DENPASAR, SUMUTPOS.CO – Implementasi pembayaran zakat PNS melalui potong gaji langsung masih menunggu fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, penerapan kebijakan tersebut harus melalui kajian dua aspek hukum. Yakni hukum negara dan hukum fiqih.
Untuk kajian hukum negara maupun hukum pidana, Lukman mengatakan sudah selesai. “(Tinggal) landasan fiqih zakat. Dari syar’i-nya seperti apa,” katanya usai pembukaan Rakornas Baznas 2018 di Denpasar, Bali, kemarin (21/3). Nah, untuk mendapatkan kajian dari aspek hukum fiqih tersebut, Lukman masih menunggu agenda ijtima’ Komisi Fatwa MUI.
Rencananya, kegiatan diskusi para ulama itu digelar di Lombok pada 12-14 April mendatang. Hasil pembahasan dari ulama MUI itu nanti menjadi dasar penerapan pemungutan zakat PNS melalui skema potong gaji.
Lukman lantas meluruskan dugaan motif politik di balik kebijakan pembayaran zakat bagi PNS atau ASN tersebut. “Tidak ada urusannya dengan yang katanya pemerintah kekurangan APBN,” jelasnya. Untuk pendistribusian tidak dilakukan Kemenag, melainkan Baznas. Pemerintah hanya memfasilitasi kebijakannya.
Saat ini pemerintah dihadapkan dengan dua kutub yang saling bertentangan. Terkait zakat ASN tersebut, ada pihak yang menyebut pemerintah berhak mengambil atau memungut. Lebih tegas lagi, negara berhak memaksa kepada umat ASN Islam untuk membayar zakat bagi yang memenuhi syarat.
Sebaliknya, ada pihak yang berpendapat zakat adalah kewajiban atau urusan agama yang bersifat individu. “Pemerintah (dikatakan) seperti tidak ada kerjaan,” jelasnya. Pemerintah disebut tidak perlu ikut campur urusan zakat. Kewajiban membayar zakat adalah hukum agama, bukan hukum negara atau pemerintah.
Untuk itu, Lukman menegaskan, ketentuan pembayaran zakat bagi para ASN sifatnya sukarela. Tidak ada paksaan. Bagi yang siap bergabung, disiapkan regulasi dan akadnya. Bagi yang tidak bersedia bergabung, juga dipersilahkan. Sebab, bisa jadi sudah menyalurkan zakatnya melalui lembaga amil zakat lain atau dibayarkan langsung ke mustahik.