32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Dua Harga BBM Disoal

JAKARTA-Rencana pemerintah menerapkan sistem dua harga untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar, diprediksi akan memunculkan kesulitan tersendiri. Pasalnya, pemerintah dinilai memaksakan rencana tersebut tanpa persiapan sarana pendukung yang efektif.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR bidang perekonomian dan keuangan Mohamad Sohibul Iman dalam diskusi di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (25/4). Sohibul menyatakan, rencana pemerintah terkait sistem dua harga BBM bersubsidi tidak efektif jika dilakukan dengan pemisahan dua SPBU.
“Usulan pemerintah sejatinya kami dukung, namun kami kritik caranya,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Sohibul menyatakan, mekanisme BBM bersubsidi dengan dua harga pernah diusulkan PKS saat rencana kenaikan BBM pada tahun 2012 lalu. Namun, PKS memiliki implementasi yang berbeda dengan sistem pemisahan SPBU yang ingin dilakukan pemerintah.
“PKS mengusulkan penggunaan teknologi untuk mengatur pemisahan harga itu,” ujar Sohibul.

Sohibul menyatakan, PKS mengusulkan agar setiap mobil yang ada diberikann sebuah chip. Chip ini nanti akan dibaca setiap SPBU, apakah mobil itu layak mendapatkan BBM subsidi ataukah non subsidi. Chip itu juga mampu menghindari praktek pengisian BBM berulang-ulang pada hari yang sama. “Di dalam chip sudah ada kuota, tidak bisa mengisi pada hari yang sama,” jelasnya.

Usulan ini, sudah disampaikan ke presiden ketika pembahasan kenaikan BBM berlangsung alot tahun lalu. Ketika itu, sempat ada kalkulasi bagaimana menjalankan usulan itu ke depannya. “Namun sekarang sudah terhenti sama sekali,” ujar Sohibul.

Ketua Departemen Keuangan Partai Demokrat Ikhsan Modjo menilai, penerapan sistem dua harga bisa berjalan efektif jika dilakukan pengawasan yang tepat. Dalam hal ini, dirinya sependapat adanya potensi permasalahan terkait kebijakan dua harga berbeda di SPBU yang berbeda. “Jumlah SPBU di daerah tentu tidak banyak. Ini otomatis tidak bisa diberlakukan SPBU berbeda,” ujar Ikhsan.

Menurut Ikhsan, hal ini kembali kepada mekanisme pengawasan. BPH Migas sebagai lembaga yang memiliki wewenang selama ini cenderung bersifat reaktif. Saat ada isu kenaikan harga, justru suplai BBM bersubsidi malah dikurangi. “BPH Migas kan punya data konsumsi BBM tiap SPBU. Itu yang harus diawasi,” ujarnya. (bay/jpnn)

JAKARTA-Rencana pemerintah menerapkan sistem dua harga untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar, diprediksi akan memunculkan kesulitan tersendiri. Pasalnya, pemerintah dinilai memaksakan rencana tersebut tanpa persiapan sarana pendukung yang efektif.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR bidang perekonomian dan keuangan Mohamad Sohibul Iman dalam diskusi di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (25/4). Sohibul menyatakan, rencana pemerintah terkait sistem dua harga BBM bersubsidi tidak efektif jika dilakukan dengan pemisahan dua SPBU.
“Usulan pemerintah sejatinya kami dukung, namun kami kritik caranya,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Sohibul menyatakan, mekanisme BBM bersubsidi dengan dua harga pernah diusulkan PKS saat rencana kenaikan BBM pada tahun 2012 lalu. Namun, PKS memiliki implementasi yang berbeda dengan sistem pemisahan SPBU yang ingin dilakukan pemerintah.
“PKS mengusulkan penggunaan teknologi untuk mengatur pemisahan harga itu,” ujar Sohibul.

Sohibul menyatakan, PKS mengusulkan agar setiap mobil yang ada diberikann sebuah chip. Chip ini nanti akan dibaca setiap SPBU, apakah mobil itu layak mendapatkan BBM subsidi ataukah non subsidi. Chip itu juga mampu menghindari praktek pengisian BBM berulang-ulang pada hari yang sama. “Di dalam chip sudah ada kuota, tidak bisa mengisi pada hari yang sama,” jelasnya.

Usulan ini, sudah disampaikan ke presiden ketika pembahasan kenaikan BBM berlangsung alot tahun lalu. Ketika itu, sempat ada kalkulasi bagaimana menjalankan usulan itu ke depannya. “Namun sekarang sudah terhenti sama sekali,” ujar Sohibul.

Ketua Departemen Keuangan Partai Demokrat Ikhsan Modjo menilai, penerapan sistem dua harga bisa berjalan efektif jika dilakukan pengawasan yang tepat. Dalam hal ini, dirinya sependapat adanya potensi permasalahan terkait kebijakan dua harga berbeda di SPBU yang berbeda. “Jumlah SPBU di daerah tentu tidak banyak. Ini otomatis tidak bisa diberlakukan SPBU berbeda,” ujar Ikhsan.

Menurut Ikhsan, hal ini kembali kepada mekanisme pengawasan. BPH Migas sebagai lembaga yang memiliki wewenang selama ini cenderung bersifat reaktif. Saat ada isu kenaikan harga, justru suplai BBM bersubsidi malah dikurangi. “BPH Migas kan punya data konsumsi BBM tiap SPBU. Itu yang harus diawasi,” ujarnya. (bay/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/