MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jenasah Edwin David Tanjung (21), korban kapal tongkang yang tenggelam, di Perairan Pulau Carey, Kuala Langat, Selangor, Malaysia, Rabu (18/6) dini hari, tiba di terminal kargo Bandara KNIA, Senin (23/6) sekira pukul 09.30 Wib.
Sejak pagi keluarga Edwin termasuk abang Edwin, Ismail Tanjung (37), sudah menunggu kedatangan jenazah anak bungsunya dengan harap-harap cemas. Sekira pukul 09.00 Wib pesawat Malaysia Air Line nomor penerbangan MH 840 mendarat di Appron Bandara KNIA. Mengetahui pesawat yang membawa jenazah Edwin telah mendarat, Ismail yang semula menunggu di line 2 bersama anggota keluarga lainnya pun segera menuju line 1 terminal kargo bersama mobil ambulans BK 678 JA warna hijau yang telah disediakan keluarga.
Setelah menunggu sekira 30 menit peti berisi jenazah Edwin pun tiba di kargo internasional. Setelah mengurus semua surat-surat, peti jenasah Edwin di masukkan ke dalam mobil ambulans.
Ismail mengaku, sangat kecewa dengan agen Sarkas SDH BHD yang berada di Klang Malaysia yang memberangkatkan adiknya Edwin yang terkesan lepas tanggungjawab dengan peristiwa yang menimpa adiknya. Kini, bos agen yang memberangkatkan Edwin bekerja ke Malaysia, Abdul Halim Bin Bahiddin tidak tahu dimana rimbanya. Bahkan, Ali petugas agen yang langsung menjemput Edwin berangkat ke Malaysia sudah kabur ke Cina Taipei.
Kaburnya Ali ke Cina Taipei terungkap saat Rudi (32) adik ipar yang bekerja di pabrik yang sama dengan Edwin di Malaysia saat menghubungi Ali melalui ponselnya Sabtu ( 21/6). Saat dihubungi Rudi melalui ponselnya, Ali pun mengaku sedang di Cina Taipei menjenguk keluarganya yang sedang sakit. Namun yang membuat keluarga Edwin semakin curiga dengan Ali adalah sejak dihubungi oleh Rudi nomornya sudah tak aktif lagi.
“Aku sangat kecewa dengan sikap agen yang memberangkatkan adikku kerja ke Malaysia padahal waktu berangkat dokumen adikku lengkap,” ungkap Ismail.
Ismail bercerita adiknya pernah terjaring Polisi Diraja Malaysia saat keluar dari penginapan pabrik tempatnya bekerja karena tidak memiliki permit (izin bekerja) dan paspor. Menurut Ismail sejak adiknya bekerja setiap bulan gajinya selalu dipotong oleh pihak agen yang memberangkatkan Edwin selain itu paspor Edwin ditahan oleh agen. Sejak Edwin terjaring razia baru paspornya dikembalikan kepadanya itupun setelah diurus oleh Rudi.
Sementara permit Edwin baru diurus setelah ada kabar Edwin tenggelam.
Ismail pun mengungkapkan tujuan Edwin pulang ke Indonesia agar Edwin bisa menjalani ibadah puasa dan lebaran bersama keluarganya. Namun tidak disangka kepulangan Edwin berubah menjadi duka yang sangat mendalam yang dirasakan keluarga disebabkan bahwa Edwin datang dalam keadaan tidak bernyawa.
“Kami sangat sedih, Edwin berangkat dari rumah dalam keadaan sehat namun pulang jadi mayat. Aku pun merasa ada yang mencurigakan dengan tenggelamnya adikku. Semoga Allah membalas kepada orang yang tega berbuat jahat kepada adikku,” ungkap Ismail sedih.
Yang membuat Ismail semakin sedih adalah saat dirinya berangkat ke Malaysia Sabtu (21/6) pagi lalu dia melihat jenazah adiknya tidak terurus seperti jenazah lainnya. “Kalau aku nggak berangkat ke Malaysia mungkin sampai sekarang jenazah adikku belum dibawa ke Indonesia,” ungkap Ismail. Sementara untuk biaya pemulangan jenasah adiknya semuanya ditanggung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Namun untuk biaya kepengurusan persetujuan pengeluaran oleh Bea Cukai sebesar Rp 100 ribu untuk pengurusan dan biaya admistrasi dan dokumen di terminal kargo sebesar Rp135.000, dibayar sendiri oleh Ismail dan dilengkapi bukti pembayaran.
Selanjutnya jenazah Edwin langsung dibawa ke Mesjid Al Hikmah Jalan Garu II B Medan Amplas untuk disemayamkan dan selanjutnya dikembumikan di tempat pemakaman umum (TPU), di Bajak 1 Jalan Sisingamangaraja Medan. Jenasah Edwin tidak dibawa ke rumah duka karena sudah terlalu lama terapung di laut. (cr-1/ind)