30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Damian Yakin MK Kabulkan Pernikahan Beda Agama

Menikah-Ilustrasi
Menikah-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Permohonan Judicial Review tentang pernikahan beda agama masih terus bergulir di Mahkamah Konstitusi. Pihak pemohon, yakni Damian Agata Yuvens dkk, yakin permohonannya dikabulkan oleh MK. Meskipun, Majelis Ulama Indonesia dan Parisada Hindu Dharma Indonesia terang-terangan menolak pernikahan beda agama tersebut.

Damian mengklaim telah mendapatkan dukungan dari sejumlah organisasi induk keagamaan untuk memuluskan permohonannya. Seperti Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Wali umat Budha Indonesia (Walubi), dan Majelis Tinggi Agama Khonghuchu Indonesia (Matakin).

Menurut Damian, MUI telah menyampaikan keterangan yang prematur dengan mengklaim semua institusi agama menolak perkawinan beda agama. “Terbukti, bahwa PGI, Walubi, KWI, dan Matakin tidak menyatakan penolakannya terhadap perkawinan beda agama,” ujar Damian dalam keterangan persnya.

Pihaknya berharap dukungan dari empat organisasi tersebut bisa menjadi pertimbangan hakim konstitusi untuk meluluskan permohonannya. Yakni, mengubah bunyi pasal 2 (1) UU nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Damian dkk mengajukan penambahan kalimat, “Sepanjang penafsiran mengenai hukum agamanya dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai” pada pasal tersebut.

Sebelumnya, MK meminta keterangan tiga organisasi agama dalam lanjutan sidang judicial review pernikahan beda agama. Selain PHDI, hakim meminta keterangan dari KWI dan Matakin. PHDI menjelaskan panjang lebar mengenai sistem pernikahan dalam ajaran agama Hindu.

Perwakilan PHDI I Nengah Dhana dalam sidang menjelaskan, sistem perkawinan agama Hindu diuraikan dalam kitab Manu Smerti. Pada masyarakat Hindu di India, memang ada perkawinan antaragama. Hanya saja, sifatnya terbatas pada orang atau umat yang keyakinannya serumpun. Dalam hal ini, Hinduisme (Hindu, Budha, Jaina, dan Sikh) yang diperluas meliputi semua sekte di dalamnya.

Namun, masyarakat Hindu Indonesia tidak mengenal perkawinan antaragama. Pengesahan perkawinan selalu berpedoman pada kitab-kitab Hindu, termasuk Kutaramanawa, Dresta, atau tradisi turun temurun. Sedangkan, tata caranya mengikuti ketentuan Veda.

Mengingat begitu sakralnya nilai perkawinan Hindu, maka pengesahan perkawinan wajib dilakukan sesuai tata cara dan proses perkawinan berdasarkan Susastra Veda. “Sehingga, kedua mempelai bisa dipersyaratkan telah memeluk Agama Hindu,” terangnya.

Menikah-Ilustrasi
Menikah-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Permohonan Judicial Review tentang pernikahan beda agama masih terus bergulir di Mahkamah Konstitusi. Pihak pemohon, yakni Damian Agata Yuvens dkk, yakin permohonannya dikabulkan oleh MK. Meskipun, Majelis Ulama Indonesia dan Parisada Hindu Dharma Indonesia terang-terangan menolak pernikahan beda agama tersebut.

Damian mengklaim telah mendapatkan dukungan dari sejumlah organisasi induk keagamaan untuk memuluskan permohonannya. Seperti Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Wali umat Budha Indonesia (Walubi), dan Majelis Tinggi Agama Khonghuchu Indonesia (Matakin).

Menurut Damian, MUI telah menyampaikan keterangan yang prematur dengan mengklaim semua institusi agama menolak perkawinan beda agama. “Terbukti, bahwa PGI, Walubi, KWI, dan Matakin tidak menyatakan penolakannya terhadap perkawinan beda agama,” ujar Damian dalam keterangan persnya.

Pihaknya berharap dukungan dari empat organisasi tersebut bisa menjadi pertimbangan hakim konstitusi untuk meluluskan permohonannya. Yakni, mengubah bunyi pasal 2 (1) UU nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Damian dkk mengajukan penambahan kalimat, “Sepanjang penafsiran mengenai hukum agamanya dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai” pada pasal tersebut.

Sebelumnya, MK meminta keterangan tiga organisasi agama dalam lanjutan sidang judicial review pernikahan beda agama. Selain PHDI, hakim meminta keterangan dari KWI dan Matakin. PHDI menjelaskan panjang lebar mengenai sistem pernikahan dalam ajaran agama Hindu.

Perwakilan PHDI I Nengah Dhana dalam sidang menjelaskan, sistem perkawinan agama Hindu diuraikan dalam kitab Manu Smerti. Pada masyarakat Hindu di India, memang ada perkawinan antaragama. Hanya saja, sifatnya terbatas pada orang atau umat yang keyakinannya serumpun. Dalam hal ini, Hinduisme (Hindu, Budha, Jaina, dan Sikh) yang diperluas meliputi semua sekte di dalamnya.

Namun, masyarakat Hindu Indonesia tidak mengenal perkawinan antaragama. Pengesahan perkawinan selalu berpedoman pada kitab-kitab Hindu, termasuk Kutaramanawa, Dresta, atau tradisi turun temurun. Sedangkan, tata caranya mengikuti ketentuan Veda.

Mengingat begitu sakralnya nilai perkawinan Hindu, maka pengesahan perkawinan wajib dilakukan sesuai tata cara dan proses perkawinan berdasarkan Susastra Veda. “Sehingga, kedua mempelai bisa dipersyaratkan telah memeluk Agama Hindu,” terangnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/