Terkait calon yang belum mendaftarkan LHKPN hingga tadi malam, Kunto masih menelusuri. Menurut dia, ada kemungkinan calon keliru mengisi kolom jabatan di formulir LHKPN. Sesuai ketentuan, setiap calon seharusnya menuliskan keterangan jabatan sebagai calon gubernur/wakil gubernur atau calon bupati/wakil bupati atau calon wali kota/wakil wali kota. ”Bisa jadi ada yang lapor, tapi tidak mencantumkan jabatan sebagai calon, tapi sebagai jabatan definitifnya,” ujar dia.
Selama melayani peserta pilkada, KPK selalu menunggu sampai jam kerja berakhir. Bahkan, lembaga superbodi itu menyiapkan sepuluh meja pelayanan untuk pelapor yang datang langsung ke gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, seluruh data LHKPN bakal diverifikasi lebih lanjut. Pihaknya belum bisa menentukan apakah harta kekayaan seluruh calon kepala daerah itu berasal dari sumber pendapatan yang jelas. Namun, yang pasti, pelaporan LHKPN di KPK sudah ditutup kemarin. Dengan demikian, calon yang belum mendaftar otomatis tidak bisa memenuhi syarat pencalonan.
”Kalau tidak lapor (LHKPN), tentu syarat (pencalonan) tidak terpenuhi, tapi itu (gugur tidaknya calon) merupakan domain KPU,” terang mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. LHKPN itu pun bisa menjadi arsip KPK untuk menelusuri seberapa jauh kekayaan yang wajar dan tidak wajar dari setiap calon.
Febri mengingatkan, masyarakat sejatinya bisa turut memantau harta kekayaan calon kepala daerah di situs KPK Pantau Pilkada. Dari situs itu, masyarakat, khususnya yang memiliki hak suara dalam pilkada nanti, bisa menentukan calon pemimpin yang tepat. ”Yang punya konsep kuat menyejahterakan masyarakat,” ujarnya.
Sampai saat ini, KPK telah memproses 78 kepala daerah dalam 93 kasus korupsi dan pencucian uang. Mereka semua dipilih rakyat, tapi justru merampok uang rakyat dengan cara korupsi. Nah, masih maraknya kepala daerah seperti itu diharapkan menjadi pelajaran semua pihak. ”Kami berharap kepala daerah tidak justru diproses dalam kasus korupsi,” imbuh dia.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menambahkan, pihaknya bakal terus bertukar informasi dengan Polri seiring pembentukan satuan tugas (satgas) anti-money politics dalam pilkada nanti. Ke depan setiap temuan praktik bagi-bagi uang yang dilakukan penyelenggara negara dan kroninya ditangani KPK. ”Untuk tindak pidana pemilihan umum, polisi bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu,” ucapnya.
Laode pun mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam pemberantasan korupsi selama pilkada berlangsung. Dia juga berharap masyarakat tidak terjebak dengan janji-janji uang yang ditawarkan kandidat tertentu. Sebab, calon yang mau membeli suara sudah pasti tidak layak menjadi pemimpin daerah. ”Kalau kandidat itu mau membayar para pemilih, pasti itu bukan kandidat yang baik,” tuturnya. (tyo/c9/c10/far/ang/jpg/bal/adz)