26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Lima Puluh Persen RS di Indonesia Berijin Kadaluarsa

Rumah Sakit-Ilustrasi
Rumah Sakit-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Fakta mengejutkan muncul dari dunia kesehatan. Lebih dari 50 persen rumah sakit (RS) di Indonesia ijinnya kadaluarsa. Meski demikian, hingga saat ini mereka masih terus beroperasi.

Diakui oleh Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) Akmal Tahir, bahwa dari 2200 RS baru 700 RS yang telah diperbaiki akreditasinya. Selebihnya, masih out of date.

Akmal menuturkan, kondisi ini sendiri bukan karena keengganan pihak RS untuk mengurus ijin mereka kembali. Namun karena adanya perpindahan tonggak pengurusan masalah akreditasi RS tersebut. Saat ini, kata dia, masalah akreditasi sepenuhnya dipegang oleh Komisi AKreditasi Rumah Sakit (KARS). “Kan ganti lembaga jadi KARS yang ngurusin. KASR ini lembaga independen. Tapi masih dibawah Kemenkes,” ujarnya kemarin.

Pergantian tersebut kemudian diiringi dengan perubahan tatanan serta alat akreditasi. Proses akreditasi yang dahulu cukup dikerjakan dalam ruangan, kini harus disertai pemantauan langsung di lapangan. Adanya peraturan tersebut pun, menurutnya, sepatutnya diiringi dengan tenaga surveyor yang memadahi. Namun sayangnya, KARS tidak memiliki itu. Hingga saat ini, baru sekitar 250 tenaga surveyor yang bekerja untuk memeriksa syarat akreditasi dari 2200 RS tersebut. “Tapi ternyata kita tidak siap, tenaga kurang. Sehingga pengurusannya melambat akhir-akhir ini,” jelasnya.

Kendati telah kadaluarsa akreditasinya, seluruh RS tersebut masih beroperasi hingga sekarang. Kondisi ini kemudian menimbulkan kekhawatiran akan mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak RS pada pasien. “Kan akreditasinya sudah kadaluarsa, pasti akan sangat mempengaruhi mutu pelayanan. Kita minta Kemenkes untuk turun tangan,” ujar Direktur Indonesian Hospital and Clinic Watch (INHOTCH), Fikri Suadu. Fikri menyebut, akreditasi merupakan indikator formal yang dijadikan parameter layak tidaknya sebuah institusi pelayanan kesehatan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. sehingga perlu mendapat perhatian besar oleh pihak Kemenkes.

Menanggapi hal itu, Akmal menuturkan, bahwa pemerintah telah memberikan pendampingan pada RS dalam melengkapi proses akreditasi mereka. RS telah diberikan arahan selama dua kali sebelum proses akreditasi di mulai. “Jika tidak, maka tidak aka nada yang lolos dalam proses akreditasi. Apalagi dengan alat baru ini,” pungkasnya.

Meski banyak yang masih kadaluarasa, akmal mengaku tidak bisa secara gamblang memberikan sanksi. Terutama penutupan pelayanan RS. Sebab menurutnya, masalah-masalah “Tidak bisa kan kita tutup seenaknya, nanti pasiennya bagaimana. Dipulangkan? Tidak seperti itu. Kecuali sejak awal tidak mau (diakreditasi) kita tutup,” jelasnya. (mia)

Rumah Sakit-Ilustrasi
Rumah Sakit-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Fakta mengejutkan muncul dari dunia kesehatan. Lebih dari 50 persen rumah sakit (RS) di Indonesia ijinnya kadaluarsa. Meski demikian, hingga saat ini mereka masih terus beroperasi.

Diakui oleh Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) Akmal Tahir, bahwa dari 2200 RS baru 700 RS yang telah diperbaiki akreditasinya. Selebihnya, masih out of date.

Akmal menuturkan, kondisi ini sendiri bukan karena keengganan pihak RS untuk mengurus ijin mereka kembali. Namun karena adanya perpindahan tonggak pengurusan masalah akreditasi RS tersebut. Saat ini, kata dia, masalah akreditasi sepenuhnya dipegang oleh Komisi AKreditasi Rumah Sakit (KARS). “Kan ganti lembaga jadi KARS yang ngurusin. KASR ini lembaga independen. Tapi masih dibawah Kemenkes,” ujarnya kemarin.

Pergantian tersebut kemudian diiringi dengan perubahan tatanan serta alat akreditasi. Proses akreditasi yang dahulu cukup dikerjakan dalam ruangan, kini harus disertai pemantauan langsung di lapangan. Adanya peraturan tersebut pun, menurutnya, sepatutnya diiringi dengan tenaga surveyor yang memadahi. Namun sayangnya, KARS tidak memiliki itu. Hingga saat ini, baru sekitar 250 tenaga surveyor yang bekerja untuk memeriksa syarat akreditasi dari 2200 RS tersebut. “Tapi ternyata kita tidak siap, tenaga kurang. Sehingga pengurusannya melambat akhir-akhir ini,” jelasnya.

Kendati telah kadaluarsa akreditasinya, seluruh RS tersebut masih beroperasi hingga sekarang. Kondisi ini kemudian menimbulkan kekhawatiran akan mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak RS pada pasien. “Kan akreditasinya sudah kadaluarsa, pasti akan sangat mempengaruhi mutu pelayanan. Kita minta Kemenkes untuk turun tangan,” ujar Direktur Indonesian Hospital and Clinic Watch (INHOTCH), Fikri Suadu. Fikri menyebut, akreditasi merupakan indikator formal yang dijadikan parameter layak tidaknya sebuah institusi pelayanan kesehatan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. sehingga perlu mendapat perhatian besar oleh pihak Kemenkes.

Menanggapi hal itu, Akmal menuturkan, bahwa pemerintah telah memberikan pendampingan pada RS dalam melengkapi proses akreditasi mereka. RS telah diberikan arahan selama dua kali sebelum proses akreditasi di mulai. “Jika tidak, maka tidak aka nada yang lolos dalam proses akreditasi. Apalagi dengan alat baru ini,” pungkasnya.

Meski banyak yang masih kadaluarasa, akmal mengaku tidak bisa secara gamblang memberikan sanksi. Terutama penutupan pelayanan RS. Sebab menurutnya, masalah-masalah “Tidak bisa kan kita tutup seenaknya, nanti pasiennya bagaimana. Dipulangkan? Tidak seperti itu. Kecuali sejak awal tidak mau (diakreditasi) kita tutup,” jelasnya. (mia)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/