29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Membuka Akses Kesehatan di Wilayah Terpencil, doctorSHARE Berikan Layanan Secara Gratis

PAPARKAN: Founder doctorSHARE dr. Lie Dharmawan (kanan) saat memberi pemaparan bersama Wakil Ketua Pelaksana Harian doctorSHARE Tutuk Utomo Nuradhy (kiri) dan Project Officer Rumah Sakit Apung (RSA) Nusa Waluya II dr Stephanie pada peringatan 10 Tahun doctorSHARE di Baywalk Mall Pluit pada Sabtu, (23/11). IST/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sepanjang sepuluh tahun doctorSHARE menyediakan layanan kesehatan untuk wilayah yang dikategorikan Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di Indonesia. Layanan kesehatan diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang terkendala akses karena kondisi ekonomi dan geografis, melalui beberapa program-program inovatif seperti Rumah Sakit Apung (RSA) dan Dokter Terbang.

Menurut Pendiri doctorSHARE, dr. Lie Dharmawan Indonesia sebagai negara kepulauan perlu memiliki sistem layanan kesehatan terpadu yang memudahkan masyarakat hingga ke pelosok. Selama pelayanan bersama doctorSHARE, dr. Lie melihat beragam masalah berlapis saat masyarakat membutuhkan layanan kesehatan yang layak.

“Sudah selayaknya setiap masyarakat di Indonesia mendapatkan layanan kesehatan yang sama. Masyarakat di kota maupun di pedesaaan harus mendapat layanan kesehatan yang layak. Ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja, melainkan tugas kita bersama untuk mewujudkannya,” kata dr. Lie.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, hampir 63% masyarakat menyatakan akses untuk mendapatkan layanan kesehatan di Rumah Sakit masuk dalam kategori sulit dan sangat sulit. Angka lain menyebutkan masih ada 60,8% masyarakat di Indonesia yang kesulitan mengakses layanan kesehatan primer seperti Puskesmas atau Klinik.

Definisi sulit dalam Riskesdas dilihat berdasarkan jenis moda transportasi yang digunakan, waktu tempuh dari dan menuju lokasi akses kesehatan, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk menuju fasilitas kesehatan terdekat.

“Pemerintah pusat melalui Dinas Kesehatan di daerah telah berusaha untuk mengurangi masalah kesehatan. Penguatan sisi promotif dan preventif di Puskesmas menjadi hal utama yang diupayakan pemerintah saat ini,” ucap Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan, drg. Saraswati.

Saraswati menambahkan, pemerintah melakukan perumusan hingga mengevaluasi kebijakan di bidang pelayanan kesehatan untuk masyarakat di semua wilayah termasuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Tenaga kesehatan di daerah dibimbing agar selaras dengan kebijakan pusat.

Indonesia menjadi salah satu dari 193 negara yang berkomitmen untuk membawa perubahan dunia di tahun 2030. Komitmen tersebut tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dimana kesehatan menjadi salah satu poinnya. Pada butir ketiga SDGs disebutkan membentuk kehidupan yang sehat dan mendukung kesejaheraan bagi seluruh masyarakat.

Direktur Program Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Egi Abdul Wahid memaparkan sebelumnya ada Millennium Development Goals (MDGs) yang juga memiliki target dalam kesehatan. MGDs masih meninggalkan yang belum selesai pada 2015. Saat ditransformasikan menjadi SDGs, terdapat beberapa target tambahan yang komprehensif dan lintas sektoral.

“Kesehatan menjadi input sekaligus output dari pencapaian SDGs, inovasi diperlukan dari para ahli kesehatan masyarakat melalui pendekatan akademik maupun intervensi kesehatan langsung,” ujar Egi.

Berdasarkan Perpres No. 59 tahun 2017, kesempatan untuk mengembangkan daerah sesuai dengan SDGs bisa dilakukan melalui koordinasi antara pemerintah daerah, akademisi, pihak swasta, filantropi, masyarakat sipil, dan media.

“SDGs memberi peluang terciptanya pendekatan baru dengan mitra-mitra baru yang dapat membantu pemerintah untuk mengoperasionalisasikan SDGs dengan baik dan efektif,” tambah Egi.

Kondisi ini yang turut menjadi dasar doctorSHARE dalam mengembangkan program layanan kesehatan. “doctorSHARE menempatkan diri sebagai mitra pemerintah,” tutur dr. Lie.(rel/adz/ram)

PAPARKAN: Founder doctorSHARE dr. Lie Dharmawan (kanan) saat memberi pemaparan bersama Wakil Ketua Pelaksana Harian doctorSHARE Tutuk Utomo Nuradhy (kiri) dan Project Officer Rumah Sakit Apung (RSA) Nusa Waluya II dr Stephanie pada peringatan 10 Tahun doctorSHARE di Baywalk Mall Pluit pada Sabtu, (23/11). IST/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sepanjang sepuluh tahun doctorSHARE menyediakan layanan kesehatan untuk wilayah yang dikategorikan Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di Indonesia. Layanan kesehatan diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang terkendala akses karena kondisi ekonomi dan geografis, melalui beberapa program-program inovatif seperti Rumah Sakit Apung (RSA) dan Dokter Terbang.

Menurut Pendiri doctorSHARE, dr. Lie Dharmawan Indonesia sebagai negara kepulauan perlu memiliki sistem layanan kesehatan terpadu yang memudahkan masyarakat hingga ke pelosok. Selama pelayanan bersama doctorSHARE, dr. Lie melihat beragam masalah berlapis saat masyarakat membutuhkan layanan kesehatan yang layak.

“Sudah selayaknya setiap masyarakat di Indonesia mendapatkan layanan kesehatan yang sama. Masyarakat di kota maupun di pedesaaan harus mendapat layanan kesehatan yang layak. Ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja, melainkan tugas kita bersama untuk mewujudkannya,” kata dr. Lie.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, hampir 63% masyarakat menyatakan akses untuk mendapatkan layanan kesehatan di Rumah Sakit masuk dalam kategori sulit dan sangat sulit. Angka lain menyebutkan masih ada 60,8% masyarakat di Indonesia yang kesulitan mengakses layanan kesehatan primer seperti Puskesmas atau Klinik.

Definisi sulit dalam Riskesdas dilihat berdasarkan jenis moda transportasi yang digunakan, waktu tempuh dari dan menuju lokasi akses kesehatan, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk menuju fasilitas kesehatan terdekat.

“Pemerintah pusat melalui Dinas Kesehatan di daerah telah berusaha untuk mengurangi masalah kesehatan. Penguatan sisi promotif dan preventif di Puskesmas menjadi hal utama yang diupayakan pemerintah saat ini,” ucap Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan, drg. Saraswati.

Saraswati menambahkan, pemerintah melakukan perumusan hingga mengevaluasi kebijakan di bidang pelayanan kesehatan untuk masyarakat di semua wilayah termasuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Tenaga kesehatan di daerah dibimbing agar selaras dengan kebijakan pusat.

Indonesia menjadi salah satu dari 193 negara yang berkomitmen untuk membawa perubahan dunia di tahun 2030. Komitmen tersebut tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dimana kesehatan menjadi salah satu poinnya. Pada butir ketiga SDGs disebutkan membentuk kehidupan yang sehat dan mendukung kesejaheraan bagi seluruh masyarakat.

Direktur Program Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Egi Abdul Wahid memaparkan sebelumnya ada Millennium Development Goals (MDGs) yang juga memiliki target dalam kesehatan. MGDs masih meninggalkan yang belum selesai pada 2015. Saat ditransformasikan menjadi SDGs, terdapat beberapa target tambahan yang komprehensif dan lintas sektoral.

“Kesehatan menjadi input sekaligus output dari pencapaian SDGs, inovasi diperlukan dari para ahli kesehatan masyarakat melalui pendekatan akademik maupun intervensi kesehatan langsung,” ujar Egi.

Berdasarkan Perpres No. 59 tahun 2017, kesempatan untuk mengembangkan daerah sesuai dengan SDGs bisa dilakukan melalui koordinasi antara pemerintah daerah, akademisi, pihak swasta, filantropi, masyarakat sipil, dan media.

“SDGs memberi peluang terciptanya pendekatan baru dengan mitra-mitra baru yang dapat membantu pemerintah untuk mengoperasionalisasikan SDGs dengan baik dan efektif,” tambah Egi.

Kondisi ini yang turut menjadi dasar doctorSHARE dalam mengembangkan program layanan kesehatan. “doctorSHARE menempatkan diri sebagai mitra pemerintah,” tutur dr. Lie.(rel/adz/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/