25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Presiden Stop Pelemahan KPK

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo akhirnya menunjukan komitmen seharusnya untuk melindungi uapaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Setelah mendapat sorotan tajam media, Jokowi memutuskan menghentikan revisi UU No. 30 / 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin.

Atas keputusan presiden tersebut, KPK menyambut positif dan menyebut selama ini pembantu presiden yang tak bisa menerjemahkan komitmen Jokowi.

Penolakan presiden terhadap revisi UU KPK itu diungkapkan Pimpinan KPK Taufiequrahman Ruki setelah mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden kemarin. “Iya, presiden menolak rencana dan usulan revisi UU KPK,” tegas Ruki setelah rapat terbatas. Agenda rapat yang juga diikuti KPK saat itu adalah berkaitan dengan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi.”

Dengan penolakan yang telah disampaikan presiden tersebut, lanjut Ruki, DPR otomatis tidak bisa memaksakan untuk terus melanjutkan agenda revisi UU KPK. Pasalnya, selain DPR, pemerintah juga merupakan pihak lain dalam proses pembuatan UU. “Terus terang buat saya, buat kami di KPK, hal itu sangat melegakan. Dengan demikian, kita akan terbebas dari polemik dan saling mencurigai,” bebernya.

Menurut dia, agenda revisi yang diketahuinya sebenarnya baru akan dilakukan 2016. Bukan, mulai digulirkan pada tahun ini seperti sekarang. “Nggak tahu kenapa ada percepatan,” sindir Ruki.

Dia menegaskan, secara prinsip insitusi yang dipimpinnya sebenarnya tidak anti terhadap upaya revisi UU KPK. Namun, lanjut dia, kesemuanya harus dilandasi niatan untuk makin mengefektifkan upaya pemberantasan korupsi.

Ruki bahkan menegaskan pula, kalau siap untuk memberikan masukan ketika DPR dan pemerintah hendak menyusun revisi UU KPK di kemudian hari. “Tetapi tentu sangat tidak mungkin kami mengusulkan pasal-pasal yang bisa melemahkan kita sendiri,” tuturnya.

Pernyataan Ruki tersebut dikuatkan Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki. Menurut dia, dalam rapat terbatas, presiden memang kembali menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

Presiden, menurut dia, tidak ingin muncul persepsi di publik kalau pemerintah ingin memperlemah KPK. Termasuk, soal rencana revisi UU KPK meski bukan berasal dari inisiatif pemerintah. “Intinya, Presiden Jokowi meminta jajaran penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, maupun KPK harus diperkuat,” tandas Teten.

Penghentian revisi UU KPK disambut positif oleh pimpinan lembaga antirasuah lainnya. Komisioner KPK Johan Budi melihat penghentian itu merupakan komitmen Jokowi dalam memperkuat KPK, seperti apa yang dijanjikan dalam kampanyenya. “Sayangnya pembantu beliau yang tidak bisa menerjemahkan komitmen itu,” ujar Johan tanpa mau menyebut pembantu yang dimaksudnya.

Komisioner KPK lainnya, Adnan Pandu Praja juga mengungkapkan apresiasinya. Dia menyebut langkah presiden tepat karena publik menilai hal tersebut mengidikasikan pelemhanan terhadap KPK. “Upaya pelemahan KPK lewat revisi UU sangat mengkhawatirkan,” katanya.

Sementara itu Jimly Asshiddiqie yang sore kemarin hadir di KPK menyambut baik komitmen Presiden Jokowi. “Saya mengerti sikap presiden karena momentum untuk revisi memang tidak pas,” ungkapnya. Saat ini KPK tengah dirundung nestapa dan publik pasti akan mempersepsikan revisi UU KPK sebagai bentuk pelemahan.”Publik akan melihat revisi ini langkah sistematis untuk melemahkan KPK,” ungkap Jimly.

Menurut dia, revisi UU KPK sebenarnya perlu namun tidak sekarang. “Perlu evaluasi yang menyeluruh, konseptual dan rasional,” ujarnya. Dia setuju jika revisi UU KPK harus terintegrasi dengan KUHAP dan KUHP. (dyn/gun/aph/jpnn)

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo akhirnya menunjukan komitmen seharusnya untuk melindungi uapaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Setelah mendapat sorotan tajam media, Jokowi memutuskan menghentikan revisi UU No. 30 / 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin.

Atas keputusan presiden tersebut, KPK menyambut positif dan menyebut selama ini pembantu presiden yang tak bisa menerjemahkan komitmen Jokowi.

Penolakan presiden terhadap revisi UU KPK itu diungkapkan Pimpinan KPK Taufiequrahman Ruki setelah mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden kemarin. “Iya, presiden menolak rencana dan usulan revisi UU KPK,” tegas Ruki setelah rapat terbatas. Agenda rapat yang juga diikuti KPK saat itu adalah berkaitan dengan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi.”

Dengan penolakan yang telah disampaikan presiden tersebut, lanjut Ruki, DPR otomatis tidak bisa memaksakan untuk terus melanjutkan agenda revisi UU KPK. Pasalnya, selain DPR, pemerintah juga merupakan pihak lain dalam proses pembuatan UU. “Terus terang buat saya, buat kami di KPK, hal itu sangat melegakan. Dengan demikian, kita akan terbebas dari polemik dan saling mencurigai,” bebernya.

Menurut dia, agenda revisi yang diketahuinya sebenarnya baru akan dilakukan 2016. Bukan, mulai digulirkan pada tahun ini seperti sekarang. “Nggak tahu kenapa ada percepatan,” sindir Ruki.

Dia menegaskan, secara prinsip insitusi yang dipimpinnya sebenarnya tidak anti terhadap upaya revisi UU KPK. Namun, lanjut dia, kesemuanya harus dilandasi niatan untuk makin mengefektifkan upaya pemberantasan korupsi.

Ruki bahkan menegaskan pula, kalau siap untuk memberikan masukan ketika DPR dan pemerintah hendak menyusun revisi UU KPK di kemudian hari. “Tetapi tentu sangat tidak mungkin kami mengusulkan pasal-pasal yang bisa melemahkan kita sendiri,” tuturnya.

Pernyataan Ruki tersebut dikuatkan Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki. Menurut dia, dalam rapat terbatas, presiden memang kembali menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

Presiden, menurut dia, tidak ingin muncul persepsi di publik kalau pemerintah ingin memperlemah KPK. Termasuk, soal rencana revisi UU KPK meski bukan berasal dari inisiatif pemerintah. “Intinya, Presiden Jokowi meminta jajaran penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, maupun KPK harus diperkuat,” tandas Teten.

Penghentian revisi UU KPK disambut positif oleh pimpinan lembaga antirasuah lainnya. Komisioner KPK Johan Budi melihat penghentian itu merupakan komitmen Jokowi dalam memperkuat KPK, seperti apa yang dijanjikan dalam kampanyenya. “Sayangnya pembantu beliau yang tidak bisa menerjemahkan komitmen itu,” ujar Johan tanpa mau menyebut pembantu yang dimaksudnya.

Komisioner KPK lainnya, Adnan Pandu Praja juga mengungkapkan apresiasinya. Dia menyebut langkah presiden tepat karena publik menilai hal tersebut mengidikasikan pelemhanan terhadap KPK. “Upaya pelemahan KPK lewat revisi UU sangat mengkhawatirkan,” katanya.

Sementara itu Jimly Asshiddiqie yang sore kemarin hadir di KPK menyambut baik komitmen Presiden Jokowi. “Saya mengerti sikap presiden karena momentum untuk revisi memang tidak pas,” ungkapnya. Saat ini KPK tengah dirundung nestapa dan publik pasti akan mempersepsikan revisi UU KPK sebagai bentuk pelemahan.”Publik akan melihat revisi ini langkah sistematis untuk melemahkan KPK,” ungkap Jimly.

Menurut dia, revisi UU KPK sebenarnya perlu namun tidak sekarang. “Perlu evaluasi yang menyeluruh, konseptual dan rasional,” ujarnya. Dia setuju jika revisi UU KPK harus terintegrasi dengan KUHAP dan KUHP. (dyn/gun/aph/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/