25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Ngebut di Atas 50 Km per Jam, Penjara Dua Bulan

Foto: Sumut Pos Suasana arus lalu-lintas di Jalan Sisingamangaraja, kawasan pintu Tol Amplas Medan, Selasa (22/9/2015). Peraturan baru Menhub, kecepatan kendaraan di jalan perkotaan maksimal 50 km per jam.
Foto: Sumut Pos
Suasana arus lalu-lintas di Jalan Sisingamangaraja, kawasan pintu Tol Amplas Medan, Selasa (22/9/2015). Peraturan baru Menhub, kecepatan kendaraan di jalan perkotaan maksimal 50 km per jam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ngebut atau melanggar batas kecepatan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kasus kecelakaan di Sumut, khususnya kota Medan. Untuk mencegahnya, Menteri Perhubungan mengeluarkan aturan untuk menetapkan batas kecepatan melintasi jalan raya. Jika melanggar, pengendara akan disanksi denda Rp.500 ribu atau dipenjara selama 2 bulan.

Peraturan mengenai tata cara penetapan batas kecepatan kendaraan bermotor ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun 2015. Beberapa peraturan yang akan diterapkan diantaranya batas maksimal kendaraan di jalan antarkota hanya 80 kilometer per jam untuk mobil, sedangkan sepeda motor, 60 kilometer per jam.

Untuk jalan perkotaan alias protokol, kecepatan maksimal hanya 50 kilometer per jam untuk mobil, dan 40 kilometer per jam untuk sepeda motor. Sementara itu, di jalan permukiman, batas kecepatan maksimal 30 kilometer per jam untuk semua tipe kendaraan. Sedangkan untuk jalan bebas hambatan alias jalan tol, batas kecepatan maksimal 100 kilometer per jam.

“Kami akan mensosialisasikan peraturan atau kebijakan baru yang secara khusus terkait aspek keselamatan ini kepada masyarakat,” tegas Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Sugihardjo kemarin.

Dalam penerapan aturan tersebut, Kementerian Perhubungan sebagai regulator akan menggunakan teknologi canggih untuk mengetahui kecepatan kendaraan. Salah satunya adalah speed gun atau alat pengukur kecepatan kendaraan yang digunakan polisi untuk mengetahui terjadinya pelanggaran batas kecepatan di jalan raya.

“Bagaimana cara mengetahui kecepatan itu, dibutuhkan bantuan teknologi. Tidak mungkin petugas atau polisi yang bertugas mengetahui kecepatan suatu kendaraan. Misalnya bisa menggunakan speed gun nantinya atau bisa juga dalam bentuk yang lain yang bisa mengatur kecepatan,” tambah Sugihardjo. Meski dia mengakui penggunaan teknologi masih menjadi pekerjaan rumah buat Kementerian Perhubungan. Penerapan teknologi tersebut bakal menjadi pegangan dalam proses sanksi penegakan hukum.

“Tanpa teknologi entah itu rambu, atau sebagainya yang mengatur kecepatan petugas akan kesulitan. Kemudian putusan hakim juga akan sulit karena barang buktinya tidak ada. Intinya tanpa teknologi akan sulit,”akunya. Dia tidak menampik aturan ini mengadopsi Amerika dan Australia. Tujuannya hanya satu, meningkatkan keselamatan pengendara sekaligus menekan angka kecelakaan. “Di sana (Amerika dan Australia) sudah diterapkan. Kita dalam 6 bulan ke depan kita juga akan mulai memberlakukan hal ini,”ungkapnya.

Dia mengatakan sebagai pelaksanaan peraturan tersebut, harus terlebih dahulu dipasang marka dan rambu-rambu jalan untuk memperingatkan batas kecepatan.Saat ini, Sugihardjo menyebutkan, marka dan rambu jalan telah dipasang di jalan tol sudah 90 persen, namun untuk di jalan-jalan dalam kota baru 40 persen.

“Ini juga yang menjadi pekerjaan rumah kita untuk memasang marka jalan, sementara bagi jalan-jalan yang masih dalam pengerjaan lebih memudahkan dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” ujarnya. Kewenangan menetapkan perubahan atas batas kecepatan dilakukan oleh menteri untuk jalan nasional, gubernur bagi jalan provinsi, bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa, serta wali kota untuk jalan kota.

Implementasi dari negara-negara lain dalam hal pemantauan kesesuaian batas kecepatan dilakukan dengan pemasangan kamera kecepatan (speed camera) pada ruas jalan yang disertai denda jika melanggar.Sanksi yang dikenakan sesuai dengan Pasal 287 ayat 5 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu dikenakan denda hingga Rp 500 ribu, atau dipenjara selama dua bulan. (win/deo)

Foto: Sumut Pos Suasana arus lalu-lintas di Jalan Sisingamangaraja, kawasan pintu Tol Amplas Medan, Selasa (22/9/2015). Peraturan baru Menhub, kecepatan kendaraan di jalan perkotaan maksimal 50 km per jam.
Foto: Sumut Pos
Suasana arus lalu-lintas di Jalan Sisingamangaraja, kawasan pintu Tol Amplas Medan, Selasa (22/9/2015). Peraturan baru Menhub, kecepatan kendaraan di jalan perkotaan maksimal 50 km per jam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ngebut atau melanggar batas kecepatan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kasus kecelakaan di Sumut, khususnya kota Medan. Untuk mencegahnya, Menteri Perhubungan mengeluarkan aturan untuk menetapkan batas kecepatan melintasi jalan raya. Jika melanggar, pengendara akan disanksi denda Rp.500 ribu atau dipenjara selama 2 bulan.

Peraturan mengenai tata cara penetapan batas kecepatan kendaraan bermotor ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun 2015. Beberapa peraturan yang akan diterapkan diantaranya batas maksimal kendaraan di jalan antarkota hanya 80 kilometer per jam untuk mobil, sedangkan sepeda motor, 60 kilometer per jam.

Untuk jalan perkotaan alias protokol, kecepatan maksimal hanya 50 kilometer per jam untuk mobil, dan 40 kilometer per jam untuk sepeda motor. Sementara itu, di jalan permukiman, batas kecepatan maksimal 30 kilometer per jam untuk semua tipe kendaraan. Sedangkan untuk jalan bebas hambatan alias jalan tol, batas kecepatan maksimal 100 kilometer per jam.

“Kami akan mensosialisasikan peraturan atau kebijakan baru yang secara khusus terkait aspek keselamatan ini kepada masyarakat,” tegas Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Sugihardjo kemarin.

Dalam penerapan aturan tersebut, Kementerian Perhubungan sebagai regulator akan menggunakan teknologi canggih untuk mengetahui kecepatan kendaraan. Salah satunya adalah speed gun atau alat pengukur kecepatan kendaraan yang digunakan polisi untuk mengetahui terjadinya pelanggaran batas kecepatan di jalan raya.

“Bagaimana cara mengetahui kecepatan itu, dibutuhkan bantuan teknologi. Tidak mungkin petugas atau polisi yang bertugas mengetahui kecepatan suatu kendaraan. Misalnya bisa menggunakan speed gun nantinya atau bisa juga dalam bentuk yang lain yang bisa mengatur kecepatan,” tambah Sugihardjo. Meski dia mengakui penggunaan teknologi masih menjadi pekerjaan rumah buat Kementerian Perhubungan. Penerapan teknologi tersebut bakal menjadi pegangan dalam proses sanksi penegakan hukum.

“Tanpa teknologi entah itu rambu, atau sebagainya yang mengatur kecepatan petugas akan kesulitan. Kemudian putusan hakim juga akan sulit karena barang buktinya tidak ada. Intinya tanpa teknologi akan sulit,”akunya. Dia tidak menampik aturan ini mengadopsi Amerika dan Australia. Tujuannya hanya satu, meningkatkan keselamatan pengendara sekaligus menekan angka kecelakaan. “Di sana (Amerika dan Australia) sudah diterapkan. Kita dalam 6 bulan ke depan kita juga akan mulai memberlakukan hal ini,”ungkapnya.

Dia mengatakan sebagai pelaksanaan peraturan tersebut, harus terlebih dahulu dipasang marka dan rambu-rambu jalan untuk memperingatkan batas kecepatan.Saat ini, Sugihardjo menyebutkan, marka dan rambu jalan telah dipasang di jalan tol sudah 90 persen, namun untuk di jalan-jalan dalam kota baru 40 persen.

“Ini juga yang menjadi pekerjaan rumah kita untuk memasang marka jalan, sementara bagi jalan-jalan yang masih dalam pengerjaan lebih memudahkan dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” ujarnya. Kewenangan menetapkan perubahan atas batas kecepatan dilakukan oleh menteri untuk jalan nasional, gubernur bagi jalan provinsi, bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa, serta wali kota untuk jalan kota.

Implementasi dari negara-negara lain dalam hal pemantauan kesesuaian batas kecepatan dilakukan dengan pemasangan kamera kecepatan (speed camera) pada ruas jalan yang disertai denda jika melanggar.Sanksi yang dikenakan sesuai dengan Pasal 287 ayat 5 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu dikenakan denda hingga Rp 500 ribu, atau dipenjara selama dua bulan. (win/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/