telah terbiasa dengan banjir. Karena itu, warga yang mampu secara ekonomi memilih menambah satu atau dua lantai di rumahnya sebagai tempat mengungsi kala banjir datang. “Sudah menjadi strategi warga di sini,” ucap Rahmad.

Akhirnya, tidak ada seorang pun warga Gang Setia, Bidara Cina, yang berhasil dipindahkan ke lokasi pengungsian. Meski demikian, misi penyaluran logistik beres. Seluruh nasi bungkus, minyak kayu putih, dan susu di perahu berhasil dibagikan kepada warga.

Masih banyak warga yang belum kebagian. Tim evakuasi Grup III Kopasuss yang berjumlah 40 orang harus bekerja keras menjaga kebutuhan warga.

Kapten Infanteri M. Nadeak menjelaskan, keselamatan dan kebutuhan warga menjadi prioritas. Apalagi banjir di lokasi tersebut belum menunjukkan tanda-tanda surut. “Karena itu, kami ada di sini. Kami terus bersiaga kalau ada warga yang butuh pertolongan atau logistik. Kami terus mendengar,” ujar Nadeak.

Dia yakin masih ada sekitar 100 warga Bidara Cina yang terancam jika tidak segera dievakuasi. “Kami sudah berusaha mengajak. Tetapi, mereka tetap bertahan dan meminta bantuan logistik,” terang dia. Nadeak tidak bisa memastikan sampai kapan bertugas di lokasi banjir. “Bergantung instruksi dari atasan,” katanya.

Ada 1.934 warga dari Bidara Cina, Kampung Melayu, dan Halim yang mengungsi di GOR Otista. Berbagai penyakit mulai menyerang para pengungsi. Antara lain, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit, dan diare.

Sumikem, 64, warga Halim, mengaku terpaksa mengungsi karena rumahnya terendam banjir sampai atap. Sudah seminggu dia mengungsi bersama tujuh anggota keluarga yang lain. “Sudah tenggelam semua Mas,” ungkapnya.

Dia menyatakan, selama ini kebutuhan pokok seperti makan dan minum cukup terpenuhi. Namun, Sumikem mengeluhkan sangat terbatasnya kamar mandi dan toilet. “Waktu mandi dan ke toilet harus ngantre lama. Jadi, saya numpang mandi ke rumah-rumah warga yang tidak kebanjiran,” ucapnya. (*/c5/ca)

 Sulit Bujuk Warga Tinggalkan Rumah yang Tenggelam

Sulit Bujuk Warga Tinggalkan Rumah yang Tenggelam

Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI Angkatan Darat, ikut terjun membantu korban banjir di ibu kota. Dengan skill mumpuni, mereka menyalurkan logistik kepada warga yang bertahan di rumah yang nyaris tenggelam.

JAKARTA-SALAH satu wilayah di Jakarta yang terendam banjir cukup parah adalah Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Siang kemarin (19/1), dengan perahu karet landing craft rubber (LCR), Jawa Pos mengikuti aktivitas personel Kopassus menya­lurkan bantuan logistik kepada warga.

LCR tersebut membawa tujuh anggota baret merah dari tim evakuasi Grup III Kopasuss di bawah komando Kapten Infanteri M. Nadeak. Mereka membawa lima dus nasi bungkus, sekantong plastik berisi minyak kayu putih, serta 2 lusin botol susu. Sasarannya adalah warga yang masih bertahan di tengah kepungan banjir.

Perahu yang kami tumpangi merayap menelusuri gang-gang yang biasanya hanya bisa dilalui motor dan pejalan kaki. Saat banjir seperti sekarang, permukiman di sana terendam air hingga 3 meter.

“Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, siapa yang belum makan? Ayo keluar sekarang!” ujar Lettu Ckm Rahmad Hardianto yang saat itu menjadi “kapten” di atas LCR.

Awalnya, tidak ada seorang pun penghuni rumah yang nongol. Tidak lama berselang, satu per satu kepala bermunculan dari lantai 2 dan 3 rumah. “Ibu, Bapak, sudah makan belum? Ada berapa orang di dalam?” tanya Rahmad.

Mengetahui bantuan datang, warga pun antusias. Mereka bergegas menurunkan keranjang atau ember plastik untuk menampung bantuan. Ada juga warga yang langsung mendekati perahu karet Kopassus untuk menjemput bantuan. Mereka pun nekat melompati atap rumah tetangga.

Sejurus kemudian, anggota Kopassus mengisi keranjang-keranjang tersebut dengan nasi bungkus, susu, dan minyak kayu putih. Warga sejatinya meminta air mineral. Sayangnya, saat itu tim Kopassus tidak membawa air mineral. Namun, ada perahu lain yang akan menyusul membawa kebutuhan warga.

Selain menyalurkan bantuan, tim Kopassus membujuk warga yang masih bertahan di rumah untuk mengungsi. Tempat pengungsian di kawasan tersebut berada di Gelanggang Olahraga (GOR) Otista.

Meski jarak lokasi pengungsian itu kurang dari 500 meter dari permukiman, banyak warga yang emoh meninggalkan rumah. Alasan mereka beragam. Sebagian besar masih merasa aman dari banjir. “Sudah biasa ini, Mas,” ujar seorang ibu dari balik pagar lantai 2 rumahnya.

Ada pula warga yang urung mengungsi karena memiliki bayi. “Kasihan kalau di tempat pengungsian, penuh,” ucap ibu tersebut.

Aneka alasan tersebut tidak menyurutkan semangat personel Kopassus untuk terus membujuk warga. Sebab, risiko bertahan di lokasi itu sangat besar. Apalagi kalau banjir semakin besar. “Kenapa belum mengungsi? Malam ini air bisa naik lagi lho,” ucap salah seorang anggota Kopassus kepada warga.

Ucapan tersebut mungkin bukan hanya isapan jempol belaka untuk membujuk warga. Ketinggian air dari luapan Sungai Ciliwung memang terus naik. Apalagi hujan terus mengguyur ibu kota.

Meski begitu, warga bergeming. Mereka yakin banjir tidak akan sampai naik ke lantai 2 atau 3 rumah. Warga Bidara Cina memang telah terbiasa dengan banjir. Karena itu, warga yang mampu secara ekonomi memilih menambah satu atau dua lantai di rumahnya sebagai tempat mengungsi kala banjir datang. “Sudah menjadi strategi warga di sini,” ucap Rahmad.

Akhirnya, tidak ada seorang pun warga Gang Setia, Bidara Cina, yang berhasil dipindahkan ke lokasi pengungsian. Meski demikian, misi penyaluran logistik beres. Seluruh nasi bungkus, minyak kayu putih, dan susu di perahu berhasil dibagikan kepada warga.

Masih banyak warga yang belum kebagian. Tim evakuasi Grup III Kopasuss yang berjumlah 40 orang harus bekerja keras menjaga kebutuhan warga.

Kapten Infanteri M. Nadeak menjelaskan, keselamatan dan kebutuhan warga menjadi prioritas. Apalagi banjir di lokasi tersebut belum menunjukkan tanda-tanda surut. “Karena itu, kami ada di sini. Kami terus bersiaga kalau ada warga yang butuh pertolongan atau logistik. Kami terus mendengar,” ujar Nadeak.

Dia yakin masih ada sekitar 100 warga Bidara Cina yang terancam jika tidak segera dievakuasi. “Kami sudah berusaha mengajak. Tetapi, mereka tetap bertahan dan meminta bantuan logistik,” terang dia. Nadeak tidak bisa memastikan sampai kapan bertugas di lokasi banjir. “Bergantung instruksi dari atasan,” katanya.

Ada 1.934 warga dari Bidara Cina, Kampung Melayu, dan Halim yang mengungsi di GOR Otista. Berbagai penyakit mulai menyerang para pengungsi. Antara lain, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit, dan diare.

Sumikem, 64, warga Halim, mengaku terpaksa mengungsi karena rumahnya terendam banjir sampai atap. Sudah seminggu dia mengungsi bersama tujuh anggota keluarga yang lain. “Sudah tenggelam semua Mas,” ungkapnya.

Dia menyatakan, selama ini kebutuhan pokok seperti makan dan minum cukup terpenuhi. Namun, Sumikem mengeluhkan sangat terbatasnya kamar mandi dan toilet. “Waktu mandi dan ke toilet harus ngantre lama. Jadi, saya numpang mandi ke rumah-rumah warga yang tidak kebanjiran,” ucapnya. (*/c5/ca)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/