33.9 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Virus Polio Tipe 2 Sudah Berkeliaran

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Adanya temuan kasus polio di Madura dan Klaten, Jawa Tengah, membuat pemerintah menyatakan outbreak polio. Dampaknya dilakukan imunisasi tambahan dengan Sub Pekan Imunisasi Nasional Polio (Sub PIN Polio).

Kementerian Kesehatan juga melakukan surveilan di daerah sekitar dan ditemukan sembilan anak sehat yang terdapat virus polio.

Kemarin (25/1) Dirjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rondonuwu mengatakan setelah diketahui ada anak yang lumpuh layu dan positif polio, maka Kemenkes melakukan investigasi. Sasarannya adalah anak sehat yang berada di sekitar pasien. “Kami periksa laboratorium. Dari sampel 30 anak, sembilan positif virus (polio),” katanya. Meskipun sembilan orang itu tidak bergejala.

Hal ini menurut Maxi menandakan bahwa virus polio sudah bersirkulasi. Jenis virus polionya sama, yakni tipe 2. Namun karena tidak mempunyai gejala polio, maka tidak dikatakan kasus polio.  Pada 15 Januari lalu dimulai Sub PIN Polio pertama. Waktunya sepekan. Vaksin polio yang digunakan adalah novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2).

Sasarannya 8,4 juta anak usia 0 sampai 7 tahun. Pada akhir Sub PIN polio pertama, hanya 97 persen dari sasasran yang dapat vaksin ini. Kemudian Kemenkes memberikan waktu sepekan lagi untuk setiap dinas kesehatan menyisir siapa saja yang belum dapat vaksin ini.

Sub PIN Polio ini merupakan rekomendasi dair Komite Imunisasi Nasiona. Diselenggarakan dua putaran. Setelah Sub PIN pertama, Sub PIN kedua dilakukan pada 19 Februrari nanti. “Di Sleman tidak ada kasus polio, tapi karena perbatasan dengan daerah yang ditemukan polio maka Sub PIN diperluas,” ucapnya.

Adanya polio ini merupakan salah satu dampak dari imunisasi rutin yang kendor. Maxi memaparkan pada 2020-2-21 atau saat pandemi Covid-19, cakupan vaksin polio melalui oral (OPV) rendah. “Yang vaksin suntik atau IPV ini setiap tahun juga rendah,” katanya.

Dia minta agar vaksinasi rutin harus diberikan kepada anak sesuai dengan tahapan usianya. Pemerintah merencanakan menghapus OPV. Kementerian Kesehatan bersama dengan Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI). Selain itu mereka juga tengah mengkaji pemberian polio dengan IPV dapat diberikan sekali. “20 negara sudah menggunakan,” katanya. Targetnya tahun ini. Sebab yang menjadi tantangan adalah ketersediaan vaksin.

Sebelumnya Head of Health Save the Children Indonesia dr. Firda Yani Dewi menyatakan perlu ada kerjasama dengan stakeholder lain untuk menyukseskan vaksinasi. Sebab kesehatan bukan hanya tanggungjawab sektor kesehatan saja. “Tingkat pastisipasi masyarakat ini bukan hanya orang tua saja tapi juga stakeholder lain,” ungkapnya.

Selain itu Firda juga mengingatkan bahwa selain vaksinasi, yang perlu digaungkan lagi untuk menanggulangi adanya polio adalah cuci tangan. Sebab penularan virus polio ini melalui oral atau mulut. Salah satu potensinya yakni melalui makanan dan minuman. “Sehingga cuci tangan pakai sabun sebelum makan atau dari toilet ini perlu disosialisaikan,” katanya.

Selain itu juga sosialisasi larangan buang air besar sembarangan. Sebab tinja dari anak polio bisa menularkan virus tersebut. “Sehingga perlu ada sanitasi yang baik di setiap rumah,” ungkapnya. (lyn/jpg/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Adanya temuan kasus polio di Madura dan Klaten, Jawa Tengah, membuat pemerintah menyatakan outbreak polio. Dampaknya dilakukan imunisasi tambahan dengan Sub Pekan Imunisasi Nasional Polio (Sub PIN Polio).

Kementerian Kesehatan juga melakukan surveilan di daerah sekitar dan ditemukan sembilan anak sehat yang terdapat virus polio.

Kemarin (25/1) Dirjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rondonuwu mengatakan setelah diketahui ada anak yang lumpuh layu dan positif polio, maka Kemenkes melakukan investigasi. Sasarannya adalah anak sehat yang berada di sekitar pasien. “Kami periksa laboratorium. Dari sampel 30 anak, sembilan positif virus (polio),” katanya. Meskipun sembilan orang itu tidak bergejala.

Hal ini menurut Maxi menandakan bahwa virus polio sudah bersirkulasi. Jenis virus polionya sama, yakni tipe 2. Namun karena tidak mempunyai gejala polio, maka tidak dikatakan kasus polio.  Pada 15 Januari lalu dimulai Sub PIN Polio pertama. Waktunya sepekan. Vaksin polio yang digunakan adalah novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2).

Sasarannya 8,4 juta anak usia 0 sampai 7 tahun. Pada akhir Sub PIN polio pertama, hanya 97 persen dari sasasran yang dapat vaksin ini. Kemudian Kemenkes memberikan waktu sepekan lagi untuk setiap dinas kesehatan menyisir siapa saja yang belum dapat vaksin ini.

Sub PIN Polio ini merupakan rekomendasi dair Komite Imunisasi Nasiona. Diselenggarakan dua putaran. Setelah Sub PIN pertama, Sub PIN kedua dilakukan pada 19 Februrari nanti. “Di Sleman tidak ada kasus polio, tapi karena perbatasan dengan daerah yang ditemukan polio maka Sub PIN diperluas,” ucapnya.

Adanya polio ini merupakan salah satu dampak dari imunisasi rutin yang kendor. Maxi memaparkan pada 2020-2-21 atau saat pandemi Covid-19, cakupan vaksin polio melalui oral (OPV) rendah. “Yang vaksin suntik atau IPV ini setiap tahun juga rendah,” katanya.

Dia minta agar vaksinasi rutin harus diberikan kepada anak sesuai dengan tahapan usianya. Pemerintah merencanakan menghapus OPV. Kementerian Kesehatan bersama dengan Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI). Selain itu mereka juga tengah mengkaji pemberian polio dengan IPV dapat diberikan sekali. “20 negara sudah menggunakan,” katanya. Targetnya tahun ini. Sebab yang menjadi tantangan adalah ketersediaan vaksin.

Sebelumnya Head of Health Save the Children Indonesia dr. Firda Yani Dewi menyatakan perlu ada kerjasama dengan stakeholder lain untuk menyukseskan vaksinasi. Sebab kesehatan bukan hanya tanggungjawab sektor kesehatan saja. “Tingkat pastisipasi masyarakat ini bukan hanya orang tua saja tapi juga stakeholder lain,” ungkapnya.

Selain itu Firda juga mengingatkan bahwa selain vaksinasi, yang perlu digaungkan lagi untuk menanggulangi adanya polio adalah cuci tangan. Sebab penularan virus polio ini melalui oral atau mulut. Salah satu potensinya yakni melalui makanan dan minuman. “Sehingga cuci tangan pakai sabun sebelum makan atau dari toilet ini perlu disosialisaikan,” katanya.

Selain itu juga sosialisasi larangan buang air besar sembarangan. Sebab tinja dari anak polio bisa menularkan virus tersebut. “Sehingga perlu ada sanitasi yang baik di setiap rumah,” ungkapnya. (lyn/jpg/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/