JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) berencana melakukan revisi biaya pelaksanaan penyelenggaraan ibadah umrah. Hal ini dilakukan atas penyesuaian sejumlah kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Direktur Bina Haji dan Umrah, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kemenag, Nur Arifin menjelaskan, saat ini, perihal biaya masih merujuk pada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 777 Tahun 2020 tentang Biaya Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umroh Referensi Masa Pandemi Covid-19.
“Kami juga rencanakan setelah teknis selesai, kami juga melakukan pembahasan revisi KMA Nomor 777 Tahun 2021 tentang biaya referensi jamaah umrah era pandemi,” ungkap dia dalam acara daring, Jumat (22/10).
Adapun, biaya referensi yang ditetapkan adalah sebesar Rp26 juta atau naik sekitar 30 persen dari biaya pada masa sebelum pandemi. Keputusan tersebut mempertimbangkan biaya operasional pemberangkatan calon jamaah, seperti jumlah tempat duduk pesawat yang dikurangi yang menyebabkan penambahan biaya. “Kita kemarin memiliki KMA itu biaya Rp26 juta, kalau biaya normal Rp20 juta, karena pandemi naik 30 persen jadi Rp26 juta minimal,” jelasnya.
Kata dia, revisi ini diperlukan mengingat adanya kebutuhan tambahan akibat penyesuaian kebijakan penyelenggaraan umrah dari pihak Saudi dan Indonesia. Mulai dari kewajiban karantina hingga tes PCR. “Tahun 2021 ini kita akan revisi, sebenarnya real kebutuhannya berapa, apakah masih sama Rp 26 juta atau naik, kami sedang mengumpulkan tahapan-tahapan teknis yang menjadi pertimbangannya,” pungkas Arifin.
Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Budi Darmawan mengamini, kemungkinan biaya umrah mengalami kenaikan. Sebab, ada ketentuan seperti kewajiban tes PCR dan karantina yang tentunya menambah biaya.
Dijelaskan bahwa sebelum pandemi, referensi biaya umrah adalah sebesar Rp20 juta dan pada masa pandemi Covid-19 menjadi Rp26 juta. Lalu, karena ada penyesuaian lagi, diperkirakan akan ada penambahan sebesar 30 persen. “Kemungkinan akan menjadi kenaikan lagi kurang lebih 30 persen lagi. Jadi bisa jadi diatas Rp30 juta-an, itu hanya sekedar gambaran,” ungkapnya.
Hal ini sebenarnya dilema juga bagi pihak Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Pasalnya, ada calon jamaah yang sudah membayar, perlu menambah biaya lagi. “Karena kasus ini terjadi dengan adanya harus berkarantina dan di sana juga harus cover asuransi, jelas akan terjadi peningkatan harga lagi,” tutur dia.
Dia mengharapkan dari sisi para calon jamaah memahami kondisi tersebut. Ditekankan juga bahwa kenaikan ini bukan dari segi paket biaya umrah, namun karena kebijakan tambahan dari Saudi.
“Ini juga menjadi pemberitahuan atau informasi yang harus dimengerti oleh kondisi jamaah harga-harga yang akan terjadi kenaikan, bukan dari harga paketnya, tetapi karena aturan-aturan yang dibuat baik itu dari karantinanya PCR di Indonesia maupun asuransi yang harus diterapkan oleh pemerintah Saudi,” ucapnya.
Para PPIU pun diminta untuk menghitung kembali biaya yang harus ditambakan untuk memberangkatkan calon jamaah umrah. “Kepada pihak PPIU juga harus berhitung kembali tentang kondisinya atas kenaikan yang terjadi, karena memang situasi dan kondisinya dan aturan aturan dari pemerintah Indonesia maupun Saudi tentang kesehatan,” pungkas dia.
Berharap Jaminan dari Garuda
Dari pertemuan antara asosiasi travel dengan Arif Rahman selaku staf khusus Wakil Presiden pada Kamis (21/10), terungkap keresahan pihak tavel akan nasib para jamaahnya. Pasalnya, di tengah ancaman kebangkrutan maskapai Garuda, ada potensi persoalan lain. Yaitu nasib calon jamaah yang sudah telanjur memegang tiket.
Jamaah tetap harus diberangkatkan, bagaimanapun masa depan Garuda kelak. “Tadi ada pembahasan tiket-tiket yang sudah mereka (jamaah umrah) bayar itu apa jaminannya,” kata Arif Rahman kepada wartawan.
Dia mengatakan, sampai saat ini yang sudah memberikan jaminan pasti berangkat baru maskapai Saudi Arabia Airlines. Untuk maskapai lain belum ada yang berani memberikan jaminan. “Bahkan Garuda sendiri belum ada jaminan,” ungkap Arif.
Untuk itu Arif mengatakan, dalam pertemuan itu juga dihadiri dari unsur Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Harapannya Kemenhub bisa memfasilitasi pertemuan dengan maskapai-maskapai tersebut. Khususnya maskapai Garuda. Apalagi saat ini maskapai Garuda diselimuti isu kebangkrutan.
Kondisi keuangan Garuda dan kaitannya dengan nasib jamaah umrah juga menjadi perhatian Kemenag. Data dari Kemenag ada lebih dari 18 ribu calon jamaah umrah sudah pegang tiket penerbangan dari berbagai maskapai. Termasuk di dalamnya maskapai Garuda yang terancam bangkrut.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin menyatakan, pihaknya memperhatikan urusan tiket pesawat dan kepastian pemberangkatan tersebut. “Kami bukan hanya mengecek, tapi kami sudah mengundang semua maskapai,” terang Nur Arifin.
Kemenag menegaskan ketentuan teknis soal penerbangan merupakan domain dari Kemenhub. Untuk itu mereka juga berkoordinasi dengan Kemenhub.(jpc)