JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keseriusan Mahkamah Agung (MA) dalam melakukan pembenahan di internalnya patut dipertanyakan. Mereka begitu reaktif memberhentikan sementara hakim di daerah yang terkena masalah. Namun yang berkaitan dengan para petingginya langsung justru belum diambil tindakan.
Rabu (25/5) kemarin, MA bertindak cepat dalam menyikapi kasus Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Bengkulu Janner Purba bersama empat tersangka lainnya yang tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KP). Jubir MA Suhadi menyatakan, pihaknya secara tegas memberhentikan sementara hakim yang terlibat dalam kasus tersebut.
Selain Janner Purba, ada juga hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan seorang panitera bernama Badaruddin Amsori Bachsin. Ketiga orang itu yang berasal dari unsur pengadilan. “Hakim JR yang baru saja mendapat promosi juga akan dibatalkan,” ungkapnya.
Menurut Suhadi, pihaknya akan melakukan evaluasi dalam sistem pembinaan hakim. Selama ini, pihaknya mempunyai pengawasan dan pembinaan berjenjang. Pengadilan negeri (PN) melakukan pengawasan dan pembinaan di bawahnya, pengadilan tinggi (PT) mengawasi para pejabat dan pengawai yang ada di lingkup kerjanya, dan MA melakukan pengawasi semua hakim dan pejabat pengadilan.
MA mempunyai badan pengawas (Bawas), ketua kamar pembinaan dan ketua kamar pengawasan. Mereka yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan secara rutin terhadap hakim dan pejabat pengadilan. Jadi, lanjut dia, sistem pengawasan sudah ada. Dia mengakui bahwa pihaknya kecolongan terkait ditangkapnya ketua PN yang juga hakim tipikor itu.
Setelah ini, akan dilakukan evaluasi. Mana saja sistem pembinaan dan pengawasan yang masih kurang. Yang masih kurang akan diperbaiki dan disempurnakan. Seperti apa sistem pembinaan yang baru nanti? Suhadi belum bisa menjawab secara kongkrit. Menurut dia, pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu untuk mengkonsep sistem pengawasan dan pembinaan yang baru.
Memang, paparnya, MA tidak bisa selalu mengawasi gerak-gerik hakim. Pihaknya bisa melakukan pengawasan jika hakim berada di pengadilan. MA juga masih bisa memantau jika hakim melakukan pertemuan di rumahnya. Yang sulit adalah ketika hakim berhubungan dengan pihak yang berperkara melalui handphone. “Kalau pakai handphone sulit dilacak,” ungkapnya. Lembaganya baru mengetahui setelah hakim itu ditangkap KPK.
Ia menjelaskan, ada tiga jenis aturan bagi hakim. Pertama jika hakim melakukan korupsi, maka mereka bisa dijerat dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 31/1999 junto Undang-undang Nomor 20/2001. Selain itu hakim juga bisa dikenai aturan sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Mereka bisa dikenai Peraturan Pemerintah (PP) 53/2010 pengganti PP 30/1980 tentang displin PNS. Dan yang terakhir mereka juga terikat dengan kode etik. MA dan Komisi Yudisial (KY) yang akan memberlakukan sanksi etik.