JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Google merilis hasil penelitian untuk lebih memahami keinginan-keinginan terkait kewirausahaan dari perempuan Indonesia serta tantangan yang mereka hadapi. Lewat penelitian berjudul “Advancing Women in Entrepreneurship” tersebut, Google menemukan bahwa 49% perempuan menyatakan diri sebagai pewirausaha dengan bisnis yang mereka jalankan sendiri saat ini.
“Sedangkan 45% berkata baru ingin berwirausaha. Dari sisi laki-laki, 61% dari mereka berkata sudah menjadi pewirausaha dan 34% menyatakan ingin berwirausaha,” kata Veronica Utami, Marketing Director, Google Indonesia, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sumut Pos, Kamis (26/11).
Melalui program Women Will –yang juga memberikan pelatihan dan peningkatan keterampilan bagi perempuan pemilik bisnis– tersebut, penelitian Google-Kantar menyurvei 990 perempuan dan 510 laki-laki dalam dua bulan pertama 2020 tentang alasan mereka memilih untuk bekerja serta hal-hal yang penting bagi mereka saat mencari pekerjaan.
Setidaknya delapan dari 10 perempuan yang sudah atau ingin berwirausaha di Indonesia mengungkapkan bahwa mereka ingin meningkatkan keterampilan dalam menjalankan bisnis (misalnya, keterampilan berbisnis, pengelolaan uang, keterampilan digital, dsb.).
Selain itu, 83% perempuan menyatakan bersedia mengikuti pelatihan online, dan ini adalah angka tertinggi yang tercatat di Asia Tenggara. Di kawasan ini, pengguna internet perempuan menyebutkan bahwa mereka menghabiskan rata-rata 5,5 jam sehari untuk online, dengan 85%-nya menggunakan ponsel untuk mengakses internet.
“Ada peluang untuk menggunakan pelatihan online sebagai cara memenuhi keinginan belajar keterampilan tambahan dan mendukung kesuksesan pewirausaha perempuan. Selain itu, setelah acara pelatihan dan berjejaring harus lebih banyak dilakukan secara online akibat COVID-19, kita memiliki kesempatan bagus untuk memanfaatkan sikap terbuka mereka terhadap pelatihan online,” kata Veronica lagi.
Walau angka partisipasi perempuan dalam bidang kewirausahaan di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, perempuan masih dianggap seharusnya berfokus untuk mengurus rumah tangga, dengan rendahnya penerimaan secara budaya terhadap ibu yang bekerja purnawaktu. Perempuan lebih mungkin daripada laki-laki untuk bisa menerima hal tersebut — 52% perempuan percaya bahwa perempuan seharusnya boleh bekerja purna waktu setelah menjadi ibu, sementara laki-laki yang setuju hanyalah 41%.
Tanggung jawab untuk mengasuh anak masih diberikan kepada perempuan tetapi jumlah perempuan yang merasa bahwa tugas itu hanya tanggung jawab mereka saja telah turun menjadi 60%, dari 80% pada 2017. Laki-laki telah menunjukkan perkembangan, dengan 21% dari mereka memikul tanggung jawab pengasuhan anak, dibanding 6% pada 2017.
“Ketimpangan terlihat lebih jelas dalam hal pekerjaan rumah tangga, dengan 67% perempuan berkata mereka memikul tanggung jawab utama, sementara hanya ada 24% laki-laki yang mengatakan pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab mereka,” katanya.
Perempuan menghabiskan 3,1 jam per hari untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, dibandingkan 2,5 jam untuk laki-laki. Dengan kata lain, ada selisih sebesar 24%.
Tantangan
Perempuan yang saat ini sudah berwirausaha menyatakan hambatan mereka adalah kurangnya jaringan bisnis dan keterampilan pemasaran. Sedangkan mereka yang baru ingin memulai menyebutkan kurangnya rasa percaya diri, ketakutan akan kegagalan, dan kurangnya pemahaman tentang cara memulai sebagai tantangan terbesar. Sekitar 59% pewirausaha perempuan saat ini mengatakan bahwa akses ke kelompok sosial yang suportif perlu diperbaiki.
“Menciptakan dan mendukung kesempatan berjejaring untuk menghubungkan perempuan dengan orang-orang lain yang sepemikiran akan membantu mengurangi kebingungan mengenai cara memulai bisnis sendiri,” imbuh Veronica.
“Kita harus memanfaatkan minat perempuan untuk belajar online dan membuka lebih banyak kesempatan berjejaring online. Melalui Women Will, kami ingin membangun komunitas perempuan yang merasa cukup percaya diri dalam berwirausaha untuk membantu menopang dan mencukupi kebutuhan keluarga, yang kita tahu sangatlah penting bagi perempuan Indonesia.” (rel/mea)