30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

KPK Ngotot Tunda Pendaftaran Haji

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap bergeming menyerukan moratorium (penundaan sementara) pendaftaran haji meski Menag Suryadharma Ali mengisaratkan akan mengabaikan usulan dari lembaga antikorupsi itu. Kini KPK pun meminta agar Kemenag bisa duduk bersama bersama KPK untuk memperbaiki persolan pendaftaran haji tersebut.

“Kami (KPK) meminta moratorium  tujuannya untuk mengadvokasi para calon jamaah haji yang lugu-lugu itu,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) Kamis (23/2). Menurutnya, KPK menemukan indikasi ketidaktransparan yang bisa berujung pada praktik tindak pidana korupsi.

Jadi kata dia salah satu jalan terbaik untuk menghindari proses penyelewengan ini adalah dengan jalan moratorium. Tapi KPK tidak begitu saja berniat menyetop pendaftaran haji untuk sementara. Busyro pun memberikan beberapa opsi tentang mekanisme moratorium pendaftaran haji. Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu memaparkan cara yang pertama adalah tetap menerima pendaftaran calon jamaah haji, tapi para calon tersebut tidak dipungut biaya. Yang kedua, boleh membuka pendaftaran jamaah haji dengan setoran awal asalkan manajerial pendaftaran sudah dibenahi transparansinya. Yaitu dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat atau praktisi yang kompeten dalam manajemen pendaftaran haji. “Jadi jangan semua yang mengurusi Kemenag, yang akhirnya ujung-ujungnya tidak transparan,” terang Busyro.

Busyro lantas menyindir agar Suryadharma Ali tidak hanya menolak, namun harus ada argumennya mengapa mereka menolak moratorium. Apalagi berdasarkan temuan KPK penyelenggaraan haji sangat tidak transparan.

Kata dia, argumen Kemenag bahwa bunga dari Biaya Pendaftaran Ibadah Haji (BPIH) dikembalikan lagi untuk peningkatan pelayanan calon haji, tidak dibenarkan Busyro. Sebab, kata dia lebih banyak bunga tersebut digunakan sebagai biaya operasional yang sebenarnya sudah dialokasikan dari dana APBN.

Apalagi, selama ini para calon jamaah haji tidak pernah diberi laporan secara rinci tentang penggunaan bunga dari setoran awal yang diserahkannya. Padahal,  apabila jamaah haji sudah membayar setoran awal Rp25 juta dan harus menunggu selama 11 tahun untuk berangkat haji, maka bunga yang dihasilkan bisa mencapai puluhan juta. Tapi nyatanya tidak pernah ada transparansi tentang penggunaan itu dan tahu-tahu bunga milik jamaah sudah habis dengan alasan untuk pelayanan. “Itu kan tida transparan,” imbuh Busyro.

Kata Busyo, bunga dari BPIH itu jumlahnya cukup luar biasa. Saat ini sudah ada 1,6 juta calon jamaah haji yang mendaftar dan masuk dalam daftar antrian. Dari jumalah jumlah tersebut Busyro memperkirakan total setoran dana awal mencapat Rp38 triliun. Jadi bunga mencapai Rp1,7 triliun. “Ini yang kami minta untuk ditransparansikan,” imbuhnya.

Namun saat ditanya berapa lama waktu yang ideal untuk moratorium, Busyro belum bisa menentukan. Mantan Ketua KPK pengganti Antasari Azhar itu pun mengaku masih membuka pintu dialog dengan Kemenag untuk membahas berapa lama waktu yang ideal untuk moratorium.

Wacana penghentian sementara atau moratorium pendaftaran haji sejatinya sudah rame, sebelum meledak dari ucapan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas. Beberapa bulan lalu, Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) sudah menyuarakan moratorium tersebut. Mereka berpendapat, pendaftaran haji lebih baik menggunakan siswa buka-tutup.

Ketua Umum PP IPHI Kurdi Mustafa di Jakarta kemarin (23/2) menuturkan, Kementerian Agama (Kemenag) terlalu mengada-ada jika sistem antrean disebut lebih baik ketimbang sistem buka-tutup. Dia mengakui, sebelum menggunakan sistem antrean, penyelenggaraan haji di negeri ini dilakukan dengan sistem buka-tutup.

Artinya, setiap tahun Kemenag hanya membuka pendaftaran jamaah sesuai dengan kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi. “Dengan sistem ini, tidak ada antrean pendaftaran seperti saat ini,” kata dia. Kurdi mengaku miris melihat panjang antrean hingga hampir 12 tahun lamanya. Bisa-bisa ada jamaah yang lebih dulu meninggal, sebelum menunaikan ibadah haji. (kuh/wan/dyn/jpnn)

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap bergeming menyerukan moratorium (penundaan sementara) pendaftaran haji meski Menag Suryadharma Ali mengisaratkan akan mengabaikan usulan dari lembaga antikorupsi itu. Kini KPK pun meminta agar Kemenag bisa duduk bersama bersama KPK untuk memperbaiki persolan pendaftaran haji tersebut.

“Kami (KPK) meminta moratorium  tujuannya untuk mengadvokasi para calon jamaah haji yang lugu-lugu itu,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) Kamis (23/2). Menurutnya, KPK menemukan indikasi ketidaktransparan yang bisa berujung pada praktik tindak pidana korupsi.

Jadi kata dia salah satu jalan terbaik untuk menghindari proses penyelewengan ini adalah dengan jalan moratorium. Tapi KPK tidak begitu saja berniat menyetop pendaftaran haji untuk sementara. Busyro pun memberikan beberapa opsi tentang mekanisme moratorium pendaftaran haji. Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu memaparkan cara yang pertama adalah tetap menerima pendaftaran calon jamaah haji, tapi para calon tersebut tidak dipungut biaya. Yang kedua, boleh membuka pendaftaran jamaah haji dengan setoran awal asalkan manajerial pendaftaran sudah dibenahi transparansinya. Yaitu dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat atau praktisi yang kompeten dalam manajemen pendaftaran haji. “Jadi jangan semua yang mengurusi Kemenag, yang akhirnya ujung-ujungnya tidak transparan,” terang Busyro.

Busyro lantas menyindir agar Suryadharma Ali tidak hanya menolak, namun harus ada argumennya mengapa mereka menolak moratorium. Apalagi berdasarkan temuan KPK penyelenggaraan haji sangat tidak transparan.

Kata dia, argumen Kemenag bahwa bunga dari Biaya Pendaftaran Ibadah Haji (BPIH) dikembalikan lagi untuk peningkatan pelayanan calon haji, tidak dibenarkan Busyro. Sebab, kata dia lebih banyak bunga tersebut digunakan sebagai biaya operasional yang sebenarnya sudah dialokasikan dari dana APBN.

Apalagi, selama ini para calon jamaah haji tidak pernah diberi laporan secara rinci tentang penggunaan bunga dari setoran awal yang diserahkannya. Padahal,  apabila jamaah haji sudah membayar setoran awal Rp25 juta dan harus menunggu selama 11 tahun untuk berangkat haji, maka bunga yang dihasilkan bisa mencapai puluhan juta. Tapi nyatanya tidak pernah ada transparansi tentang penggunaan itu dan tahu-tahu bunga milik jamaah sudah habis dengan alasan untuk pelayanan. “Itu kan tida transparan,” imbuh Busyro.

Kata Busyo, bunga dari BPIH itu jumlahnya cukup luar biasa. Saat ini sudah ada 1,6 juta calon jamaah haji yang mendaftar dan masuk dalam daftar antrian. Dari jumalah jumlah tersebut Busyro memperkirakan total setoran dana awal mencapat Rp38 triliun. Jadi bunga mencapai Rp1,7 triliun. “Ini yang kami minta untuk ditransparansikan,” imbuhnya.

Namun saat ditanya berapa lama waktu yang ideal untuk moratorium, Busyro belum bisa menentukan. Mantan Ketua KPK pengganti Antasari Azhar itu pun mengaku masih membuka pintu dialog dengan Kemenag untuk membahas berapa lama waktu yang ideal untuk moratorium.

Wacana penghentian sementara atau moratorium pendaftaran haji sejatinya sudah rame, sebelum meledak dari ucapan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas. Beberapa bulan lalu, Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) sudah menyuarakan moratorium tersebut. Mereka berpendapat, pendaftaran haji lebih baik menggunakan siswa buka-tutup.

Ketua Umum PP IPHI Kurdi Mustafa di Jakarta kemarin (23/2) menuturkan, Kementerian Agama (Kemenag) terlalu mengada-ada jika sistem antrean disebut lebih baik ketimbang sistem buka-tutup. Dia mengakui, sebelum menggunakan sistem antrean, penyelenggaraan haji di negeri ini dilakukan dengan sistem buka-tutup.

Artinya, setiap tahun Kemenag hanya membuka pendaftaran jamaah sesuai dengan kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi. “Dengan sistem ini, tidak ada antrean pendaftaran seperti saat ini,” kata dia. Kurdi mengaku miris melihat panjang antrean hingga hampir 12 tahun lamanya. Bisa-bisa ada jamaah yang lebih dulu meninggal, sebelum menunaikan ibadah haji. (kuh/wan/dyn/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/