25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

2013 Bakal Makin Gaduh

Antikorupsi Membaik, Politik Saling Sandera

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap akan mewarnai pemberantasan korupsi di Indonesia pada 2013. Gebrakan dua lembaga penegak hukum yang lain, yakni Mabes Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung), diyakini masih belum terasa.

“Padahal, eksistensi KPK bersifat adhoc dengan keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia. Sementara, yang memiliki semua itu adalah instansi kepolisian dan kejaksaan,” kata Wakil Ketua DPD Laode Ida dalam refleksi akhir tahun bersama Forum Alumni Cipayung di gedung DPR kemarin (21/12).

Menurut Laode, Presiden SBY tidak berdaya memaksa kepolisian dan kejaksaan untuk ikut bekerja keras memberantas korupsi. Bahkan, putusan MK pada 2012 yang meniadakan izin presiden untuk pemeriksaan kepala daerah yang terindikasi korupsi belum ditindaklanjuti secara efektif oleh jajaran kepolisian dan kejaksaan. “Muncul kecurigaan, jangan-jangan putusan MK itu justru menjadikan aparat di daerah semakin ‘berjaya’ dengan memanfaatkan pejabat korup,” kata senator dari Sultra tersebut.

Sebaliknya, KPK justru menciptakan sejarah baru dalam pemberantasan korupsi dengan menjadikan Menpora Andi Mallarangeng sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang. Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua mantan pejabat Bank Indonesia (BI) sebagai tersangka kasus Bank Century.

Menurut Laode, peristiwa tersebut menguatkan temuan Pansus Hak Angket DPR 2011 tentang dugaan keterlibatan Wapres Boediono dalam pengucuran dana talangan (bailout) Bank Century semasa menjabat gubernur BI. “Pengusutan skandal Century diperkirakan menjadi bola panas yang terus bergulir secara politik dan hukum pada 2013,” ujarnya.

Dia menduga, perpolitikan nasional 2013 semakin panas. “Dapat dipahami karena menghadapi Pemilu 2014 dengan persiapan pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta kasak-kusuk untuk pencapresan,” kata Laode.
Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo memandang optimistis dinamika penegakan hukum sepanjang 2012. “Indonesia sudah memasuki era perbaikan kualitas penegakan hukum,” puji Bambang.

Berbagai ‘tangkapan besar’ KPK, menurut Bambang, seharusnya melahirkan efek jera yang luar biasa. Kalau menteri saja bisa ditetapkan sebagai tersangka, Sekjen kementerian beserta jajaran di bawahnya akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi. “Kalau pengusaha sekaliber Hartati Murdaya bisa dijerat KPK, komunitas bisnis tentunya tidak berani lagi menghalalkan praktik suap untuk mendapatkan konsesi bisnis,” katanya. Satuan-satuan kerja di bank sentral pun, imbuh Bambang, tidak akan berani melangkah sembrono.

Soal politik, Bambang menyebut pergesekan pada 2013 semakin keras. Parpol yang ‘terjerembap’ sepanjang 2012, kata dia, akan berusaha menyamakan skor. “Bakal ada drama buka-bukaan sesama lawan politik agar skornya sama,” ungkap Bambang. Faktor internal parpol-parpol besar yang mendorong jagonya maju capres akan membuat kegaduhan yang semakin keras. “Faktor Anas (Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus Hambalang) juga menentukan stabilitas parpol besar yang masih memerintah,” tegasnya.

Anggota Komisi I DPR Effendy Choirie menilai, semua instrumen demokrasi tengah berada di titik nadir. Tetapi, khusus untuk yudikatif, ada dua institusi yang tetap menjadi harapan masyarakat dan memberi contoh kepemimpinan, yaitu MK dan KPK. “Yang lain galau,” kata Sekjen Ikatan Alumni PMII itu.

Dia mencontohkan, semua kebijakan eksekutif cenderung paradoks. Misalnya, pemerintah mengampanyekan pertumbuhan ekonomi, tapi itu hanya dinikmati kalangan atas. “Tidak ada korelasi dengan rakyat banyak,” katanya.
Menurut dia, 2013 menjadi tahun penting karena berhubungan dengan momentum politik 2014. Choirie menyebut, rakyat tidak boleh salah memilih anggota DPR, apa pun parpolnya. “Kalau anggota DPR punya integritas, meskipun disuruh cari uang parpolnya, tidak akan korupsi,” ujarnya. Rakyat, tegas dia, juga jangan sampai salah saat memilih presiden mendatang.

Sementara itu, berdasar evaluasi PKS, penegakan hukum pada 2012 masih mendapat rapor merah. Kuatnya kepentingan politik menjadi indikator bahwa penegakan hukum sulit menyentuh penguasa. “Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi menjadi titik perhatian utama karena hukum di Indonesia masih dipandang tajam ke bawah, namun masih tumpul ke atas,” ujar Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid dalam refleksi akhir 2012 kemarin (21/12).
Menurut Hidayat, bila kasus hukum melibatkan rakyat kecil, hukum sangat sigap bereaksi tanpa ampun. Vonis yang dijatuhkan pun tidak ringan. Sebaliknya, jika hukum melibatkan kelompok elite, hukum menjadi tumpul, bahkan bisa ditawar. “Kasus korupsi yang melibatkan elite menampakkan wujud tarik-menarik yang bersifat politis,” ujarnya.

Saat ini, kata Hidayat, terjadi anomali di persepsi publik. Fakta membuktikan telah terjadi korupsi pada sejumlah orang partai. Sementara itu, nama-nama yang dinominasikan sebagai orang nomor satu bangsa nanti berasal dari parpol. “Ini adalah anomali terkait dukungan publik kepada KPK,” jelasnya.

Selain itu, dalam aspek hukum, kata Hidayat, FPKS masih mencatat bahwa kelemahan kebijakan dan administratif membuat masih ada kasus seperti lolosnya grasi bagi bandar narkoba, pemalsuan putusan MA, dan upaya pelemahan KPK. Upaya pelemahan KPK itu terlihat dari rencana perubahan UU Nomor 30/2002.  “Fraksi PKS sejak melahirkan KPK bersama dengan kekuatan politik lain di DPR terus berupaya memperkuat institusi KPK dan juga lembaga penegakan hukum yang sudah ada,” ujar Hidayat.

PKS, lanjut Hidayat, juga mengingatkan KPK bahwa proses penegakan hukum sejumlah kasus belum tuntas. Kasus Century, misalnya, merupakan kasus yang memiliki potensi tarik-menarik politik yang kuat. Sebab, kasus Century selalu menjadi bola panas jika terdapat fakta-fakta tambahan. “KPK harus bekerja lebih giat supaya di 2014 kita lebih fokus melaksanakan pemilu,” katanya.

Apalagi, lanjut Hidayat, 2013 adalah tahun politik. Sementara itu, 2014 adalah tahun pesta demokrasi. Jangan sampai proses politik dan demokrasi tersebut dibumbui intrik yang berimbas pada sulitnya melakukan penegakan hukum. “Dikhawatirkan nanti terjadi bias,” ujarnya mengingatkan. (pri/bay/c6/agm/jpnn)

Antikorupsi Membaik, Politik Saling Sandera

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap akan mewarnai pemberantasan korupsi di Indonesia pada 2013. Gebrakan dua lembaga penegak hukum yang lain, yakni Mabes Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung), diyakini masih belum terasa.

“Padahal, eksistensi KPK bersifat adhoc dengan keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia. Sementara, yang memiliki semua itu adalah instansi kepolisian dan kejaksaan,” kata Wakil Ketua DPD Laode Ida dalam refleksi akhir tahun bersama Forum Alumni Cipayung di gedung DPR kemarin (21/12).

Menurut Laode, Presiden SBY tidak berdaya memaksa kepolisian dan kejaksaan untuk ikut bekerja keras memberantas korupsi. Bahkan, putusan MK pada 2012 yang meniadakan izin presiden untuk pemeriksaan kepala daerah yang terindikasi korupsi belum ditindaklanjuti secara efektif oleh jajaran kepolisian dan kejaksaan. “Muncul kecurigaan, jangan-jangan putusan MK itu justru menjadikan aparat di daerah semakin ‘berjaya’ dengan memanfaatkan pejabat korup,” kata senator dari Sultra tersebut.

Sebaliknya, KPK justru menciptakan sejarah baru dalam pemberantasan korupsi dengan menjadikan Menpora Andi Mallarangeng sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang. Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua mantan pejabat Bank Indonesia (BI) sebagai tersangka kasus Bank Century.

Menurut Laode, peristiwa tersebut menguatkan temuan Pansus Hak Angket DPR 2011 tentang dugaan keterlibatan Wapres Boediono dalam pengucuran dana talangan (bailout) Bank Century semasa menjabat gubernur BI. “Pengusutan skandal Century diperkirakan menjadi bola panas yang terus bergulir secara politik dan hukum pada 2013,” ujarnya.

Dia menduga, perpolitikan nasional 2013 semakin panas. “Dapat dipahami karena menghadapi Pemilu 2014 dengan persiapan pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta kasak-kusuk untuk pencapresan,” kata Laode.
Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo memandang optimistis dinamika penegakan hukum sepanjang 2012. “Indonesia sudah memasuki era perbaikan kualitas penegakan hukum,” puji Bambang.

Berbagai ‘tangkapan besar’ KPK, menurut Bambang, seharusnya melahirkan efek jera yang luar biasa. Kalau menteri saja bisa ditetapkan sebagai tersangka, Sekjen kementerian beserta jajaran di bawahnya akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi. “Kalau pengusaha sekaliber Hartati Murdaya bisa dijerat KPK, komunitas bisnis tentunya tidak berani lagi menghalalkan praktik suap untuk mendapatkan konsesi bisnis,” katanya. Satuan-satuan kerja di bank sentral pun, imbuh Bambang, tidak akan berani melangkah sembrono.

Soal politik, Bambang menyebut pergesekan pada 2013 semakin keras. Parpol yang ‘terjerembap’ sepanjang 2012, kata dia, akan berusaha menyamakan skor. “Bakal ada drama buka-bukaan sesama lawan politik agar skornya sama,” ungkap Bambang. Faktor internal parpol-parpol besar yang mendorong jagonya maju capres akan membuat kegaduhan yang semakin keras. “Faktor Anas (Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus Hambalang) juga menentukan stabilitas parpol besar yang masih memerintah,” tegasnya.

Anggota Komisi I DPR Effendy Choirie menilai, semua instrumen demokrasi tengah berada di titik nadir. Tetapi, khusus untuk yudikatif, ada dua institusi yang tetap menjadi harapan masyarakat dan memberi contoh kepemimpinan, yaitu MK dan KPK. “Yang lain galau,” kata Sekjen Ikatan Alumni PMII itu.

Dia mencontohkan, semua kebijakan eksekutif cenderung paradoks. Misalnya, pemerintah mengampanyekan pertumbuhan ekonomi, tapi itu hanya dinikmati kalangan atas. “Tidak ada korelasi dengan rakyat banyak,” katanya.
Menurut dia, 2013 menjadi tahun penting karena berhubungan dengan momentum politik 2014. Choirie menyebut, rakyat tidak boleh salah memilih anggota DPR, apa pun parpolnya. “Kalau anggota DPR punya integritas, meskipun disuruh cari uang parpolnya, tidak akan korupsi,” ujarnya. Rakyat, tegas dia, juga jangan sampai salah saat memilih presiden mendatang.

Sementara itu, berdasar evaluasi PKS, penegakan hukum pada 2012 masih mendapat rapor merah. Kuatnya kepentingan politik menjadi indikator bahwa penegakan hukum sulit menyentuh penguasa. “Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi menjadi titik perhatian utama karena hukum di Indonesia masih dipandang tajam ke bawah, namun masih tumpul ke atas,” ujar Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid dalam refleksi akhir 2012 kemarin (21/12).
Menurut Hidayat, bila kasus hukum melibatkan rakyat kecil, hukum sangat sigap bereaksi tanpa ampun. Vonis yang dijatuhkan pun tidak ringan. Sebaliknya, jika hukum melibatkan kelompok elite, hukum menjadi tumpul, bahkan bisa ditawar. “Kasus korupsi yang melibatkan elite menampakkan wujud tarik-menarik yang bersifat politis,” ujarnya.

Saat ini, kata Hidayat, terjadi anomali di persepsi publik. Fakta membuktikan telah terjadi korupsi pada sejumlah orang partai. Sementara itu, nama-nama yang dinominasikan sebagai orang nomor satu bangsa nanti berasal dari parpol. “Ini adalah anomali terkait dukungan publik kepada KPK,” jelasnya.

Selain itu, dalam aspek hukum, kata Hidayat, FPKS masih mencatat bahwa kelemahan kebijakan dan administratif membuat masih ada kasus seperti lolosnya grasi bagi bandar narkoba, pemalsuan putusan MA, dan upaya pelemahan KPK. Upaya pelemahan KPK itu terlihat dari rencana perubahan UU Nomor 30/2002.  “Fraksi PKS sejak melahirkan KPK bersama dengan kekuatan politik lain di DPR terus berupaya memperkuat institusi KPK dan juga lembaga penegakan hukum yang sudah ada,” ujar Hidayat.

PKS, lanjut Hidayat, juga mengingatkan KPK bahwa proses penegakan hukum sejumlah kasus belum tuntas. Kasus Century, misalnya, merupakan kasus yang memiliki potensi tarik-menarik politik yang kuat. Sebab, kasus Century selalu menjadi bola panas jika terdapat fakta-fakta tambahan. “KPK harus bekerja lebih giat supaya di 2014 kita lebih fokus melaksanakan pemilu,” katanya.

Apalagi, lanjut Hidayat, 2013 adalah tahun politik. Sementara itu, 2014 adalah tahun pesta demokrasi. Jangan sampai proses politik dan demokrasi tersebut dibumbui intrik yang berimbas pada sulitnya melakukan penegakan hukum. “Dikhawatirkan nanti terjadi bias,” ujarnya mengingatkan. (pri/bay/c6/agm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/