JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Malaysia memang jadi surga pekerjaan untuk para buruh migran asal Indonesia. Jarak yang cukup dekat, kemudahan bebas visa, dan lapangan pekerjaan yang berlimpah jadi daya tarik utama. Sayangnya, tidak sedikit yang bekerja melalui jalur tidak resmi alias ilegal.
Direktur Perlindungan WNI Lalu Muhammad Iqbal mengatakan bahwa berdasarkan laporan pemerintah Malaysia, jumlah pekerja ilegal Indonesia ada 1,25 juta pekerja. ”Itu sekitar 50 persennya jadi jumlah total 2,5 juta pekerja ilegal dari berbagai negara di Malaysia,” kata Iqbal kepada Jawa Pos, Rabu (25/1).
Sekretaris Pertama Konsuler KBRI Kuala Lumpur Judha Nugraha mengatakan bahwa jumlah pekerja asal indonesia itu masuk lewat beberapa jalur. Jalur masuk yang sering digunakan adalah visa pelancong. Berbekal visa tersebut, mereka overstay dan bekerja di sana. Kendati mereka masuk melalui jalur legal, tapi mereka telah menyalahgunakan visa kunjungan mereka untuk bekerja.
”Bagi yang sudah di-black list, mereka akan menggunakan jalur ’tikus’. Jalur ilegal tanpa melewati imigrasi,” terangnya.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menuturkan jalur keluar negeri perlu diperketat lagi. Dia menuturkan selama ini Imigrasi sudah berperan sangat bagus untuk menolak warga negara asing (WNA) yang ingin berkunjung ke Indonesia tapi tidak punya tujuan yang jelas. Dia berharap, hal serupa juga berlaku bagi orang Indonesia yang ingin bepergian ke luar negeri. ”Kalau ada orang yang pergi dengan maksud dan tujuan yang tidak jelas. Kita minta nantinya untuk ditolak,” ujar dia usai bertemu Wakil Presiden kemarin.
Selain itu, kerja sama Kemenaker dengan pihak kepolisian juga akan ditingkatkan. Hanif menyebutkan akan ada pertemuan dia dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam waktu dekat. ”Minggu ini saya ketemu dengan Kaporli,” jelas dia.
Dia menuturkan, selama ini para TKI ilegal itu tertarik dengan iming-iming upah tinggi di negeri orang. Mereka pun menempuh jalan ilegal. Padahal, untuk bisa menjadi TKI itu tidak terlalu sulit. ”Kadang banyak orang yang istilahnya tak punya informasi tetanng itu. Sosialisasi harus digencarkan pada publik,” tambah Hanif.