SUMUTPOS.CO – Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) tahun 2016, memang JR Saragih menjadi calon gubernur Sumatera Utara terkaya, dengan total harta kekayaan mencapai Rp63 miliar lebih. Namun, berdasarkan data LHKPN dari KPK hingga tadi malam pukul 21.08 WIB, Sihar Sitorus tercatat sebagai peserta Pilkada 2018 terkaya di Indonesia.
Pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) peserta Pilkada serentak 2018 ditutup tadi malam pukul 00.00 WIB. Bila melewati deadline laporan tidak diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pencalonan akan gugur. Sampai pukul 22.00, masih ada 27 bakal calon di antara total 1.150 yang belum melaporkan LHKPN.
Dalam rekapitulasi yang dilakukan KPK, bakal calon wakil gubernur Sumatera Utara (Sumut) Sihar Sitorus memiliki kekayaan tertinggi. Dalam laporannya, kekayaan Sihar mencapai Rp 350,887 miliar.
Kekayaan Sihar jauh lebih tinggi daripada pasangannya, bakal calon gubernur Sumut Djarot Saiful Hidayat. Kader PDI Perjuangan itu ”hanya” memiliki kekayaan Rp8,433 miliar.
Ada terkaya, ada pula ”termiskin”. Syapuani, bakal calon bupati Murung Raya (Mura), Kalimantan Tengah, tercatat memiliki harta minus. Utangnya lebih besar daripada aset yang dimiliki. Tercatat, dalam LHKPN, kekayaannya minus Rp115.172.000.
Menyikapi data LHKPN dari KPK ini, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut Soetarto mengakui kalau sosok Sihar Sitorus merupakan orang yang memang dilahirkan dari orang tua dan keluarga berada. Sebagai seorang profesional, kekayaan pasangan Djarot tersebut tergolong cukup. “Memang dari segi ekonomi, beliau sudah cukup. Artinya kita lihat, dirinya itu memang berkeinginan mengabdikan dirinya kepada Sumut, tempat keluarga dan orang tuanya dibesarkan,” ujar Soetarto.
Dengan kekayaan yang tergolong cukup, Soetarto menganggap tentu sosok Sihar akan lebih memikirkan bagaimana membantu dan mengabdikan diri serta tidak lagi mementingkan kepentingan kapitalnya.
“Dari yang saya kenal, beliau orangnya bersahaja, tidak memperlihatkan kalau dia itu orang kaya. Begitu juga dari sisi pendidikan, cukup bagus sebagai Doktor Ekonomi,” katanya.
Dengan begitu lanjut Sotarteo, sosok Sihar sangat pas untuk mendampingi Djarot memimpin di Sumut.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, munculnya bakal calon kepala daerah dengan harta yang besar bukanlah hal yang mengejutkan. Mengingat sistem pencalonan di partai politik masih penuh dengan isu mahar politik atau ongkos politik. “Lalu ada ongkos politik yang sebagaian besar dibebankan pada calon. Sudah rahasia umum kalau calon membiayai sendiri untuk kerja pemenangan,” ujarnya.
Selain itu, meski ada juga calon berharta besar yang kalah, modal ekonomi yang kuat tetaplah faktor penting untuk pemenangan. Khususnya di daerah dengan akses informasi dan pendidikan politik yang rendah. “Dengan uang yang mereka punya bisa menjangkau pemilih,” imbuhnya.
Lantas, bagaimana dengan adanya calon yang pas-pasan? Titi menilai, hal itu tidak lepas dari pribadi calonnya. Biasanya calon tersebut memiliki elektabilitas tinggi, atau fungsionaris partai yang benar-benar sudah lama mengabdi.
Meski demikian, bukan berarti calon itu lebih aman dari penyimpangan. Sebab, bukan tidak mungkin, pendanaan ditopang para pemodal dan broker yang bermain. Oleh karenanya, dengan adanya publikasi LHKPN, itu menjadi momentum masyarakat untuk ikut mengawasi dan memastikan akuntabilitas. Apakah total harta yang tercacat sesuai atau tidak dengan kesehariannya. Sehingga bisa menjadi informasi awal untuk mengukur kejujurannya.