26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

PanEco & NHSE Bangun Koridor Hutan di Batang Toru

DILINDUNGI: Orangutan Tapanuli (pongo tapanuliensis) merupakan kera besar terlangka di dunia yang dilindungi pemerintah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mendukung upaya Pemerintah Indonesia melindungi masa depan Orangutan Tapanuli (pongo tapanuliensis) serta habitatnya di Ekosistem Batang Toru di Tapanuli, Sumatera Utara, Yayasan PanEco yang berpusat di Swiss dan perusahaan energi PT North Sumatra Hydro Energi, bekerjasama menerapkan strategi konservasi baru yang komprehensif untuk lebih dari 200.000 ha habitat orangutan tersebut.

“Dengan pendekatan multi-pihak, strategi baru ini akan mencakup pembangunan koridor hutan untuk menghubungkan habitat yang sudah terfragmentasi, merestorasi hutan bekas tebangann

dan meningkatkan perlindungan kawasan yang saat ini belum dilindungi,” kata Firman Taufick, Direktur Komunikasi PT NSHE, dalam rilisnya yang diterima Sumut Pos, kemarin.

Yayasan PanEco memiliki rekam jejak panjang dalam konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, sejak tahun 70-an. Pada tahun 1999, PanEco bekerja sama dengan mitra lokal di Indonesia, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHK) membentuk Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP, www.sumatranorangutan.org). Penelitian lapangan di Tapanuli Selatan sejak tahun 2000, menjadi dasar ditemukannya spesies baru orangutan Tapanuli, Pongo Tapanuliensis pada tahun 2017.

Adapun PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE), pelopor dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Sumatera Utara, telah mulai membangun PLTA baru di Tapanuli Selatan, yang berlokasi di dalam ekosistem Batang Toru, di lahan yang diklasifikasikan sebagai Area Penggunaan Lain (APL).

Skema ini akan menghasilkan 510 MW energi listrik di wilayah yang sering mengalami pemadaman listrik dan menggantikan penggunaan tenaga diesel, dengan potensi untuk merealisasikan pengurangan emisi karbon sebanyak 1,6 juta ton per tahun, yang merupakan prioritas utama pemerintah Indonesia, sebagai bagian dari komitmen untuk memitigasi perubahan iklim global.

Meski ada keluhan dari beberapa konservasionis, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen terhadap proyek PLTA ini dan terhadap komitmen internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pembangunan proyek ini sudah berjalan cukup jauh. Konstruksi proyek sudah maju dengan baik.

“PLTA hanyalah salah satu yang dapat berdampak pada spesies baru orangutan. Dampak lain berasal dari pertambangan, konsesi perkebunan, proyek energi lain yang masih direncanakan dan yang sudah ada, pembalakan liar, dan perambahan hutan,” katanya.

Dengan demikian, NSHE dan PanEco memasuki kemitraan baru dengan strategi konservasi jangka panjang yang komprehensif untuk melindungi ekosistem Batang Toru secara utuh demi masa depan orangutan Tapanuli. Untuk tujuan tersebut, sebuah Nota Kesepahaman (MOU) telah ditandatangani Sabtu (24/8), yang didukung sepenuhnya oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia.

Presiden PanEco, Regina Frey, menyatakan di seluruh dunia, ada tren dan tekanan publik kuat untuk mengubah ‘business as usual’, dengan pendekatan pembangunan baru yang lebih berkelanjutan. “Kolaborasi ini menawarkan suatu peluang menarik untuk mengembangkan suatu model solusi untuk mencapai tujuan dalam pembangunan berkelanjutan di mana pun di dunia,” katanya.

Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK manyampaikan, dirinya menyambut baik kemitraan baru ini dan akan melakukan yang terbaik untuk mendukung sepenuhnya melalui kontribusi solusi administratif dan masalah teknis lainnya.

“Saya menghargai semangat besar dalam kolaborasi ini, merangkul pemerintah di semua tingkatan, LSM, kelompok masyarakat dan kearifan lokal terhadap lingkungan, termasuk satwa liar, ilmuwan, dan perusahaan melalui pendekatan lintas pemangku kepentingan,” katanya.

Firman Taufick, Direktur Komunikasi PT NSHE, mengatakan kemitraan ini terjadi atas dasar saling pengertian tentang perlunya kerjasama antara sektor bisnis dan berbagai pemangku kepentingan.

“Sangat penting untuk menemukan solusi bersama. Untuk memperkuat kerjasama ini, kami mengharapkan para ahli orangutan dan LSM lingkungan Indonesia turut tampil dan berperan aktif mendukung perwujudan upaya konservasi ini,” katanya.

Profesor Carel van Schaik, pakar orangutan dunia yang juga menjabat sebagai anggota dewan PanEco menambahkan, bahkan tanpa adanya proyek PLTA baru ini, spesies orangutan Tapanuli yang hanya tersisa kurang dari 800 individu dalam populasi yang sudah terfragmentasi, menghadapi masa depan suram.

“Dengan adanya kerjasama Pemerintah Indonesia dan PT NSHE saat ini, ada potensi besar dalam hal strategi konservasi baru dan besar yang akan menjamin perlindungan terhadap mereka dan seluruh habitat ekosistem Batang Toru, dalam jangka panjang,” katanya. (rel/mea)

DILINDUNGI: Orangutan Tapanuli (pongo tapanuliensis) merupakan kera besar terlangka di dunia yang dilindungi pemerintah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mendukung upaya Pemerintah Indonesia melindungi masa depan Orangutan Tapanuli (pongo tapanuliensis) serta habitatnya di Ekosistem Batang Toru di Tapanuli, Sumatera Utara, Yayasan PanEco yang berpusat di Swiss dan perusahaan energi PT North Sumatra Hydro Energi, bekerjasama menerapkan strategi konservasi baru yang komprehensif untuk lebih dari 200.000 ha habitat orangutan tersebut.

“Dengan pendekatan multi-pihak, strategi baru ini akan mencakup pembangunan koridor hutan untuk menghubungkan habitat yang sudah terfragmentasi, merestorasi hutan bekas tebangann

dan meningkatkan perlindungan kawasan yang saat ini belum dilindungi,” kata Firman Taufick, Direktur Komunikasi PT NSHE, dalam rilisnya yang diterima Sumut Pos, kemarin.

Yayasan PanEco memiliki rekam jejak panjang dalam konservasi alam dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, sejak tahun 70-an. Pada tahun 1999, PanEco bekerja sama dengan mitra lokal di Indonesia, Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHK) membentuk Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP, www.sumatranorangutan.org). Penelitian lapangan di Tapanuli Selatan sejak tahun 2000, menjadi dasar ditemukannya spesies baru orangutan Tapanuli, Pongo Tapanuliensis pada tahun 2017.

Adapun PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE), pelopor dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Sumatera Utara, telah mulai membangun PLTA baru di Tapanuli Selatan, yang berlokasi di dalam ekosistem Batang Toru, di lahan yang diklasifikasikan sebagai Area Penggunaan Lain (APL).

Skema ini akan menghasilkan 510 MW energi listrik di wilayah yang sering mengalami pemadaman listrik dan menggantikan penggunaan tenaga diesel, dengan potensi untuk merealisasikan pengurangan emisi karbon sebanyak 1,6 juta ton per tahun, yang merupakan prioritas utama pemerintah Indonesia, sebagai bagian dari komitmen untuk memitigasi perubahan iklim global.

Meski ada keluhan dari beberapa konservasionis, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen terhadap proyek PLTA ini dan terhadap komitmen internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pembangunan proyek ini sudah berjalan cukup jauh. Konstruksi proyek sudah maju dengan baik.

“PLTA hanyalah salah satu yang dapat berdampak pada spesies baru orangutan. Dampak lain berasal dari pertambangan, konsesi perkebunan, proyek energi lain yang masih direncanakan dan yang sudah ada, pembalakan liar, dan perambahan hutan,” katanya.

Dengan demikian, NSHE dan PanEco memasuki kemitraan baru dengan strategi konservasi jangka panjang yang komprehensif untuk melindungi ekosistem Batang Toru secara utuh demi masa depan orangutan Tapanuli. Untuk tujuan tersebut, sebuah Nota Kesepahaman (MOU) telah ditandatangani Sabtu (24/8), yang didukung sepenuhnya oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia.

Presiden PanEco, Regina Frey, menyatakan di seluruh dunia, ada tren dan tekanan publik kuat untuk mengubah ‘business as usual’, dengan pendekatan pembangunan baru yang lebih berkelanjutan. “Kolaborasi ini menawarkan suatu peluang menarik untuk mengembangkan suatu model solusi untuk mencapai tujuan dalam pembangunan berkelanjutan di mana pun di dunia,” katanya.

Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK manyampaikan, dirinya menyambut baik kemitraan baru ini dan akan melakukan yang terbaik untuk mendukung sepenuhnya melalui kontribusi solusi administratif dan masalah teknis lainnya.

“Saya menghargai semangat besar dalam kolaborasi ini, merangkul pemerintah di semua tingkatan, LSM, kelompok masyarakat dan kearifan lokal terhadap lingkungan, termasuk satwa liar, ilmuwan, dan perusahaan melalui pendekatan lintas pemangku kepentingan,” katanya.

Firman Taufick, Direktur Komunikasi PT NSHE, mengatakan kemitraan ini terjadi atas dasar saling pengertian tentang perlunya kerjasama antara sektor bisnis dan berbagai pemangku kepentingan.

“Sangat penting untuk menemukan solusi bersama. Untuk memperkuat kerjasama ini, kami mengharapkan para ahli orangutan dan LSM lingkungan Indonesia turut tampil dan berperan aktif mendukung perwujudan upaya konservasi ini,” katanya.

Profesor Carel van Schaik, pakar orangutan dunia yang juga menjabat sebagai anggota dewan PanEco menambahkan, bahkan tanpa adanya proyek PLTA baru ini, spesies orangutan Tapanuli yang hanya tersisa kurang dari 800 individu dalam populasi yang sudah terfragmentasi, menghadapi masa depan suram.

“Dengan adanya kerjasama Pemerintah Indonesia dan PT NSHE saat ini, ada potensi besar dalam hal strategi konservasi baru dan besar yang akan menjamin perlindungan terhadap mereka dan seluruh habitat ekosistem Batang Toru, dalam jangka panjang,” katanya. (rel/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/