30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pemerintah Tetapkan Idul Adha 5 Oktober

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah akhirnya memutuskan Idul Adha (10 Dzulhijah) 1435 H jatuh pada Minggu, 5 Oktober. Keputusan ini diambil setelah digelar sidang isbat yang mengumpulkan hasil rukyah (pemantauan) hilal di 70 titik seluruh Indonesia. Hasil pemantauan dinyatakan hilal tidak terlihat.

Dengan keluarnya keputusan versi pemerintah ini, maka Idul Adha tahun ini berlangsung tidak serentak. Sebelumnya Muhammadiyah sudah mengeluarkan maklumat penetapan hari-hari besar Islam. Dimana Idul Adha ditetapkan jatuh pada Sabtu, 4 Oktober.

Sidang isbat tadi malam, berlangsung cukup lama. Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mengakui bahwa sidang isbat penetapan 1 Dzulhijah semalam berlangsung lebih lama dibandingkan sidang isbat penetapan 1 Ramadan atau 1 Syawal lalu.

 

Dia menuturkan, ada dua alasan kenapa sidang isbat tadi malam berlangsung lama. “Bukan terkait karena ada perbedaan,” tandas Nasaruddin. Sidang isbat semalam berlangsung lama karena tidak terlalu ditunggu-tunggu masyarakat hasilnya. Berbeda dengan sidang isbat penetapan 1 Ramadan (sebagai acuan salat terawih) atau penetapan 1 Syawal (sebagai acuan malam takbiran).

 

“Sidang isbat mala mini memang untuk acuan Idul Adha. Tetapi Idul Adha masih berlangsung nanti 5 Oktober,” jelasnya.

 

Alasan kedua kenapa sidang isbat tadi malam berlangsung lebih dari satu jam adalah, kesempatan bertemu dengan banyak ormas. Nasaruddin menuturkan, sayang ketika forum yang baik seperti sidang isbat ini disia-siakan begitu saja. Dia menuturkan dalam sidang isbat tadi malam terjadi dialog untuk mencari titik temu kriteria penetapan hari-hari besar agama Islam ke depan.

 

Terkait dengan perbedaan penetapan Idul Adha, Nasaruddin menjelaskan implikasinya tidak sebesar atau serumit ketika ada perbedaan awal Ramadan atau Idul Fitri. Meskipun begitu, Nasaruddin mengakui masyarakat muslim Indonesia mengidamkan adanya kekompakan. Termasuk ketika ada penetapan hari-hari besar agama Islam.

 

Namun Nasaruddin bersukur meskipun mengindamkan kekompakan, masyarakat sudah mulai menerima perbedaan-perbedaan seperti penetapan Idul Adha nanti. Kemenag berharap masyarakat tidak saling mengolok-olok atas perbedaan itu. Menurut Nasaruddin, penetapan hari-hari besar dilandasi pada keyakinan masing-masing umat Islam.

 

Nasaruddin menjelaskan, dampak perbedaan penetapan Idul Adha yang berpotensi menimbulkan polemik adalah penetapan yaumil arafah atau hari jamaah haji wukuf di padang Arafah. Pemerintah Arab Saudi sudah menetapkan bahwa yaumil arafah jatuh pada Jumat, 3 Oktober. Pada saat itu, umat Islam yang tidak berhaji disunahkan melaksanakan puasa Arafah.

 

Ketika Idul Adha masyarakat Indonesia merujuk pada ketetapan pemerintah, yakni 5 Oktober, maka puasa Arafah-nya jatuh pada Sabtu, 4 Oktober. Saat disambungkan dengan kondisi di Arab Saudi, jamaah haji di sana pada 4 Oktober sudah menjalankan Idul Adha. Sehingga puasa Arafah yang umumnya dilaksanakan ketika jamaah haji menjalankan wukuf, tidak cocok lagi.

 

Terkait kondisi ini, Nasaruddin menuturkan kondisi Saudi dan Indonesia tentu tidak bisa disamakan dalam penetapan sidang isbat. Dia menjelaskan, Indonesia sudah tergabung dalam komunitas Majelis Agama Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia (MABIM).

 

Dalam komunitas ini, disepakati bahwa penetapan bulan baru dalam kalender Islam merujuk pada sistem imkanur rukyah. Dalam sistem ini, dikatakan sudah berganti bulan jika posisi hilal minimal 2 derajat di atas ufuk. Sedangkan kondisi tadi malam, posisi hilal masih sekitar 0,63 derajat di atas ufuk.

 

Karena saat pengamatan 24 September (kemarin) posisi hilal tidak sampai 2 derajat di atas ufuk, maka diambil kebijakan isti”mal. Yaitu menggenapkan jumlah hari dalam bulan Zulkaidah menjadi 30 hari. Sehingga 1 Dzulhijah baru jatuh pada Jumat, 26 September. Itu artinya Idul Adha (10 Dzulhijah) jatuh pada 5 Oktober. (Wan)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah akhirnya memutuskan Idul Adha (10 Dzulhijah) 1435 H jatuh pada Minggu, 5 Oktober. Keputusan ini diambil setelah digelar sidang isbat yang mengumpulkan hasil rukyah (pemantauan) hilal di 70 titik seluruh Indonesia. Hasil pemantauan dinyatakan hilal tidak terlihat.

Dengan keluarnya keputusan versi pemerintah ini, maka Idul Adha tahun ini berlangsung tidak serentak. Sebelumnya Muhammadiyah sudah mengeluarkan maklumat penetapan hari-hari besar Islam. Dimana Idul Adha ditetapkan jatuh pada Sabtu, 4 Oktober.

Sidang isbat tadi malam, berlangsung cukup lama. Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mengakui bahwa sidang isbat penetapan 1 Dzulhijah semalam berlangsung lebih lama dibandingkan sidang isbat penetapan 1 Ramadan atau 1 Syawal lalu.

 

Dia menuturkan, ada dua alasan kenapa sidang isbat tadi malam berlangsung lama. “Bukan terkait karena ada perbedaan,” tandas Nasaruddin. Sidang isbat semalam berlangsung lama karena tidak terlalu ditunggu-tunggu masyarakat hasilnya. Berbeda dengan sidang isbat penetapan 1 Ramadan (sebagai acuan salat terawih) atau penetapan 1 Syawal (sebagai acuan malam takbiran).

 

“Sidang isbat mala mini memang untuk acuan Idul Adha. Tetapi Idul Adha masih berlangsung nanti 5 Oktober,” jelasnya.

 

Alasan kedua kenapa sidang isbat tadi malam berlangsung lebih dari satu jam adalah, kesempatan bertemu dengan banyak ormas. Nasaruddin menuturkan, sayang ketika forum yang baik seperti sidang isbat ini disia-siakan begitu saja. Dia menuturkan dalam sidang isbat tadi malam terjadi dialog untuk mencari titik temu kriteria penetapan hari-hari besar agama Islam ke depan.

 

Terkait dengan perbedaan penetapan Idul Adha, Nasaruddin menjelaskan implikasinya tidak sebesar atau serumit ketika ada perbedaan awal Ramadan atau Idul Fitri. Meskipun begitu, Nasaruddin mengakui masyarakat muslim Indonesia mengidamkan adanya kekompakan. Termasuk ketika ada penetapan hari-hari besar agama Islam.

 

Namun Nasaruddin bersukur meskipun mengindamkan kekompakan, masyarakat sudah mulai menerima perbedaan-perbedaan seperti penetapan Idul Adha nanti. Kemenag berharap masyarakat tidak saling mengolok-olok atas perbedaan itu. Menurut Nasaruddin, penetapan hari-hari besar dilandasi pada keyakinan masing-masing umat Islam.

 

Nasaruddin menjelaskan, dampak perbedaan penetapan Idul Adha yang berpotensi menimbulkan polemik adalah penetapan yaumil arafah atau hari jamaah haji wukuf di padang Arafah. Pemerintah Arab Saudi sudah menetapkan bahwa yaumil arafah jatuh pada Jumat, 3 Oktober. Pada saat itu, umat Islam yang tidak berhaji disunahkan melaksanakan puasa Arafah.

 

Ketika Idul Adha masyarakat Indonesia merujuk pada ketetapan pemerintah, yakni 5 Oktober, maka puasa Arafah-nya jatuh pada Sabtu, 4 Oktober. Saat disambungkan dengan kondisi di Arab Saudi, jamaah haji di sana pada 4 Oktober sudah menjalankan Idul Adha. Sehingga puasa Arafah yang umumnya dilaksanakan ketika jamaah haji menjalankan wukuf, tidak cocok lagi.

 

Terkait kondisi ini, Nasaruddin menuturkan kondisi Saudi dan Indonesia tentu tidak bisa disamakan dalam penetapan sidang isbat. Dia menjelaskan, Indonesia sudah tergabung dalam komunitas Majelis Agama Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia (MABIM).

 

Dalam komunitas ini, disepakati bahwa penetapan bulan baru dalam kalender Islam merujuk pada sistem imkanur rukyah. Dalam sistem ini, dikatakan sudah berganti bulan jika posisi hilal minimal 2 derajat di atas ufuk. Sedangkan kondisi tadi malam, posisi hilal masih sekitar 0,63 derajat di atas ufuk.

 

Karena saat pengamatan 24 September (kemarin) posisi hilal tidak sampai 2 derajat di atas ufuk, maka diambil kebijakan isti”mal. Yaitu menggenapkan jumlah hari dalam bulan Zulkaidah menjadi 30 hari. Sehingga 1 Dzulhijah baru jatuh pada Jumat, 26 September. Itu artinya Idul Adha (10 Dzulhijah) jatuh pada 5 Oktober. (Wan)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/