29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Terakhir Ngobrol Sambil Nonton Film Titanic

Kristal Amalia, Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo

Nina Sapti Triaswati, istri almarhum Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mencoba untuk tegar saat jenazah suaminya mulai dimasukkan ke liang lahat pemakaman San Diego Hills, Kabupaten Karawang, Jawa Barat kemarin. Terlihat jelas, bagaimana dia berusaha mencegah air mata menetes ke pipinya.

Mata sembab yang berkaca-kaca dari ibu satu anak itu tidak pernah lepas dari peti berbalut bendera merah putih yang membawa jenazah almarhum. Di damping anaknya, Kristal Amalia, Nina lebih banyak diam. Dengan penuh hikmat dia mengikuti proses pemakaman suaminya.

Pemakaman Wamen nyentrik di petak Garden of Benefaction Mansion Fitrah (kompleks pemakaman Muslim) San Diego Hills itu juga dihadiri beberapa pejabat. Sebut daja Menteri Pertahanan dan Keamanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pekerjaan Joko Kirmanto, hingga Menteri ESDM Jero Wacikn
Sekitar pukul 10.11 prosesi pemakaman yang dipimpin oleh Jero Wacik dengan cara militer itu dimulai. Adalah petuah almarhum yang membuat Nina dan keluarga tetap tegar. “Papa orangnya selalu tabah kalau ada masalah. Karena itu, kami harus ikut tabah supaya papa senang,” ujar Kristal.

Gadis 15 tahun itu lantas bercerita momen terakhir bertemu dengan Widjajono. Dia masih ingat betul, pukul 01.00 dia diajak ibunya ke kamar ayahnya. Tidak ada obrolan yang serius, mereka ngobrol santai termasuk rencana melakukan pendakian dan film Titanic.

Kebetulan, film kegemaran Widjajono itu kembali ditayangkan di bioskop dengan format baru yakni tiga dimensi. Tidak ada firasat apapun, karena itu dia dan ibu merasa sangat terpukul begitu tahu ayahnya harus berpulang ke Illahi. “Tapi, kami harus tetap tabah,” ulangnya.

Disinggung perubahan besar apa yang terjadi pada dirinya setelah ini, dia mengaku merindukan papanya. Sebab, tidak akan ada lagi sosok yang selalu mengecek ke kamarnya saat larut malam. Kebiasaan itu dilakukan untuk mengecek apakah putri semata wayangnya itu sudah ada di rumah atau tidak.
Tidak hanya sekedar kunjungan, kadang menteri yang dikenal dengan rambut awut-awutannya itu juga suka mengobrol bareng. Mulai pertanyaan ringan seperti kabar, hingga kegiatan Kristal seharian. Ketika obrolan terjadi, dia tahu betul kalau papanya sedang mencoba ‘membayar’ waktu yang hilang untuknya.
Maklum, sejak menjadi wamen enam bulan lalu Widjajono lebih sibuk. Komunikasi tatap muka lebih sering tergantikan melalui telepon. Sesibuk apapun, papanya pasti menyempatkan waktu untuk komunikasi. “Saya bangga punya papa yang tegar dan peduli kepada orang lain,” tegasnya.
Keharuan mendalam juga dirasakan Jero Wacik. Bahkan, saat memberikan sambutan tentang partnernya itu dia sempat terisak. Sembari menahan air mata, dia terus membiarkan mulutnya menceritakan memori bersama almarhum. “Beliau orang yang cerdas. Tidak perlu menyiapkan data dan angka, semua ada di otaknya,” kenangnya.

Kadang, dia juga terlihat memberikan senyum tipis saat menceritakan kenangan manis. Seperti saat dia baru mengenal Widjajono sekitar 1970 ketika kuliah di Institut Teknologi Bandung. Pertemanan yang cukup lama itu membuat mereka dikenal sebagai dynamic duo atau pasangan yang pas.

Tidak hanya itu, masih terngiang juga tiga pesan yang ditinggalkan almarhum kepadanya. Pertama hemat BBM dan listrik, kedua Pesan kedua BBM bersubsidi harus dikendalikan, dan terakhir adalah pesan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. “Beliau minta proses pengembangannya dipercepat,” terangnya.

Menjelang sore, rombongan baru kembali ke rumah duka di Jalan Ciragil, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tidak ada keterangan yang diberikan oleh pihak keluarga, termasuk Nina sendiri. Dia memilih untuk beristirahat setelah melewati hari yang berat. “Saya letih, mau istirahat dulu,” katanya.
Suasana rumah duka juga lebih lengang dibandingkan saat jenazah hendak dibawa ke komplek pemakaman. Saat itu, sejak pagi pelayat sudah mulai berdatangan. Sebelum diberangkatkan sekitar pukul 09.30 oleh Mensesneg Sudi Silalahi, terlebih dahulu dilakukan upacara penyerahan jenazah dari keluarga ke negara.

Makin padat karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ani Yudhoyono juga datang. Begitu juga dengan Wakil Presiden Boediono yang melawat bersama istrinya. Kepada keluarga, Presiden mengaku sangat kehilangan sosok menteri yang dianggapnya pekerja keras tanpa pamrih itu. “Bapak Widjajono Partowidagdo catatan abadi yang tidak akan pernah saya lupakan,” ucap Presiden. (dim/jpnn)

Kristal Amalia, Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo

Nina Sapti Triaswati, istri almarhum Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mencoba untuk tegar saat jenazah suaminya mulai dimasukkan ke liang lahat pemakaman San Diego Hills, Kabupaten Karawang, Jawa Barat kemarin. Terlihat jelas, bagaimana dia berusaha mencegah air mata menetes ke pipinya.

Mata sembab yang berkaca-kaca dari ibu satu anak itu tidak pernah lepas dari peti berbalut bendera merah putih yang membawa jenazah almarhum. Di damping anaknya, Kristal Amalia, Nina lebih banyak diam. Dengan penuh hikmat dia mengikuti proses pemakaman suaminya.

Pemakaman Wamen nyentrik di petak Garden of Benefaction Mansion Fitrah (kompleks pemakaman Muslim) San Diego Hills itu juga dihadiri beberapa pejabat. Sebut daja Menteri Pertahanan dan Keamanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pekerjaan Joko Kirmanto, hingga Menteri ESDM Jero Wacikn
Sekitar pukul 10.11 prosesi pemakaman yang dipimpin oleh Jero Wacik dengan cara militer itu dimulai. Adalah petuah almarhum yang membuat Nina dan keluarga tetap tegar. “Papa orangnya selalu tabah kalau ada masalah. Karena itu, kami harus ikut tabah supaya papa senang,” ujar Kristal.

Gadis 15 tahun itu lantas bercerita momen terakhir bertemu dengan Widjajono. Dia masih ingat betul, pukul 01.00 dia diajak ibunya ke kamar ayahnya. Tidak ada obrolan yang serius, mereka ngobrol santai termasuk rencana melakukan pendakian dan film Titanic.

Kebetulan, film kegemaran Widjajono itu kembali ditayangkan di bioskop dengan format baru yakni tiga dimensi. Tidak ada firasat apapun, karena itu dia dan ibu merasa sangat terpukul begitu tahu ayahnya harus berpulang ke Illahi. “Tapi, kami harus tetap tabah,” ulangnya.

Disinggung perubahan besar apa yang terjadi pada dirinya setelah ini, dia mengaku merindukan papanya. Sebab, tidak akan ada lagi sosok yang selalu mengecek ke kamarnya saat larut malam. Kebiasaan itu dilakukan untuk mengecek apakah putri semata wayangnya itu sudah ada di rumah atau tidak.
Tidak hanya sekedar kunjungan, kadang menteri yang dikenal dengan rambut awut-awutannya itu juga suka mengobrol bareng. Mulai pertanyaan ringan seperti kabar, hingga kegiatan Kristal seharian. Ketika obrolan terjadi, dia tahu betul kalau papanya sedang mencoba ‘membayar’ waktu yang hilang untuknya.
Maklum, sejak menjadi wamen enam bulan lalu Widjajono lebih sibuk. Komunikasi tatap muka lebih sering tergantikan melalui telepon. Sesibuk apapun, papanya pasti menyempatkan waktu untuk komunikasi. “Saya bangga punya papa yang tegar dan peduli kepada orang lain,” tegasnya.
Keharuan mendalam juga dirasakan Jero Wacik. Bahkan, saat memberikan sambutan tentang partnernya itu dia sempat terisak. Sembari menahan air mata, dia terus membiarkan mulutnya menceritakan memori bersama almarhum. “Beliau orang yang cerdas. Tidak perlu menyiapkan data dan angka, semua ada di otaknya,” kenangnya.

Kadang, dia juga terlihat memberikan senyum tipis saat menceritakan kenangan manis. Seperti saat dia baru mengenal Widjajono sekitar 1970 ketika kuliah di Institut Teknologi Bandung. Pertemanan yang cukup lama itu membuat mereka dikenal sebagai dynamic duo atau pasangan yang pas.

Tidak hanya itu, masih terngiang juga tiga pesan yang ditinggalkan almarhum kepadanya. Pertama hemat BBM dan listrik, kedua Pesan kedua BBM bersubsidi harus dikendalikan, dan terakhir adalah pesan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. “Beliau minta proses pengembangannya dipercepat,” terangnya.

Menjelang sore, rombongan baru kembali ke rumah duka di Jalan Ciragil, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tidak ada keterangan yang diberikan oleh pihak keluarga, termasuk Nina sendiri. Dia memilih untuk beristirahat setelah melewati hari yang berat. “Saya letih, mau istirahat dulu,” katanya.
Suasana rumah duka juga lebih lengang dibandingkan saat jenazah hendak dibawa ke komplek pemakaman. Saat itu, sejak pagi pelayat sudah mulai berdatangan. Sebelum diberangkatkan sekitar pukul 09.30 oleh Mensesneg Sudi Silalahi, terlebih dahulu dilakukan upacara penyerahan jenazah dari keluarga ke negara.

Makin padat karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ani Yudhoyono juga datang. Begitu juga dengan Wakil Presiden Boediono yang melawat bersama istrinya. Kepada keluarga, Presiden mengaku sangat kehilangan sosok menteri yang dianggapnya pekerja keras tanpa pamrih itu. “Bapak Widjajono Partowidagdo catatan abadi yang tidak akan pernah saya lupakan,” ucap Presiden. (dim/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/