23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Terkenang Makan Daging Ular

Dua Minggu Para Atlet-Ofisial SEA Games Digembleng ala Kopassus di Batujajar

Program character building atau penggemblengan ala militer bagi para atlet dan ofisial yang akan berlaga dalam SEA Games berakhir kemarin (19/5).
Selama dua minggu mereka ditempa dengan berbagai latihan di markas Kopassus, Batujajar, Bandung. Bagaimana kesan mereka” Adakah yang tak lulus”

Gemuruh tawa membahana di gedung serbaguna markas Kopassus, Batujajar, Bandung, kemarin siang Semua yang ada di gedung itu tergelak melihat rekaman video yang diputar dengan overhead projector (OHP). Di layar terlihat bagaimana konyol dan lucunya para atlet serta ofisial pelatnas proyeksi SEA Games tersebut saat menjalani latihan character building di markas Kopassus.

Adegan-adegan lucu itu mulai salah baris-berbaris, makan yang terburu-buru, hingga ketika mereka mengenakan baju ala pocong saat malam. Gelak tawa dan keriangan tersebut dilengkapi lantunan lagu-lagu nasional bertempo cepat dari audio di samping layar.

Tak lama berselang, suasana berubah menjadi syahdu. Yakni, ketika lagu yang diperdengarkan berganti berirama lambat, berjudul Rayuan Pulau Kelapa. Selanjutnya, para pemain dan ofisial dipanggil satu per satu. Mereka berbaris, lalu berjalan menaiki panggung. Persis sebuah prosesi wisuda sarjana. Saat itu, si MC menyebutkan nama lengkap satu per satu atlet dan ofisial serta cabang olahraga (cabor)-nya. Setelah prosesi tersebut kelar, gemuruh kembali membahana. Mereka berjoget dan bernyanyi diiringi electone.

Siang itu memang tak ubahnya sebuah wisuda bagi para atlet dan ofisial pelatnas cabor proyeksi SEA Games 2011 gelombang X. Pada kesempatan tersebut, 79 atlet dari delapan cabor akhirnya dinyatakan lulus setelah dua minggu menjalani character building. Mereka adalah gelombang terakhir yang mengikuti program itu.

Prima (Program Indonesia Emas) memang mewajibkan seluruh atlet dan ofisial yang tergabung dalam pelatnas proyeksi SEA Games 2011 untuk menjalani program ala militer tersebut.

Bagaimana kesan para atlet? “Salah satu yang mengesankan adalah ketika makan. Pada awal-awal masuk ke sini, kami hanya makan selama empat menitan. Jadinya, pas ngunyah makanan sambil minum juga,” ungkap Galuh Desi Ari, atlet sepak takraw.

“Saya kesusahan kalau harus lapor ke komandan. Suara saya kan serak dan tidak keras banget, tapi disuruh laporan dengan suara yang keras. Ngerasa-nya tersiksa juga,” ujar Okto Maniani, winger timnas sepak bola.
Aturan tidur juga membuat para atlet itu kaget. Sebab, selama di markas Kopassus, mereka mesti bangun pukul empat pagi. Padahal mereka baru tidur pukul 12 malam.
Kondisi itu bisa berubah saat mereka harus menjalani jurit malam di Situ Lembang.

Di sana, mereka mesti berjalan per dua orang di tengah hutan nan gelap gulita. Juga, harus menahan dingin yang menusuk tulang ketika diwajibkan berendam di Situ Lembang di tengah malam.

Meski terkesan ekstrem, toh banyak juga yang kuat. Bukan hanya yang muda, sosok-sosok yang sudah tua pun kuat dengan aturan dan disiplin ala tentara itu. “Saya seperti mimpi bisa bertahan hingga dua minggu di Kopassus. Selama tiga hari pertama rasanya pengin pulang terus. Ternyata saya tidak sakit meski tidurnya kurang dan mesti berendam di air yang sangat dingin di tengah malam,” ujar Satia Bagdja, pelatih fisik timnas sepak bola.

Namun, ada juga beberapa atlet yang tak kuat dan memilih kabur. Di antaranya adalah striker timnas Indonesia Irfan Bachdim serta winger Kim Jeffrey Kurniawan yang hanya sanggup bertahan selama tiga hari. Ketatnya disiplin serta kehidupan ala militer ternyata membuat bendungan pertahanan mereka jebol.

Keduanya akhirnya baru bergabung ke Kopassus sehari sebelum wisuda. Meski hanya bergabung selama tiga hari, mereka tetap dinyatakan lulus. “Saya minta maaf karena tak bisa mengikuti program ini hingga akhir,” kata Irfan.

Selama di markas Kopassus, para atlet dan ofisial pelatnas memang mesti menjalani hari-hari tak ubahnya seorang tentara. Setelah bangun pukul 04.00, mereka langsung menjalankan ritual agama masing-masing, senam pagi, dan dilanjutkan makan pagi. Setelah itu, mereka bakal dijejali berbagai pelajaran yang berorientasi wawasan Nusantara.

Siangnya, setelah makan siang dan ritual keagamaan, mereka menjalani sesi game-game serta latihan yang dirancang untuk meningkatkan kebersamaan serta kekompakan. Di antaranya, menuruni wall panjat dinding maupun flying fox.

Mereka juga tak bisa seenaknya berkomunikasi. Para mentor dari Kopassus memang menyita semua alat komunikasi milik para atlet dan ofisial. Komunikasi hanya bisa dilakukan saat pesiar, yakni setelah makan malam.
“Di sini sudah lupa hari dan tanggal. Pokoknya yang diinget tiap hari hanya latihan. Tiba-tiba saja kok udah mau pulang kayak sekarang (kemarin). Awalnya menyiksa. Tapi, ngangenin juga kalau diinget-inget,” ujar Hie Ivana, peboling andalan Merah Putih.

“Programnya benar-benar melelahkan. Rasanya saya seperti menjadi aktor di film perang yang sering saya lihat,” kata Ruben Wuarbanaran, bek Timnas hasil dinaturalisasi asal Belanda.

Setelah seminggu menjalani latihan di Batujajar, atlet dan ofisial tersebut akan diinapkan di Situ Lembang. Di situlah banyak kejadian yang benar-benar bakal mereka ingat seumur hidup. Bukan hanya jurit malam, melainkan juga bagaimana bertahan hidup. Ada kalanya mereka mesti menangkap ular, lalu membakarnya untuk kemudian dimakan bareng-bareng.
“Saya itu takut kegelapan dan ketinggian. Makanya, pas jurit malam atau menuruni wall, saya benar-benar takut setengah mati,” ucap Yongki Ariwibowo, striker timnas.

Meski begitu, dia mengaku tak jera mengikuti berbagai kegiatan di Batujajar. Dia menyatakan siap jika suatu saat dipanggil guna menjalani character building seperti itu. Alasannya, program tersebut dianggap sebagai pijakan demi menggapai cita-cita. “Setelah dari sini, saya ingin menjadi tentara,” tegas Yongki. (c5/kum/jpnn)

Dua Minggu Para Atlet-Ofisial SEA Games Digembleng ala Kopassus di Batujajar

Program character building atau penggemblengan ala militer bagi para atlet dan ofisial yang akan berlaga dalam SEA Games berakhir kemarin (19/5).
Selama dua minggu mereka ditempa dengan berbagai latihan di markas Kopassus, Batujajar, Bandung. Bagaimana kesan mereka” Adakah yang tak lulus”

Gemuruh tawa membahana di gedung serbaguna markas Kopassus, Batujajar, Bandung, kemarin siang Semua yang ada di gedung itu tergelak melihat rekaman video yang diputar dengan overhead projector (OHP). Di layar terlihat bagaimana konyol dan lucunya para atlet serta ofisial pelatnas proyeksi SEA Games tersebut saat menjalani latihan character building di markas Kopassus.

Adegan-adegan lucu itu mulai salah baris-berbaris, makan yang terburu-buru, hingga ketika mereka mengenakan baju ala pocong saat malam. Gelak tawa dan keriangan tersebut dilengkapi lantunan lagu-lagu nasional bertempo cepat dari audio di samping layar.

Tak lama berselang, suasana berubah menjadi syahdu. Yakni, ketika lagu yang diperdengarkan berganti berirama lambat, berjudul Rayuan Pulau Kelapa. Selanjutnya, para pemain dan ofisial dipanggil satu per satu. Mereka berbaris, lalu berjalan menaiki panggung. Persis sebuah prosesi wisuda sarjana. Saat itu, si MC menyebutkan nama lengkap satu per satu atlet dan ofisial serta cabang olahraga (cabor)-nya. Setelah prosesi tersebut kelar, gemuruh kembali membahana. Mereka berjoget dan bernyanyi diiringi electone.

Siang itu memang tak ubahnya sebuah wisuda bagi para atlet dan ofisial pelatnas cabor proyeksi SEA Games 2011 gelombang X. Pada kesempatan tersebut, 79 atlet dari delapan cabor akhirnya dinyatakan lulus setelah dua minggu menjalani character building. Mereka adalah gelombang terakhir yang mengikuti program itu.

Prima (Program Indonesia Emas) memang mewajibkan seluruh atlet dan ofisial yang tergabung dalam pelatnas proyeksi SEA Games 2011 untuk menjalani program ala militer tersebut.

Bagaimana kesan para atlet? “Salah satu yang mengesankan adalah ketika makan. Pada awal-awal masuk ke sini, kami hanya makan selama empat menitan. Jadinya, pas ngunyah makanan sambil minum juga,” ungkap Galuh Desi Ari, atlet sepak takraw.

“Saya kesusahan kalau harus lapor ke komandan. Suara saya kan serak dan tidak keras banget, tapi disuruh laporan dengan suara yang keras. Ngerasa-nya tersiksa juga,” ujar Okto Maniani, winger timnas sepak bola.
Aturan tidur juga membuat para atlet itu kaget. Sebab, selama di markas Kopassus, mereka mesti bangun pukul empat pagi. Padahal mereka baru tidur pukul 12 malam.
Kondisi itu bisa berubah saat mereka harus menjalani jurit malam di Situ Lembang.

Di sana, mereka mesti berjalan per dua orang di tengah hutan nan gelap gulita. Juga, harus menahan dingin yang menusuk tulang ketika diwajibkan berendam di Situ Lembang di tengah malam.

Meski terkesan ekstrem, toh banyak juga yang kuat. Bukan hanya yang muda, sosok-sosok yang sudah tua pun kuat dengan aturan dan disiplin ala tentara itu. “Saya seperti mimpi bisa bertahan hingga dua minggu di Kopassus. Selama tiga hari pertama rasanya pengin pulang terus. Ternyata saya tidak sakit meski tidurnya kurang dan mesti berendam di air yang sangat dingin di tengah malam,” ujar Satia Bagdja, pelatih fisik timnas sepak bola.

Namun, ada juga beberapa atlet yang tak kuat dan memilih kabur. Di antaranya adalah striker timnas Indonesia Irfan Bachdim serta winger Kim Jeffrey Kurniawan yang hanya sanggup bertahan selama tiga hari. Ketatnya disiplin serta kehidupan ala militer ternyata membuat bendungan pertahanan mereka jebol.

Keduanya akhirnya baru bergabung ke Kopassus sehari sebelum wisuda. Meski hanya bergabung selama tiga hari, mereka tetap dinyatakan lulus. “Saya minta maaf karena tak bisa mengikuti program ini hingga akhir,” kata Irfan.

Selama di markas Kopassus, para atlet dan ofisial pelatnas memang mesti menjalani hari-hari tak ubahnya seorang tentara. Setelah bangun pukul 04.00, mereka langsung menjalankan ritual agama masing-masing, senam pagi, dan dilanjutkan makan pagi. Setelah itu, mereka bakal dijejali berbagai pelajaran yang berorientasi wawasan Nusantara.

Siangnya, setelah makan siang dan ritual keagamaan, mereka menjalani sesi game-game serta latihan yang dirancang untuk meningkatkan kebersamaan serta kekompakan. Di antaranya, menuruni wall panjat dinding maupun flying fox.

Mereka juga tak bisa seenaknya berkomunikasi. Para mentor dari Kopassus memang menyita semua alat komunikasi milik para atlet dan ofisial. Komunikasi hanya bisa dilakukan saat pesiar, yakni setelah makan malam.
“Di sini sudah lupa hari dan tanggal. Pokoknya yang diinget tiap hari hanya latihan. Tiba-tiba saja kok udah mau pulang kayak sekarang (kemarin). Awalnya menyiksa. Tapi, ngangenin juga kalau diinget-inget,” ujar Hie Ivana, peboling andalan Merah Putih.

“Programnya benar-benar melelahkan. Rasanya saya seperti menjadi aktor di film perang yang sering saya lihat,” kata Ruben Wuarbanaran, bek Timnas hasil dinaturalisasi asal Belanda.

Setelah seminggu menjalani latihan di Batujajar, atlet dan ofisial tersebut akan diinapkan di Situ Lembang. Di situlah banyak kejadian yang benar-benar bakal mereka ingat seumur hidup. Bukan hanya jurit malam, melainkan juga bagaimana bertahan hidup. Ada kalanya mereka mesti menangkap ular, lalu membakarnya untuk kemudian dimakan bareng-bareng.
“Saya itu takut kegelapan dan ketinggian. Makanya, pas jurit malam atau menuruni wall, saya benar-benar takut setengah mati,” ucap Yongki Ariwibowo, striker timnas.

Meski begitu, dia mengaku tak jera mengikuti berbagai kegiatan di Batujajar. Dia menyatakan siap jika suatu saat dipanggil guna menjalani character building seperti itu. Alasannya, program tersebut dianggap sebagai pijakan demi menggapai cita-cita. “Setelah dari sini, saya ingin menjadi tentara,” tegas Yongki. (c5/kum/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/