JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Koalisi Merah Putih di DPR berencana mengajukan hak interpelasi untuk menanyakan keputusan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun, alih-alih menganggap interpelasi sebagai persoalan, Presiden yang dikenal dengan sapaan Jokowi itu justru tertawa kecil saat ditanyai rencana DPR menggunakan hak interpelasi.
Menurut Presiden, bukan kali pertama pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, sehingga tidak rencana penggunaan interpelasi pun perlu dipertanyakan.
“Berapa puluh kali kita naikkan BBM? Apa pernah yang namanya interpelasi itu? Apa pernah?” kata Jokowi saat dicegat wartawan seusai rapat koordinasi (rakor) dengan para gubernur se-Indonesia di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (24/11).
Jokowi menyatakan siap menyampaikan penjelasan kepada parlemen. Syaratnya, terlebih dulu sudah ada islah antara fraksi kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Selama belum ada islah yang menyeluruh, kata dia, pemerintah tidak akan memenuhi semua agenda kerja dengan DPR. Kepada para menteri dan pejabat setingkat sudah pula diperintahkannya untuk menunda semua undangan dari DPR.
Namun, Jokowi tidak menanggapi secara terbuka niat parlemen tersebut. “Saya tanya apa pernah interpelasi itu (soal BBM, Red) diadakan? Apa pernah?” kata Jokowi sambil tertawa.
Hak interpelasi parlemen sudah didengungkan sejak Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi pada Senin (17/11) pekan lalu. Interpelasi akan diajukan karena parlemen tidak puas dengan penjelasan pemerintah terhadap kebijakan kenaikan harga itu.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengungkapkan pemerintah sudah menyiapkan jawaban atas upaya interpelasi terhadap keputusan pemerintah mencabut subsidi BBM.
Pemerintah, lanjut dia, menyatakan kenaikan harga BBM bersubsidi sudah sesuai UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Jadi, akan dijawab secara politik dan hukum bahwa kenaikan harga BBM itu sudah sesuai dengan Undang-undang,” kata Andi di halaman parkir Istana Negara, Jakarta, akhir pekan lalu.
Andi mengatakan Jokowi tak akan memberikan penjelasan langsung mengenai hal ini kepada DPR. Namun, pemerintah akan berupaya menjelaskan kepada DPR ihwal alasan menaikkan harga BBM.
“Kami berharap DPR bisa menerima penjelasannya nanti, terutama dari Menteri Keuangan dan Menteri ESDM,” ujar dia.
Dari informasi yang dihimpun hingga Senin (24/11) petang, tercatat ada 18 anggota DPR dari KMP, kecuali Partai Demokrat (PD), yang sudah meneken formulir pengajuan hak interpelasi. Golkar merupakan fraksi paling getol menjadi inisiator untuk menggulirkan interpelasi ke Jokowi terkait kenaikan harga BBM.
“Teman-teman anggota yang telah menginisiasi untuk menandatangani interpelasi terhadap kebijakan ini, kami akan sama-sama memfasilitasi hak anggota tersebut. Insya Allah, hari Rabu (26/11) akan disampaikan hasilnya,” kata Ketua Fraksi Golkar, Ade Komaruddin, dalam konferensi pers, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dalam konferensi pers itu, hadir dari Golkar Bambang Soesatyo dan Misbakhun. Sementara dari Gerindra ada Desmon J Mahesa, Kardaya Warnika, dan Hary Poernomo, Totok Daryanto dan Yandri Susanto dari PAN, serta Jazuli Juwaini dan Aboe Bakar Al Habsy dari PKS. Ketua Fraksi PD Edhie Baskoro Yudhoyono awalnya dikatakan akan hadir, namun tak tampak hingga berakhirnya konpers.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengklaim bahwa hampir semua anggota DPR dari KMP akan menandatangani hak interpelasi tersebut. Namun, hingga konpers berakhir, baru 18 orang yang tanda tangan.
“Kalau semua tanda tangan ada 325 orang. Golkar 87 akan tanda tangan dari total anggota 90, 3 dari kami agak susah dipegang. PKS dipastikan 40. PAN akan 48. Demokrat masih dikonsolidasikan di fraksi tapi saya yakin semuanya akan tanda tangan. Gerindra, 73 ya?” kata Bambang memastikan.
Namun, politikus Gerindra Desmon pesimistis semua anggota fraksinya akan tanda tangan. “Lima orang yang sudah tanda tangan. Kalau 73 kan belum tanda tangan,” ujar Desmon.
Fraksi PD belum mau ikut mengajukan interpelasi. Waketum PD Agus Hermanto mengatakan fraksinya masih menunggu penjelasan resmi dari pemerintah soal kenaikan harga BBM. Jika tak memuaskan, baru PD akan mengajukan interpelasi.
Meresponns gerak-cepat Golkar yang menjadi motor penggunaan hak interpelasi DPR untuk kebijakan pemerintah mengurangi subsidi BBM, politisi PDIP mengajak Golkar dan fraksi-fraksi DPR lainnya instropeksi.
“Jadi sebenarnya kami menghormati teman-teman dari fraksi yang akan menggulirkan interpelasi, karena memang hak dewan,” kata anggota Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, Senin (24/11).
Kendati menghormati, PDIP tak setuju hak interpelasi itu digulirkan dengan alasan pemerintah tak memberi penjelasan ke DPR soal kenaikan harga BBM. Hendrawan memandang wajar pemerintah tak memberi penjelasan, sebab saat itu DPR masih terbelah.
Alih-alih menggulirkan penggunaan hak interpelasi, Hendrawan menyarankan agar Golkar lebih fokus pada pembenahan internal DPR. Hingga saat ini DPR belum bisa menjalankan fungsinya secara penuh karena poin-poin kesepakatan damai belum direalisasikan.
“Konsentrasinya mbok pembenahan internal, penyelesaian revisi UU MD3, pembentukan alat kelengkapan dewan yang solid. Sehingga reses ini bisa dijalankan dengan baik, anggota DPR bisa menjalankan tugas di dapil dengan maksimal,” ujar politikus senior PDIP ini.
Anggota DPR dari PDIP Tubagus Hasanuddin menegaskan, hak interpelasi merupakan hak yang melekat pada setiap anggota DPR, dan sudah diatur dalam UU MD3. Untuk bisa mengajukan hak interpelasi, ungkapnya, minimal diusulkan oleh 25 anggota DPR dari dua fraksi yang berbeda.
Dengan melihat syarat ini, maka pengajukan hak interpelasi terkait dengan kenaikan harga BBM sangat mungkin terjadi.
“Namun, partai-partai yang tergabung dalam KIH sudah pasti akan menolaknya. Bila ditambah dengan Demokrat yang konsisten, cukup minta penjelasan pemerintah di tingkat komisi melalui rapat kerja, maka hak interpelasi ini akan terpental dan gagal,” ujarnya.
Hasanuddin tak memungkiri realitas terkadang suka diputarbalikkan. Setiap upaya yang dilakukan oleh pemerintah demi rakyat, lanjutnya, akan selalu ada pihak yang bersikap oposisi, terutama dari KMP.
Usul interpelasi ini, tambahnya, juga tidak terlepas dari suksesi kepemimpinan di partai politik tertentu. Bila ada pergantian kepemimpinan di partai tersebut, maka kebijakan untuk mengajukan hak interpelasi juga akan berubah. “Saya anggap, itu wajar saja dalam politik,” pungkasnya. (bbs/val)