32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Polisi Pemakai Narkoba Harus Dicuci Otak

JAKARTA- Tindakan yang diambil terhadap 114 polisi di wilayah kerja Polda Sumut yang dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba berdasar hasil tes urine tidak cukup hanya dikarantina saja. Oknum polisi tersebut harus dicuci otaknya.

Hal ini diungkapkan pakar pengobatan pecandu narkoba yang juga seorang psikiater, Prof Dr H Dadang Hawari. Dikatakannya, terhadap 114 personel polisi itu tidak bisa hanya dilakukan pembinaan saja. Para personel polesi itu harus menjalani terapi khusus.

Kata Dadang, terapi ini memerlukan waktu satu minggu. “Saat menjalani masa terapi ini, kita cuci otaknya. Kita juga lakukan detoksifikasi, yakni mengeluarkan pengaruh narkoba dan racun-racun lain dari tubuhnya. Juga mendelete memorinya tentang narkoba, seperti kita mendelete memori di hp. Tapi ini dengan obat-obat khusus,” beber Dadang, kemarin.

Terapi ini harus dijalani polisi pengguna narkoba dari yang levelnya baru tahap coba-coba, hingga yang sudah level kecanduan.  Langkah selanjutnya, setelah melewati masa terapi, baru masuk ke masa rehabilitasi selama satu hingga dua bulan. Begitu sudah ada tanda-tanda baik, maka polisi ini bisa diaktifkan lagi bertugas. “Tapi jangan ditempatkan di bagian kejahatan narkoba,” ujarnya.

Menurut Dadang, para petinggi kepolisian belum memahami cara penanganan anggotanya yang terlibat narkoba. Karenanya, dia berharap, pemberitaan ini sekaligus bisa menjadi masukan bagi Kapolda Sumut.

Jangan Dipecat

Selain itu, Dadang mengingatkan, jangan sampai polisi yang terlibat penggunaan narkoba dipecat.  Menurut pemilik pusat rehabilitasi pecandu narkoba di Bintaro, Jakarta Selatan itu, justru sangat berbahaya.

Diterangkan, jika polisi pengguna narkoba dipecat, otomatis kecanduannya sebagai pemakai narkoba belum hilang tatkala statusnya sebagai polisi dicopot.  Nah, dalam situasi tertekan akibat dipecat, yang bersangkutan malah bakal makin menjadi-jadi mengonsumsi narkoba.
“Yang lebih berbahaya lagi, yang bersangkutan justru bisa masuk ke bisnis narkoba. Ini berbahaya,” ujar Dadang.

Seperti diberitakan, hasil tes urine secara acak yang dilakukan Polda Sumut, ditemukan 114 anggota polisi terlibat penggunaan narkoba. Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol Raden Heru Prakoso mengatakan, satu dari 114 polisi yang terlibat bakal dipecat. Dia adalah Bripka Faizal Simamora, yang bertugas di Polres Sibolga.

Di sisi lain, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak Kapolda Sumut untuk melakukan tindakan tegas. Menurut Neta, tidak adil jika sebanyak 114 polisi tersebut mendapat hukuman yang sama, yakni hanya mendapatkan pembinaan.
Mestinya, kata Neta, 114 polisi itu harus diperiksa secara intensif satu per satu, untuk mendalami sejauh mana masing-masing personil mengkonsumsi narkoba.

“Boleh dibina, dikarantina. Tapi harus ditelusuri sejauh mana mereka memakai, mulai kapan. Kalau sudah akut, berat rasanya jika tetap dipertahankan sebagai polisi,” ujar Neta.

Begitu pun, masing-masing harus ditelisik, sebagaimana jika polisi sedang memeriksa warga biasa yang tersangkut kasus narkoba. Mereka satu persatu harus diintegorasi, dari mana mendapatkan barang haram itu.

“Harus dikejar, darimana mereka ini mendapatkan narkoba. Apa mencuri barang bukti, apa membeli barang dari bandar. Kalau membeli dari bandar, ini juga fatal karena bandar mestinya langsung ditangkap. Kalau ambil barang bukti, juga berat, karena mestinya barang bukti dijaga polisi,” bebernya.
Dikatakan Neta, tes urine secara acak terhadap para personel polisi ini justru menjadi bumerang bagi kepolisian sendiri, jika tindakan tegas tidak dilakukan. Masyarakat, lanjutnya, bisa mencemooh kepolisian. Dengan model hukuman pembinaan saja, kata Neta, masyarakat pasti mencibir. “Ah, polisi seenaknya sendiri. Kalau anggotanya sendiri yang terlibat narkoba, toleran sekali. Kalau terhadap warga masyarakat biasa, selalu bilang tak ada pandang bulu, tegas sekali. Nah, jangan sampai muncul penilaian seperi itu,” ujar Neta mengingatkan.
Dampak lain jika hukuman terhadap 114 polisi itu tak tegas, maka tidak akan menimbulkan efek jera bagi para anggota polisi sendiri. “Jika sekarang 114 orang, mungkin tahun depan menjadi dua kali lipat karena tidak ada efek jera,” imbuhnya.
Kasubdit Pengelolaan Informasi dan Data Poldasu, AKBP MP Nainggolan, mengatakan pembinaan tersebut sudah sesuai dengan prosedur. “Kami yang tahu apa yang terbaik bagi anggota kami,” ujarnya tadi malam..
Dikatakan Nainggolan, jika setelah pembinaan, personel Polisi itu masih positif menggunakan narkoba, akan langsung dipecat. “Ini adalah pembinaan pertama. Jika mereka terbukti postif lagi, mereka akan langsung dipecat,” sebut Nainggolan. (sam/mag-12)

JAKARTA- Tindakan yang diambil terhadap 114 polisi di wilayah kerja Polda Sumut yang dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba berdasar hasil tes urine tidak cukup hanya dikarantina saja. Oknum polisi tersebut harus dicuci otaknya.

Hal ini diungkapkan pakar pengobatan pecandu narkoba yang juga seorang psikiater, Prof Dr H Dadang Hawari. Dikatakannya, terhadap 114 personel polisi itu tidak bisa hanya dilakukan pembinaan saja. Para personel polesi itu harus menjalani terapi khusus.

Kata Dadang, terapi ini memerlukan waktu satu minggu. “Saat menjalani masa terapi ini, kita cuci otaknya. Kita juga lakukan detoksifikasi, yakni mengeluarkan pengaruh narkoba dan racun-racun lain dari tubuhnya. Juga mendelete memorinya tentang narkoba, seperti kita mendelete memori di hp. Tapi ini dengan obat-obat khusus,” beber Dadang, kemarin.

Terapi ini harus dijalani polisi pengguna narkoba dari yang levelnya baru tahap coba-coba, hingga yang sudah level kecanduan.  Langkah selanjutnya, setelah melewati masa terapi, baru masuk ke masa rehabilitasi selama satu hingga dua bulan. Begitu sudah ada tanda-tanda baik, maka polisi ini bisa diaktifkan lagi bertugas. “Tapi jangan ditempatkan di bagian kejahatan narkoba,” ujarnya.

Menurut Dadang, para petinggi kepolisian belum memahami cara penanganan anggotanya yang terlibat narkoba. Karenanya, dia berharap, pemberitaan ini sekaligus bisa menjadi masukan bagi Kapolda Sumut.

Jangan Dipecat

Selain itu, Dadang mengingatkan, jangan sampai polisi yang terlibat penggunaan narkoba dipecat.  Menurut pemilik pusat rehabilitasi pecandu narkoba di Bintaro, Jakarta Selatan itu, justru sangat berbahaya.

Diterangkan, jika polisi pengguna narkoba dipecat, otomatis kecanduannya sebagai pemakai narkoba belum hilang tatkala statusnya sebagai polisi dicopot.  Nah, dalam situasi tertekan akibat dipecat, yang bersangkutan malah bakal makin menjadi-jadi mengonsumsi narkoba.
“Yang lebih berbahaya lagi, yang bersangkutan justru bisa masuk ke bisnis narkoba. Ini berbahaya,” ujar Dadang.

Seperti diberitakan, hasil tes urine secara acak yang dilakukan Polda Sumut, ditemukan 114 anggota polisi terlibat penggunaan narkoba. Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol Raden Heru Prakoso mengatakan, satu dari 114 polisi yang terlibat bakal dipecat. Dia adalah Bripka Faizal Simamora, yang bertugas di Polres Sibolga.

Di sisi lain, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak Kapolda Sumut untuk melakukan tindakan tegas. Menurut Neta, tidak adil jika sebanyak 114 polisi tersebut mendapat hukuman yang sama, yakni hanya mendapatkan pembinaan.
Mestinya, kata Neta, 114 polisi itu harus diperiksa secara intensif satu per satu, untuk mendalami sejauh mana masing-masing personil mengkonsumsi narkoba.

“Boleh dibina, dikarantina. Tapi harus ditelusuri sejauh mana mereka memakai, mulai kapan. Kalau sudah akut, berat rasanya jika tetap dipertahankan sebagai polisi,” ujar Neta.

Begitu pun, masing-masing harus ditelisik, sebagaimana jika polisi sedang memeriksa warga biasa yang tersangkut kasus narkoba. Mereka satu persatu harus diintegorasi, dari mana mendapatkan barang haram itu.

“Harus dikejar, darimana mereka ini mendapatkan narkoba. Apa mencuri barang bukti, apa membeli barang dari bandar. Kalau membeli dari bandar, ini juga fatal karena bandar mestinya langsung ditangkap. Kalau ambil barang bukti, juga berat, karena mestinya barang bukti dijaga polisi,” bebernya.
Dikatakan Neta, tes urine secara acak terhadap para personel polisi ini justru menjadi bumerang bagi kepolisian sendiri, jika tindakan tegas tidak dilakukan. Masyarakat, lanjutnya, bisa mencemooh kepolisian. Dengan model hukuman pembinaan saja, kata Neta, masyarakat pasti mencibir. “Ah, polisi seenaknya sendiri. Kalau anggotanya sendiri yang terlibat narkoba, toleran sekali. Kalau terhadap warga masyarakat biasa, selalu bilang tak ada pandang bulu, tegas sekali. Nah, jangan sampai muncul penilaian seperi itu,” ujar Neta mengingatkan.
Dampak lain jika hukuman terhadap 114 polisi itu tak tegas, maka tidak akan menimbulkan efek jera bagi para anggota polisi sendiri. “Jika sekarang 114 orang, mungkin tahun depan menjadi dua kali lipat karena tidak ada efek jera,” imbuhnya.
Kasubdit Pengelolaan Informasi dan Data Poldasu, AKBP MP Nainggolan, mengatakan pembinaan tersebut sudah sesuai dengan prosedur. “Kami yang tahu apa yang terbaik bagi anggota kami,” ujarnya tadi malam..
Dikatakan Nainggolan, jika setelah pembinaan, personel Polisi itu masih positif menggunakan narkoba, akan langsung dipecat. “Ini adalah pembinaan pertama. Jika mereka terbukti postif lagi, mereka akan langsung dipecat,” sebut Nainggolan. (sam/mag-12)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/