Sutika bin Marwapi Jamaah Calon Haji Jawa Timur
Identitas Sutika yang ‘wanita tapi pria’ terbongkar saat mengurus paspor. Pulang berhaji nanti, dia ingin kembali mengenakan kerudung seperti kesehariannya selama ini.
THORIQ SHOLIKUL KARIM, Surabaya
FOTO yang terpasang di buku kesehatan untuk calon jamaah haji (CJH) itu memperlihatkan seorang perempuan yang mengenakan kerudung. Tapi, di hall A2 Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Senin siang (15/10) lalu, buku tersebut berada di tangan CJH pria bernama Sutika bin Marwapi. Tertukar?
Sama sekali tidak. Nama, alamat, tanggal lahir, serta beberapa identitas yang tertera di buku tersebut persis dengan data Sutika. Ya, ‘perempuan’ itu memang Sutika. “Saya memang perempuan kok,” kata CJH dari Desa Cangkring Baru, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang kemarin berpakaian layaknya CJH pria itu.
Jadilah Sutika yang berangkat ke Tanah Suci malam itu, tepatnya pukul 22.00 WIB, dengan nomor penerbangan SV 5113 itu CJH dengan identitas ‘ganda’. Mendaftar haji sebagai perempuan, berangkat ke Tanah Suci sebagai laki-laki.
Semuanya bermula ketika Sutika yang sehari-hari berdagang di pasar itu mendaftar haji ke sebuah bank di Jember sembari membawa uang muka Rp10 juta. Namun, pihak bank menyarankan Sutika yang sejak kecil merasa sebagai perempuan yang terjebak di tubuh lelaki tersebut langsung mendaftar ke Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Jember.
“Saya lalu ke Kemenag untuk mendaftar haji,” ungkap Sutika yang sehari-hari mengenakan kerudung dan lebih senang dipanggil Sutikah itu.
Di Kantor Kemenag Jember, Sutika mendapat informasi tambahan. Yakni, jika uang muka yang disetorkan lebih banyak, kesempatan berangkat ke Tanah Suci lebih cepat. Dia lalu menambah uang mukanya menjadi total Rp20 juta. “Saya langsung dapat antrean (berangkat) empat tahun kemudian,” tutur Sutika yang berusia 42 tahun itu.
Sutika pun mendaftar sebagai perempuan -sebagaimana kesehariannya- karena memang tak pernah merasa sebagai pria. Pihak Kantor Kemenag Kabupaten Jember juga tidak curiga. Mungkin karena pakaian, gaya, dan gerak-gerik Sutika memang tak ubahnya kaum hawa pada umumnya. Apalagi, KTP yang disetorkan ke Kantor Kemenag Jember juga menuliskan jenis kelaminnya sebagai perempuan.
Resmilah Sutika sebagai CJH perempuan. Dia jelas girang. Maklum, berangkat ke Tanah Suci adalah cita-citanya sejak kecil. Meskipun, dia mengaku sempat ragu mendaftar haji mengingat kesehariannya sebagai wanita tapi pria (waria).
Namun, dorongan sejumlah rekan membuat tekadnya membulat. Itu pun bukan tanpa cemooh dari lingkungan sekeliling, termasuk ketika dia sudah resmi terdaftar sekalipun.
Ada saja yang mencibir: ibadahnya tidak akan diterima atau keberangkatannya ke Tanah Suci seperti menjemput azab. Sutika tidak ambil pusing. Sebaliknya, dia belajar bersabar dari cemoohan yang muncul dari orang-orang di sekitarnya tersebut.
Kisah yang mirip dengan pengalaman Sutika itu pernah terjadi pada 1990. Kala itu artis serbabisa Dorce Gamalama yang terlahir sebagai pria dengan nama Dedi Yuliardi Ashadi juga sempat menjadi sorotan saat naik haji. Hanya, bedanya dengan Sutika, ketika itu Dorce sudah menjalani operasi ganti kelamin sebagai perempuan.
Persoalan identitas Sutika itu akhirnya terbongkar saat dirinya harus mengurus paspor di Kantor Imigrasi Jember, tepatnya pada sesi wawancara. Sembari menghujani dia dengan berbagai pertanyaan, sang petugas imigrasi terus memperhatikan sosok Sutika mulai atas hingga bawah. “Saya dibilang aneh waktu itu,” ujar dia.
Jenis kelamin perempuan, papar Sutika menirukan petugas, tapi kok tubuhnya besar. Jari-jari tangan Sutika juga dicurigai. Karena itu, petugas mendesak Sutika agar mengaku soal identitas yang sebenarnya. “Akhirnya, terbongkar kalau saya laki-laki,” jelasnya.
Buntutnya, paspor sebagai perempuan pun tak bisa dia peroleh. Sebab, KTP menunjukkan bahwa dia perempuan, namun dalam realitasnya masih lelaki. Jika dipaksakan, jelas dia akan bermasalah di imigrasi bandara.
Oleh pihak imigrasi, Sutika disarankan berganti KTP. Awalnya, dia enggan menuruti saran itu. Dia kukuh berdalih bahwa dirinya perempuan. Apalagi, Kantor Kemenag Jember sudah mencatatnya sebagai CJH perempuan.
Namun, beberapa teman dekatnya memberikan pemahaman secara perlahan. Sutika akhirnya luluh dan memilih mengikuti saran tersebut. “Saya mengurus KTP baru dengan jenis kelamin laki-laki,” terang dia.
Pengurusan paspor tuntas setelah identitasnya berubah. Dia pun berfoto tanpa mengenakan kerudung. “Kalau di foto paspor ini, saya lelaki. Di buku kesehatan, saya perempuan,” celoteh dia.
Sutika masuk ke Asrama Haji Sukolilo Minggu lalu (14/10) sebagai lelaki. Dia menginap di hall A2 kamar 111 yang semua penghuninya tentu saja berjenis kelamin pria.
Jelas itu tantangan bagi dia. Apalagi, tidak jarang di antara para penghuni hall tersebut yang menggoda dia, meski mungkin dengan maksud bercanda. “Saya sabar saja, anggap belajar menahan emosi,” ujarnya. “Toh, itu hanya guyon,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris I Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Surabaya Sutarno menjelaskan, dalam ibadah tidak ada istilah waria. Sutika dianggap berkelamin laki-laki.
Soal tingkah lakunya yang sehari-hari mirip perempuan, itu hanya emosi dan kebiasaan. “Fikih Islam tetap melihat kondisi yang sebenarnya. Yakni, laki-laki,” ungkapnya.
Tapi, Sutika tak terlalu mempermasalahkan identitas tersebut. Yang terpenting bagi dia, dirinya bisa beribadah lancar tanpa halangan apa pun. Begitu pula sepulang nanti.
“Pulang dari sana, ya saya tetap seperti semula. Menjadi seorang perempuan, pakai kerudung lagi,” ucap dia.
Namun, tetap tebersit harapan dalam dirinya agar mendapat petunjuk selama berhaji. Jika memang jati dirinya lelaki, dia ingin menjadi sosok lelaki yang sebenarnya. “Doa itu pasti saya panjatkan di sana,” ujar dia. (*)