29.4 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

KPK Tahan Eks Dirut Pelindo II RJ Lino

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan alasannya baru menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Pelindo II Richard Joost Lino, setelah lima tahun menyandang status sebagai tersangka. Sebab, Lino ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010 sejak Desember 2015.

DIBAWA: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Pelindo II Richard Joost Lino, saat akan dibawa ke Rutan. 

“Selalu kita sampaikan bahwa kendalanya memang dari perhitungan kerugian negara, di mana BPK itu meminta agar ada dokumen atau harga pembanding terhadap alat tersebut, dan itu sudah kami upayakan, baik melalui kedutaan Tiongkok,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/3).

Alex mengakui, pimpinan KPK periode sebelumnya sempat hendak bertemu dengan pihak inspektorat dari Tiongkok. Hal ini dilakukan untuk menanyakan harga QCC yang dibeli Pelindo dari HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd.”Bahkan, Pak Laode dan Pak Agus Rahardjo ke China dan dijanjikan bisa bertemu Menteri atau Jaksa Agung, tapi pada saat terakhir ketika mau bertemu dibatalkan,” ujar Alex.

Hal ini karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meminta dokumen atau data terkait harga QCC yang dijual HDHM. Itu dilakukan untuk melakukan penghitungan kerugian negara dari pengadaan ketiga QCC ini.”Di sisi lain penyidik kesulitan mendapatkan harga QCC atau setidaknya harga pembanding. Misalnya HDHM menjual ke negara lain itu bisa dibandingkan sehingga itu bisa menjadi dasar perhitungan negara,” beber Alex.

Alex mengakui, BPK tidak bisa menghitung kerugian negara tersebut. Karena kendala ketiadaan dokumen atau data pembanding. Sehingga, KPK memutuskan menggunakan ahli dari ITB untuk mengitung harga pokok produksi QCC untuk merekonstruksi alat QCC dan menghitung total harga pokok produksi. Lino dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010 merugikan negara sebesar USD 22,828,94. Hal ini setelah memeroleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) hanya sebesar USD 2.996.123 untuk QCC Palembang, USD 3.356.742 untuk QCC Panjang dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak. (jpnn)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan alasannya baru menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Pelindo II Richard Joost Lino, setelah lima tahun menyandang status sebagai tersangka. Sebab, Lino ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010 sejak Desember 2015.

DIBAWA: Mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Pelindo II Richard Joost Lino, saat akan dibawa ke Rutan. 

“Selalu kita sampaikan bahwa kendalanya memang dari perhitungan kerugian negara, di mana BPK itu meminta agar ada dokumen atau harga pembanding terhadap alat tersebut, dan itu sudah kami upayakan, baik melalui kedutaan Tiongkok,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/3).

Alex mengakui, pimpinan KPK periode sebelumnya sempat hendak bertemu dengan pihak inspektorat dari Tiongkok. Hal ini dilakukan untuk menanyakan harga QCC yang dibeli Pelindo dari HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd.”Bahkan, Pak Laode dan Pak Agus Rahardjo ke China dan dijanjikan bisa bertemu Menteri atau Jaksa Agung, tapi pada saat terakhir ketika mau bertemu dibatalkan,” ujar Alex.

Hal ini karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meminta dokumen atau data terkait harga QCC yang dijual HDHM. Itu dilakukan untuk melakukan penghitungan kerugian negara dari pengadaan ketiga QCC ini.”Di sisi lain penyidik kesulitan mendapatkan harga QCC atau setidaknya harga pembanding. Misalnya HDHM menjual ke negara lain itu bisa dibandingkan sehingga itu bisa menjadi dasar perhitungan negara,” beber Alex.

Alex mengakui, BPK tidak bisa menghitung kerugian negara tersebut. Karena kendala ketiadaan dokumen atau data pembanding. Sehingga, KPK memutuskan menggunakan ahli dari ITB untuk mengitung harga pokok produksi QCC untuk merekonstruksi alat QCC dan menghitung total harga pokok produksi. Lino dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010 merugikan negara sebesar USD 22,828,94. Hal ini setelah memeroleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) hanya sebesar USD 2.996.123 untuk QCC Palembang, USD 3.356.742 untuk QCC Panjang dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak. (jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/