31 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Sebelum Meninggal Sempat Mengucap Allahu Akbar

Detik-detik Terakhir Wamen ESDM di Gunung Tambora (2/Habis)

Selama dua hari satu malam Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Bima, Ir Ilham Sabil mendampingi Wakil Menteri (Wamen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Widjajono Partowidagdo. Dialah orang terdekat sebelum Wamen menghembuskan napas terakhir.

Indra Gunawan, Bima

MESKI baru dua hari bergaul dekat, Kadistamben Ilham Sabil  mengaku sudah bisa menilai kalau Wamen orangnya bersahaja dan sederhana. Itu terlihat dari cara berpakaian, cara makan maupun tutur katanya.

Sejak Jumat pagi mendampingi Wamen yang datang bersama Asistennya Puji Tarwinta dan dua orang Kru TV One, Ilham melihat Wamen tidak ingin dilayani secara berbeda. “Wamen tidak ingin dipanggil bapak, cukup dipanggil mas atau Wamen,” kata Ilham Sabil.

Begitu pula saat pesan makanan untuk persiapan di Gunung Tambora. Usai menunaikan Salat Jumat di Masjid Raya Dompu, Baiturrahman, Wamen sempat memesan ekor Ikan kakap, cumi dan udang. Ikan kakap dan cumi dia minta dicampur dengan nasi, kecuali udang yang dibungkus berbeda. “Wamen ternyata tidak suka makan daging,” tambah Ilham Sabil.

Sampai di pos tiga, pada ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut hari sudah malam. Wamen bersama rombongan Distamben Kabupaten Bima, Distamben Kabupaten Dompu, Tim Pemantau Gunung Berapi Sangyang dan Tambora, serta klub motor berjumlah sekitar 20 orang membangun tenda.
Wamen bersama Ilham Sabil dan seorang Kabid Distamben, tidur bertiga pada tenda kecil. Tenda kecil ini dibangun di dalam tenda besar tempat menginap anggota rombongan lain. Pada malam itu Ilham Sabil banyak cerita dengan Wamen. Ilham sendiri memberikan laporan tentang beberapa potensi sumber energi yang bisa dimanfaatkan untuk listrik, seperti sumber energi panas di Hu’u Kabupaten Dompu, potensi PTMH di Desa Kawinda To’I bisa menghasilkan energi listrik 200 KWH, dan lainnya.

Saat mengobrol itulah, Ilham Sabil mengetahui kalau Wamen ingin menjadikan Tambora sebagai lokasi geo wisata nasional dan internasional. “Wamen juga ingin mengambil gambar Gunung Tambora, sehingga mengajak kru TV One ikut bersamanya. Agar bisa mempromosikan gunung Tambora,” sebutnya.

Tidak itu saja, Wamen juga meminta Ilham Sabil untuk membuat proposal perbaikan sarana menuju puncak Tambora. Antara lain, akses jalan menuju puncak Tambora.

Misi lain dari kedatangan Wamen ESDM, ingin memberikan pencerahan pada masyarakat Bima dan Dompu, terkait fungsi pertambangan. Itu menyikapi banyaknya aksi penolakan tambang di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu selama ini. Untuk keinginan itu, Distemben mengaku akan mengagendakan kunjungan berikutnya ke Bima. “Wamen juga sempat mengutarakan keinginannya berkunjung ke Pulau Komodo. Saya sarankan, untuk melalui Bima. Sekalian bisa melihat pantai yang indah di Bima,” katanya.

Karena dinihari mereka akan memulai mendaki Gunung Tambora, malam itu Wamen terlihat tidur pulas. Sementara rombongan lain yang tidur di tenda besar, sebagian besar tidak bisa tidur karena udaranya sangat dingin.

Ilham Sabil menyakini Wamen menghembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 09.30 Wita. Wamen telah melakukan pendakian hingga pada ketinggian 2.350 meter di atas permukaan laut. Kurang 50 meter untuk sampai dipuncak Gunung Tambora dari arah Selatan. Karena mereka naik dari arah Desa Doropeti, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu. Jika naik dari arah Desa Pancasila, puncak Gunung Tambora berada pada ketinggian 2.800 meter di atas permukaan laut.

Diceritakannya, dia bersama beberapa rombongan lain lebih awal sampai di puncak,  pada ketinggian 2.400 meter. Saat itulah dia ingin melihat laju Wamen dan rombongan. Mereka pun ingin foto bersama. Namun, kondisi kondisi lereng gunung yang curam dan berpasir, membuat Ilham dan rombongan harus ekstra hati-hati. Mereka butuh waktu yang cukup lama.

Begitu sampai di bawah, Wamen terlihat sudah tak berdaya. Saat itu, menurut salah seorang rombongan, Wamen sudah kejang-kejang. Ilham langsung meraba urat nadi Wamen pada bagian tangan dan lehernya, sekaligus mengusap kepalanya, sambil membacakan Surat Yasin.

Saat membacakan Surat Yasin didekat mulut Wamen, Ilham mengaku sempat melihat gerakan mulut Widjajono membaca kalimat ‘Allahu Akbar’. Sesaat kemudian, Ilham meraba urat nadi pada bagian tangan dan lehernya. Saat itu, menurutnya, tidak merasakan detak jantung dan diyakini Wamen telah menghembuskan napas terakhir.

Kondisi Wamen seperti itu diakui tidak disampaikan kepada Bupati Bima maupun Bupati Dompu, dengan pertimbangan agar tidak  terjadi kepanikan.  Hanya beberapa orang rombongan yang mengetahui Wamen telah meninggal dunia.

Untuk membawa Wamen turun dari puncak Gunung Tambora ke Pos Tiga berjarak sekitar satu kilometer. Mereka terpaksa menggunakan Tandu yang dibuat dari kayu seadanya. Mereka secara bergantian mengusung Wamen dengan tandu. Tubuh Wamen pun ditutup menggunakan kain sarung milik Ilham Sabil.

Meski jarak ke Pos Tiga hanya sekitar satu kilometer, medan  yang sulit dan curam membuat evakuasi berlangsung sekitar empat jam. Sekitar pukul 14.30 Wita mereka sampai di pos tiga. Sampai di Pos Tiga, satu unit helikopter dari SAR berusaha mendarat. Cuaca tidak mendukung. Heli itupun hanya bisa mutar-mutar di udara.

Wamen selanjutnya dievakuasi menggunakan mobil hardtop menuju Pos Satu. Waktu yang ditempuh mencapai satu setengah jam. Di Pos Satu itu sudah ada dokter yang menunggu yakni dr Hendi. Setelah diperiksa dokter, barulah dipastikan Wamen telah meninggal dunia. “Beberapa saat kita sampai di pos satu, heli datang. Dengan heli itu  mayat Wamen dibawa ke Desa Pekat, kemudian ganti dengan heli yang lebih besar untuk  ke Denpasar,” sebut Ilham Sabil. (*)

Berita sebelumnya: Kaki Keram, Ditandu pada Kemiringan 50 Derajat

Detik-detik Terakhir Wamen ESDM di Gunung Tambora (2/Habis)

Selama dua hari satu malam Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Bima, Ir Ilham Sabil mendampingi Wakil Menteri (Wamen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Widjajono Partowidagdo. Dialah orang terdekat sebelum Wamen menghembuskan napas terakhir.

Indra Gunawan, Bima

MESKI baru dua hari bergaul dekat, Kadistamben Ilham Sabil  mengaku sudah bisa menilai kalau Wamen orangnya bersahaja dan sederhana. Itu terlihat dari cara berpakaian, cara makan maupun tutur katanya.

Sejak Jumat pagi mendampingi Wamen yang datang bersama Asistennya Puji Tarwinta dan dua orang Kru TV One, Ilham melihat Wamen tidak ingin dilayani secara berbeda. “Wamen tidak ingin dipanggil bapak, cukup dipanggil mas atau Wamen,” kata Ilham Sabil.

Begitu pula saat pesan makanan untuk persiapan di Gunung Tambora. Usai menunaikan Salat Jumat di Masjid Raya Dompu, Baiturrahman, Wamen sempat memesan ekor Ikan kakap, cumi dan udang. Ikan kakap dan cumi dia minta dicampur dengan nasi, kecuali udang yang dibungkus berbeda. “Wamen ternyata tidak suka makan daging,” tambah Ilham Sabil.

Sampai di pos tiga, pada ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut hari sudah malam. Wamen bersama rombongan Distamben Kabupaten Bima, Distamben Kabupaten Dompu, Tim Pemantau Gunung Berapi Sangyang dan Tambora, serta klub motor berjumlah sekitar 20 orang membangun tenda.
Wamen bersama Ilham Sabil dan seorang Kabid Distamben, tidur bertiga pada tenda kecil. Tenda kecil ini dibangun di dalam tenda besar tempat menginap anggota rombongan lain. Pada malam itu Ilham Sabil banyak cerita dengan Wamen. Ilham sendiri memberikan laporan tentang beberapa potensi sumber energi yang bisa dimanfaatkan untuk listrik, seperti sumber energi panas di Hu’u Kabupaten Dompu, potensi PTMH di Desa Kawinda To’I bisa menghasilkan energi listrik 200 KWH, dan lainnya.

Saat mengobrol itulah, Ilham Sabil mengetahui kalau Wamen ingin menjadikan Tambora sebagai lokasi geo wisata nasional dan internasional. “Wamen juga ingin mengambil gambar Gunung Tambora, sehingga mengajak kru TV One ikut bersamanya. Agar bisa mempromosikan gunung Tambora,” sebutnya.

Tidak itu saja, Wamen juga meminta Ilham Sabil untuk membuat proposal perbaikan sarana menuju puncak Tambora. Antara lain, akses jalan menuju puncak Tambora.

Misi lain dari kedatangan Wamen ESDM, ingin memberikan pencerahan pada masyarakat Bima dan Dompu, terkait fungsi pertambangan. Itu menyikapi banyaknya aksi penolakan tambang di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu selama ini. Untuk keinginan itu, Distemben mengaku akan mengagendakan kunjungan berikutnya ke Bima. “Wamen juga sempat mengutarakan keinginannya berkunjung ke Pulau Komodo. Saya sarankan, untuk melalui Bima. Sekalian bisa melihat pantai yang indah di Bima,” katanya.

Karena dinihari mereka akan memulai mendaki Gunung Tambora, malam itu Wamen terlihat tidur pulas. Sementara rombongan lain yang tidur di tenda besar, sebagian besar tidak bisa tidur karena udaranya sangat dingin.

Ilham Sabil menyakini Wamen menghembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 09.30 Wita. Wamen telah melakukan pendakian hingga pada ketinggian 2.350 meter di atas permukaan laut. Kurang 50 meter untuk sampai dipuncak Gunung Tambora dari arah Selatan. Karena mereka naik dari arah Desa Doropeti, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu. Jika naik dari arah Desa Pancasila, puncak Gunung Tambora berada pada ketinggian 2.800 meter di atas permukaan laut.

Diceritakannya, dia bersama beberapa rombongan lain lebih awal sampai di puncak,  pada ketinggian 2.400 meter. Saat itulah dia ingin melihat laju Wamen dan rombongan. Mereka pun ingin foto bersama. Namun, kondisi kondisi lereng gunung yang curam dan berpasir, membuat Ilham dan rombongan harus ekstra hati-hati. Mereka butuh waktu yang cukup lama.

Begitu sampai di bawah, Wamen terlihat sudah tak berdaya. Saat itu, menurut salah seorang rombongan, Wamen sudah kejang-kejang. Ilham langsung meraba urat nadi Wamen pada bagian tangan dan lehernya, sekaligus mengusap kepalanya, sambil membacakan Surat Yasin.

Saat membacakan Surat Yasin didekat mulut Wamen, Ilham mengaku sempat melihat gerakan mulut Widjajono membaca kalimat ‘Allahu Akbar’. Sesaat kemudian, Ilham meraba urat nadi pada bagian tangan dan lehernya. Saat itu, menurutnya, tidak merasakan detak jantung dan diyakini Wamen telah menghembuskan napas terakhir.

Kondisi Wamen seperti itu diakui tidak disampaikan kepada Bupati Bima maupun Bupati Dompu, dengan pertimbangan agar tidak  terjadi kepanikan.  Hanya beberapa orang rombongan yang mengetahui Wamen telah meninggal dunia.

Untuk membawa Wamen turun dari puncak Gunung Tambora ke Pos Tiga berjarak sekitar satu kilometer. Mereka terpaksa menggunakan Tandu yang dibuat dari kayu seadanya. Mereka secara bergantian mengusung Wamen dengan tandu. Tubuh Wamen pun ditutup menggunakan kain sarung milik Ilham Sabil.

Meski jarak ke Pos Tiga hanya sekitar satu kilometer, medan  yang sulit dan curam membuat evakuasi berlangsung sekitar empat jam. Sekitar pukul 14.30 Wita mereka sampai di pos tiga. Sampai di Pos Tiga, satu unit helikopter dari SAR berusaha mendarat. Cuaca tidak mendukung. Heli itupun hanya bisa mutar-mutar di udara.

Wamen selanjutnya dievakuasi menggunakan mobil hardtop menuju Pos Satu. Waktu yang ditempuh mencapai satu setengah jam. Di Pos Satu itu sudah ada dokter yang menunggu yakni dr Hendi. Setelah diperiksa dokter, barulah dipastikan Wamen telah meninggal dunia. “Beberapa saat kita sampai di pos satu, heli datang. Dengan heli itu  mayat Wamen dibawa ke Desa Pekat, kemudian ganti dengan heli yang lebih besar untuk  ke Denpasar,” sebut Ilham Sabil. (*)

Berita sebelumnya: Kaki Keram, Ditandu pada Kemiringan 50 Derajat

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/