26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Vinda, Tatung yang Ingin seperti Agnes Monica

Tak semua orang bisa menjadi tatung, raga yang bersedia dimasuki roh leluhur saat upacara Cap Go Meh. Tapi, Vinda, remaja cantik asal ibu kota itu, rela menyediakan tubuhnya dimasuki roh dewa untuk melestarikan tradisi nenek moyang.

SENYUM Vinda tampak khas. Giginya yang gingsul menambah manis wajah putihnya. Ditambah rambutnyan yang tak panjang disemir merah.

TRANSFORMASI: Vinda (kanan) gadis berusia 15 tahun bertransformasi menjadi tatung (kiri)  dirasuki dewa  Kelenteng Jalan Abadi Singkawang.//SHANDO SAFELA/PONTIANAK POST/jpnn
TRANSFORMASI: Vinda (kanan) gadis berusia 15 tahun bertransformasi menjadi tatung (kiri) yang dirasuki dewa di Kelenteng Jalan Abadi Singkawang.//SHANDO SAFELA/PONTIANAK POST/jpnn

Lengkap sudah kesan Vinda remaja gaul dari kota. Remaja yang beranjak dewasa itu tak berbeda dari gadis kebanyakan yang sedang tumbuh, menyukai boys band Korea dan berdandan seperti remaja pada umumnya.

Vinda memang gadis keturunan Tionghoa Singkawang yang lahir dan besar di Jakarta. Sebagai anak ibu kota, dia tumbuh menjadi remaja yang ‘up-to-date’ dan berpengetahuan luas. Setidaknya dibanding gadis-gadis di kampung halaman orang tuanya di Kalimantan Barat.

Meski demikian, keluarga Vinda termasuk keluarga yang amat menghormati tradisi leluhur. Terutama tradisi yang berlangsung di kalangan keluarga Tionghoa Singkawang. Tak terkecuali saat upacara Cap Go Meh, hari ke-15 dan hari terakhir perayaan tahun baru Imlek. Di Singkawang, perayaan Cap Go Meh selalu meriah dengan berbagai atraksi kesenian dan pesta.

Vinda lahir dari pasangan Hanafi dan Chie Lina. Ibu Vinda, Lina, merupakan tatung sejak masih remaja. Dia juga mewarisi tradisi ibunya (nenek Vinda) yang merelakan raganya menjadi medium bagi roh leluhur yang datang setiap upacara Cap Go Meh.

Menurut cerita Lina, saat Vinda berulang tahun ke-14, Dewa Hung El Yi masuk ke dalam tubuhnya. Vinda tiba-tiba bertingkah seperti anak kecil. Dalam legenda Tionghoa, Hung El Yi merupakan dewa yang berwujud anak-anak. Hung El Yi seperti Dewa Nacha, namun berjenis perempuan.

“Saya sebenarnya tak pernah menginginkan anak saya menjadi tatung. Sebab, saya sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya tubuh dimasuki roh dewa. Berat dan sangat letih,” ungkap Lina kepada Pontianak Post (grup Sumut Pos), Jumat (22/2) lalu.

Tatung dalam bahasa Hakka adalah orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur. Raga orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara antara roh leluhur atau dewa dengan masyarakat yang merayakan Cap Go Meh. Dengan menggunakan mantra dan mudra, roh dewa dipanggil ke altar, kemudian akan memasuki raga orang yang siap menjadi tatung.

Para dewa atau roh leluhur biasa dipanggil dengan kepentingan tertentu. Misalnya, melakukan pengobatan atau meminta nasihat yang dipandang perlu. Setelah kegiatan selesai, roh meninggalkan tubuh orang yang dimasuki.

Melihat ‘tugas’ berat yang diemban tatung, orang tua Vinda pun tak menghendaki anaknya jadi media yang siap dirasuki roh dewa atau leluhur. Mereka menginginkan Vinda tumbuh normal seperti remaja pada umumnya.  “Saya ingin dia menjadi gadis yang pandai membuat roti,” sambung ibu Victor, Vitri, dan Vinda tersebut.

Keinginan Lina ternyata bertepuk sebelah tangan. Vinda justru ngebet ingin meneruskan jejak ibunya menjadi tatung. Karena itu, begitu keinginan tersebut diungkapkan, Lina pun tak bisa berbuat banyak. Dia tak bisa mencegah keinginan putrinya itu.  “Mungkin ini sudah digariskan. Ya sudah, mau bagaimana lagi kalau itu sudah keinginannya,” kata Lina.

Vinda terlihat santai menghadapi saat dirinya menjadi tatung pada perayaan Cap Go Meh pada Minggu (24/2) lalu. Hampir tidak terlihat beban mental menjadi seorang tatung. “Saya sudah siap menjalankan tugas mulia itu,” tutur Vinda.

Awal menjadi tatung, dia merasa ada yang aneh dalam tubuhnya. “Pikiran saya seperti hilang. Namun, saya tetap bisa mendengarkan musik. Jika diajak komunikasi, saya hanya bisa mendengar, namun tak dapat menjawab,” ujar bungsu tiga bersaudara itu.
Vinda berada di Singkawang sejak dua minggu lalu untuk merayakan tahun baru Imlek dan Cap Go Meh. Dia akan beraksi dalam Festival Cap Go Meh Singkawang bersama 750 tatung lainnya, Minggu besok.

Meski tergolong masih belia, dia tak minder tampil bersama para tatung senior. Bahkan, dia terlihat bangga bisa melestarikan tradisi leluhurnya meski telah menjadi remaja ibu kota. Dia bergaul seperti gadis kebanyakan, ikut kursus dance dan melakukan aktivitas anak muda lainnya.

“Kadang ada teman mengejek karena saya seorang tatung. Namun, hal itu kini sudah biasa,” ujar Vinda.
Saat ditanya cita-citanya bila dewasa nanti, dengan malu-malu dia menjawab. “Saya ingin menjadi seorang penyanyi sekaligus dancer seperti Agnes Monica. (*)

Tak semua orang bisa menjadi tatung, raga yang bersedia dimasuki roh leluhur saat upacara Cap Go Meh. Tapi, Vinda, remaja cantik asal ibu kota itu, rela menyediakan tubuhnya dimasuki roh dewa untuk melestarikan tradisi nenek moyang.

SENYUM Vinda tampak khas. Giginya yang gingsul menambah manis wajah putihnya. Ditambah rambutnyan yang tak panjang disemir merah.

TRANSFORMASI: Vinda (kanan) gadis berusia 15 tahun bertransformasi menjadi tatung (kiri)  dirasuki dewa  Kelenteng Jalan Abadi Singkawang.//SHANDO SAFELA/PONTIANAK POST/jpnn
TRANSFORMASI: Vinda (kanan) gadis berusia 15 tahun bertransformasi menjadi tatung (kiri) yang dirasuki dewa di Kelenteng Jalan Abadi Singkawang.//SHANDO SAFELA/PONTIANAK POST/jpnn

Lengkap sudah kesan Vinda remaja gaul dari kota. Remaja yang beranjak dewasa itu tak berbeda dari gadis kebanyakan yang sedang tumbuh, menyukai boys band Korea dan berdandan seperti remaja pada umumnya.

Vinda memang gadis keturunan Tionghoa Singkawang yang lahir dan besar di Jakarta. Sebagai anak ibu kota, dia tumbuh menjadi remaja yang ‘up-to-date’ dan berpengetahuan luas. Setidaknya dibanding gadis-gadis di kampung halaman orang tuanya di Kalimantan Barat.

Meski demikian, keluarga Vinda termasuk keluarga yang amat menghormati tradisi leluhur. Terutama tradisi yang berlangsung di kalangan keluarga Tionghoa Singkawang. Tak terkecuali saat upacara Cap Go Meh, hari ke-15 dan hari terakhir perayaan tahun baru Imlek. Di Singkawang, perayaan Cap Go Meh selalu meriah dengan berbagai atraksi kesenian dan pesta.

Vinda lahir dari pasangan Hanafi dan Chie Lina. Ibu Vinda, Lina, merupakan tatung sejak masih remaja. Dia juga mewarisi tradisi ibunya (nenek Vinda) yang merelakan raganya menjadi medium bagi roh leluhur yang datang setiap upacara Cap Go Meh.

Menurut cerita Lina, saat Vinda berulang tahun ke-14, Dewa Hung El Yi masuk ke dalam tubuhnya. Vinda tiba-tiba bertingkah seperti anak kecil. Dalam legenda Tionghoa, Hung El Yi merupakan dewa yang berwujud anak-anak. Hung El Yi seperti Dewa Nacha, namun berjenis perempuan.

“Saya sebenarnya tak pernah menginginkan anak saya menjadi tatung. Sebab, saya sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya tubuh dimasuki roh dewa. Berat dan sangat letih,” ungkap Lina kepada Pontianak Post (grup Sumut Pos), Jumat (22/2) lalu.

Tatung dalam bahasa Hakka adalah orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur. Raga orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara antara roh leluhur atau dewa dengan masyarakat yang merayakan Cap Go Meh. Dengan menggunakan mantra dan mudra, roh dewa dipanggil ke altar, kemudian akan memasuki raga orang yang siap menjadi tatung.

Para dewa atau roh leluhur biasa dipanggil dengan kepentingan tertentu. Misalnya, melakukan pengobatan atau meminta nasihat yang dipandang perlu. Setelah kegiatan selesai, roh meninggalkan tubuh orang yang dimasuki.

Melihat ‘tugas’ berat yang diemban tatung, orang tua Vinda pun tak menghendaki anaknya jadi media yang siap dirasuki roh dewa atau leluhur. Mereka menginginkan Vinda tumbuh normal seperti remaja pada umumnya.  “Saya ingin dia menjadi gadis yang pandai membuat roti,” sambung ibu Victor, Vitri, dan Vinda tersebut.

Keinginan Lina ternyata bertepuk sebelah tangan. Vinda justru ngebet ingin meneruskan jejak ibunya menjadi tatung. Karena itu, begitu keinginan tersebut diungkapkan, Lina pun tak bisa berbuat banyak. Dia tak bisa mencegah keinginan putrinya itu.  “Mungkin ini sudah digariskan. Ya sudah, mau bagaimana lagi kalau itu sudah keinginannya,” kata Lina.

Vinda terlihat santai menghadapi saat dirinya menjadi tatung pada perayaan Cap Go Meh pada Minggu (24/2) lalu. Hampir tidak terlihat beban mental menjadi seorang tatung. “Saya sudah siap menjalankan tugas mulia itu,” tutur Vinda.

Awal menjadi tatung, dia merasa ada yang aneh dalam tubuhnya. “Pikiran saya seperti hilang. Namun, saya tetap bisa mendengarkan musik. Jika diajak komunikasi, saya hanya bisa mendengar, namun tak dapat menjawab,” ujar bungsu tiga bersaudara itu.
Vinda berada di Singkawang sejak dua minggu lalu untuk merayakan tahun baru Imlek dan Cap Go Meh. Dia akan beraksi dalam Festival Cap Go Meh Singkawang bersama 750 tatung lainnya, Minggu besok.

Meski tergolong masih belia, dia tak minder tampil bersama para tatung senior. Bahkan, dia terlihat bangga bisa melestarikan tradisi leluhurnya meski telah menjadi remaja ibu kota. Dia bergaul seperti gadis kebanyakan, ikut kursus dance dan melakukan aktivitas anak muda lainnya.

“Kadang ada teman mengejek karena saya seorang tatung. Namun, hal itu kini sudah biasa,” ujar Vinda.
Saat ditanya cita-citanya bila dewasa nanti, dengan malu-malu dia menjawab. “Saya ingin menjadi seorang penyanyi sekaligus dancer seperti Agnes Monica. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/