26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Akom Ogah Dicopot dari Kursi Ketua DPR

TERBELIT MASALAH ETIK
Beriringan dengan langkah DPP Partai Golkar mengembalikan Setya Novanto (Setnov) sebagai ketua DPR, persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Ade Komarudin (Akom) mulai berjalan. Kemarin MKD mulai memanggil sejumlah pelapor dari anggota Komisi VI DPR terkait dugaan pelanggaran kode etik dan wewenang pelimpahan mitra kerja BUMN.

Akom dilaporkan 36 anggota Komisi VI DPR karena dianggap telah memindahkan BUMN dari mitra kerja komisi VI ke komisi XI. ”Masih kami dalami dulu, sedang diproses dulu,” kata Wakil Ketua MKD Hamka Haq seusai sidang di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin (23/11).

Dia mengatakan, salah satu fokus MKD adalah mencari tahu motif undangan rapat penyertaan modal negara (PMN) BUMN bersama komisi XI yang telah ditandatangani Akom sebagai ketua DPR. Apakah benar-benar merupakan pelimpahan mitra kerja atau sekadar konsolidasi biasa. ”Kami dalami dulu (surat) itu maksudnya apa. Kalau sudah selesai dengan pelapor, kami dengar juga nanti dari teradu,” ujar politikus PDIP tersebut.

Laporan terhadap Akom yang mengganti posisi Setnov setelah mundur dari kursi ketua DPR itu telah dimasukkan pada 13 Oktober 2016. Dia dianggap melanggar pasal 86 ayat 1 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Pasal tersebut berkaitan dengan kewenangan pimpinan DPR.

Bowo Sidik Pangarso, salah seorang pengadu, meyakinkan bahwa laporan yang diajukannya tidak memiliki unsur politis. Menurut sejawat Akom sesama kader Golkar itu, pelaporan hanya dimaksudkan agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

Dia menambahkan, sebelum akhirnya memutuskan melaporkan yang bersangkutan, komisi VI sudah berusaha membicarakan hal tersebut kepada pimpinan DPR. Intinya, telah diingatkan bahwa perubahan mitra kerja untuk membahas soal PMN BUMN itu bukan diputuskan pimpinan. Namun, harus oleh rapat paripurna DPR. ”Jadi, semua ini nggak ada ruginya, supaya ke depan lebih baik saja,” ucap Bowo.

Selain aduan dari para anggota komisi VI tersebut, ada dua laporan lainnya di MKD yang juga menyeret Ade sebagai pihak terlapor. Ada laporan dari anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR mengenai RUU Pertembakauan dan laporan dari masyarakat umum tentang tanda tangan palsu. (dyn/c10/c9/fat/jpg/adz)

TERBELIT MASALAH ETIK
Beriringan dengan langkah DPP Partai Golkar mengembalikan Setya Novanto (Setnov) sebagai ketua DPR, persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Ade Komarudin (Akom) mulai berjalan. Kemarin MKD mulai memanggil sejumlah pelapor dari anggota Komisi VI DPR terkait dugaan pelanggaran kode etik dan wewenang pelimpahan mitra kerja BUMN.

Akom dilaporkan 36 anggota Komisi VI DPR karena dianggap telah memindahkan BUMN dari mitra kerja komisi VI ke komisi XI. ”Masih kami dalami dulu, sedang diproses dulu,” kata Wakil Ketua MKD Hamka Haq seusai sidang di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin (23/11).

Dia mengatakan, salah satu fokus MKD adalah mencari tahu motif undangan rapat penyertaan modal negara (PMN) BUMN bersama komisi XI yang telah ditandatangani Akom sebagai ketua DPR. Apakah benar-benar merupakan pelimpahan mitra kerja atau sekadar konsolidasi biasa. ”Kami dalami dulu (surat) itu maksudnya apa. Kalau sudah selesai dengan pelapor, kami dengar juga nanti dari teradu,” ujar politikus PDIP tersebut.

Laporan terhadap Akom yang mengganti posisi Setnov setelah mundur dari kursi ketua DPR itu telah dimasukkan pada 13 Oktober 2016. Dia dianggap melanggar pasal 86 ayat 1 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Pasal tersebut berkaitan dengan kewenangan pimpinan DPR.

Bowo Sidik Pangarso, salah seorang pengadu, meyakinkan bahwa laporan yang diajukannya tidak memiliki unsur politis. Menurut sejawat Akom sesama kader Golkar itu, pelaporan hanya dimaksudkan agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

Dia menambahkan, sebelum akhirnya memutuskan melaporkan yang bersangkutan, komisi VI sudah berusaha membicarakan hal tersebut kepada pimpinan DPR. Intinya, telah diingatkan bahwa perubahan mitra kerja untuk membahas soal PMN BUMN itu bukan diputuskan pimpinan. Namun, harus oleh rapat paripurna DPR. ”Jadi, semua ini nggak ada ruginya, supaya ke depan lebih baik saja,” ucap Bowo.

Selain aduan dari para anggota komisi VI tersebut, ada dua laporan lainnya di MKD yang juga menyeret Ade sebagai pihak terlapor. Ada laporan dari anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR mengenai RUU Pertembakauan dan laporan dari masyarakat umum tentang tanda tangan palsu. (dyn/c10/c9/fat/jpg/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/