25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Teroris Medan Masuk ke Kampus-kampus

Rekrut Anggota Baru Paham IT

JAKARTA-Kelompok teroris internistan (kelompok yang masih terkait dengan kelompok di Afganistan) yang membangun basis di Medan, tidak hanya sekedar mencari dana lewat cyber crime.

Namun sekaligus melancarkan aksi merekrut anggota baru dari kalangan kampus-kampus di Medan. Khususnya para mahasiswa yang paham akan dunia IT (teknologi Informasi) dan internet.

Kuatnya indikasi tersebut, tidak saja dikemukakan pengamat terorisme, Nurhuda Ismail, sebagaimana diberitakan sebelumnya. Namun juga diamini anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Iskan Qolbu Lubis, saat berbincang dengan koran ini, kemarin.

“Ya mungkin saja. Karena gerakan seperti ini (terorisme), biasanya akan memasuki daerah-daerah yang strategis,” ungkap Qolbu. Artinya, kampus yang merupakan tempat mendidik generasi muda dengan berbagai disiplin ilmu, tidak dipungkiri menjadi tempat yang sangat strategis. Karena dengan dasar keahlian ilmu yang telah dimiliki, terutama dari para mahasiswa program IT, tentu tidak akan terlalu sulit membimbingnya menjadi sosok handal dalam melakukan cyber crime.

Hanya saja menurut Qolbu, merekrut mahasiswa tentu tidak segampang merekrut orang-orang muda lain yang hanya tamatan SMA atau bahkan SMP, apalagi mereka yang tidak memiliki dasar pendidikan. “Karena setahu saya, para mahasiswa itu kan sudah punya dasar. Jadi kalau mereka menggunakan nalarnya, tentu tidak akan bisa kena (terekrut).”

Meski demikian, langkah antisipasi tetap perlu dilakukan sedini mungkin. Di antaranya dengan terus memberi pengertian dan pemahaman yang benar tentang agama. Bahwa, “Islam itu merupakan pembawa damai. Pemahaman ini yang harus senantiasa ditanamkan. Juga perlu diajarkan bahwa kekerasan pasti menghasilkan kekerasan. Artinya, filosofi kekerasan itu sendiri sudah salah.”

Selain itu, Sumut selama ini menurut Qolbu, dikenal di mana kehidupan pluralisnya paling bagus di Indonesia. Sebab meski terdiri dari beragam suku dan agama, kerukunan bisa terpelihara dengan baik. Oleh sebab itu, tidak salah jika ia menduga munculnya aksi-aksi terorisme di Sumut, kemungkinan bukan dilakukan oleh warga lokal.

“Sebagai contoh itu Tapanuli Utara dengan Mandailang, kompak sekali. Cuma memang saya tidak tahu persis apakah para teroris yang ada, merupakan penduduk asli Sumut. Hanya perlu diketahui, biasanya (dalam merekrut) ada faktor ideologi yang ditanamkan (kelompok tersebut).”

Selain itu dalam kesempatan perbincangan kali ini, Qolbu juga mengharapkan aparat keamanan terutama Badan Intelijen Negara (BIN), dapat bekerja lebih profesional lagi dalam menghadapi peristiwa-peristiwa terorisme yang ada. “Saya tidak tahu apakah ada hubungan antara gejolak di Papua, kerusuhan di Batam dan kegiatan terorisme di Medan. Apakah dalam hal ini ada campurtangan asing, saya tidak tahu. Tapi itu bisa-bisa saja. Apalagi khusus di Sumut, itu bisa saja dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang melihat kerukunan kita. Karena yang saya tahu, masyarakat Sumut tidak seperti itu (melakukan tindakan-tindakan terorisme). Jadi dalam hal ini, juga kita harapkan aparat keamanan dapat bertugas lebih baik lagi.”

Kapolresta Kumpulkan Kepling dan Awasi Kampus

Kapolresta Medan Kombes Pol Monang Situmorang SIK menegaskan, untuk mempersempit ruang gerak teroris, ia akan mengumpulkan semua kepala lingkungan (Kepling) di Medan ini.

“Semua kepling yang ada di Kota Medan juga sudah kita kumpulkan kemarin di Sampali dan kita berikan pengarahan termasuk kita menyiagakan semua personel polsek-polsek yang ada diwilayah hukum Polresta Medan,” tegasnya.

Sedangkan dugaan perekrutan mahasiswa di kampus, dalam hal ini mahasiswa yang mengusai IT, Monang Situmorang mengaku, pihaknya juga sudah melakukan pendekatan kepada kampus-kampus yang ada di Medan. “Polresta Medan juga sudah melakukan pendekatan terhadap mahasiswa yang ada di Medan melalui kampus dan dosen-dosennya. Para mahasiswa yang direkrut oleh teroris itu kebakayakan dari luar Medan dan memilih Medan sebagai tempat persembunyian saja dan penyembunyian aset mereka,” akunya.

Meski demikian, Monang meminta kepada warga Medan untuk ikut berperan aktifnya dan kerja samanya dari semua pihak. “Kita meminta peran aktif dari masyarakat untuk menjaga kekondusifan Kota Medan ini dari ancaman terorisme,” harap Monang.

Lalu, mungkinkah teroris mendanai aksi lewat penjualan narkotika? Menurut peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, menyangsikan hal itu. “Kalau di lapangan sepertinya sulit seorang mujahid berhubungan dengan bandar-bandar narkoba. Apalagi di dalam penjara, karena biasanya itu dipisah antara tahanan narkoba dengan tahanan lain,” katanya.

Demikian ungkapnya saat berbincang secara khusus dengan koran ini di Jakarta, kemarin.

Oleh sebab itu dalam hal ini, aparat keamanan menurutnya kemudian, harus membuka dan mengembangkan jika memang ada temuan. Bagaimana relasi antara jual sabu-sabu dengan membeli senjata misalnya. Namun jika mencari dana lewat IT (informasi Teknologi), Andrie memang melihatnya cukup relevan. Apalagi mengingat skill-skill individu dari masing-masing anggota yang ada, rata-rata cukup bagus. “Misalnya Imam Samudera, dalam catatan dulu pernah membobol kartu kredit. Jadi skill ini memang lazim. Hanya saja ketika itu yang banyak disoroti lebih kepada kasus pembomannya,” pungkasnya.  (gir/jon)

Rekrut Anggota Baru Paham IT

JAKARTA-Kelompok teroris internistan (kelompok yang masih terkait dengan kelompok di Afganistan) yang membangun basis di Medan, tidak hanya sekedar mencari dana lewat cyber crime.

Namun sekaligus melancarkan aksi merekrut anggota baru dari kalangan kampus-kampus di Medan. Khususnya para mahasiswa yang paham akan dunia IT (teknologi Informasi) dan internet.

Kuatnya indikasi tersebut, tidak saja dikemukakan pengamat terorisme, Nurhuda Ismail, sebagaimana diberitakan sebelumnya. Namun juga diamini anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Iskan Qolbu Lubis, saat berbincang dengan koran ini, kemarin.

“Ya mungkin saja. Karena gerakan seperti ini (terorisme), biasanya akan memasuki daerah-daerah yang strategis,” ungkap Qolbu. Artinya, kampus yang merupakan tempat mendidik generasi muda dengan berbagai disiplin ilmu, tidak dipungkiri menjadi tempat yang sangat strategis. Karena dengan dasar keahlian ilmu yang telah dimiliki, terutama dari para mahasiswa program IT, tentu tidak akan terlalu sulit membimbingnya menjadi sosok handal dalam melakukan cyber crime.

Hanya saja menurut Qolbu, merekrut mahasiswa tentu tidak segampang merekrut orang-orang muda lain yang hanya tamatan SMA atau bahkan SMP, apalagi mereka yang tidak memiliki dasar pendidikan. “Karena setahu saya, para mahasiswa itu kan sudah punya dasar. Jadi kalau mereka menggunakan nalarnya, tentu tidak akan bisa kena (terekrut).”

Meski demikian, langkah antisipasi tetap perlu dilakukan sedini mungkin. Di antaranya dengan terus memberi pengertian dan pemahaman yang benar tentang agama. Bahwa, “Islam itu merupakan pembawa damai. Pemahaman ini yang harus senantiasa ditanamkan. Juga perlu diajarkan bahwa kekerasan pasti menghasilkan kekerasan. Artinya, filosofi kekerasan itu sendiri sudah salah.”

Selain itu, Sumut selama ini menurut Qolbu, dikenal di mana kehidupan pluralisnya paling bagus di Indonesia. Sebab meski terdiri dari beragam suku dan agama, kerukunan bisa terpelihara dengan baik. Oleh sebab itu, tidak salah jika ia menduga munculnya aksi-aksi terorisme di Sumut, kemungkinan bukan dilakukan oleh warga lokal.

“Sebagai contoh itu Tapanuli Utara dengan Mandailang, kompak sekali. Cuma memang saya tidak tahu persis apakah para teroris yang ada, merupakan penduduk asli Sumut. Hanya perlu diketahui, biasanya (dalam merekrut) ada faktor ideologi yang ditanamkan (kelompok tersebut).”

Selain itu dalam kesempatan perbincangan kali ini, Qolbu juga mengharapkan aparat keamanan terutama Badan Intelijen Negara (BIN), dapat bekerja lebih profesional lagi dalam menghadapi peristiwa-peristiwa terorisme yang ada. “Saya tidak tahu apakah ada hubungan antara gejolak di Papua, kerusuhan di Batam dan kegiatan terorisme di Medan. Apakah dalam hal ini ada campurtangan asing, saya tidak tahu. Tapi itu bisa-bisa saja. Apalagi khusus di Sumut, itu bisa saja dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang melihat kerukunan kita. Karena yang saya tahu, masyarakat Sumut tidak seperti itu (melakukan tindakan-tindakan terorisme). Jadi dalam hal ini, juga kita harapkan aparat keamanan dapat bertugas lebih baik lagi.”

Kapolresta Kumpulkan Kepling dan Awasi Kampus

Kapolresta Medan Kombes Pol Monang Situmorang SIK menegaskan, untuk mempersempit ruang gerak teroris, ia akan mengumpulkan semua kepala lingkungan (Kepling) di Medan ini.

“Semua kepling yang ada di Kota Medan juga sudah kita kumpulkan kemarin di Sampali dan kita berikan pengarahan termasuk kita menyiagakan semua personel polsek-polsek yang ada diwilayah hukum Polresta Medan,” tegasnya.

Sedangkan dugaan perekrutan mahasiswa di kampus, dalam hal ini mahasiswa yang mengusai IT, Monang Situmorang mengaku, pihaknya juga sudah melakukan pendekatan kepada kampus-kampus yang ada di Medan. “Polresta Medan juga sudah melakukan pendekatan terhadap mahasiswa yang ada di Medan melalui kampus dan dosen-dosennya. Para mahasiswa yang direkrut oleh teroris itu kebakayakan dari luar Medan dan memilih Medan sebagai tempat persembunyian saja dan penyembunyian aset mereka,” akunya.

Meski demikian, Monang meminta kepada warga Medan untuk ikut berperan aktifnya dan kerja samanya dari semua pihak. “Kita meminta peran aktif dari masyarakat untuk menjaga kekondusifan Kota Medan ini dari ancaman terorisme,” harap Monang.

Lalu, mungkinkah teroris mendanai aksi lewat penjualan narkotika? Menurut peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, menyangsikan hal itu. “Kalau di lapangan sepertinya sulit seorang mujahid berhubungan dengan bandar-bandar narkoba. Apalagi di dalam penjara, karena biasanya itu dipisah antara tahanan narkoba dengan tahanan lain,” katanya.

Demikian ungkapnya saat berbincang secara khusus dengan koran ini di Jakarta, kemarin.

Oleh sebab itu dalam hal ini, aparat keamanan menurutnya kemudian, harus membuka dan mengembangkan jika memang ada temuan. Bagaimana relasi antara jual sabu-sabu dengan membeli senjata misalnya. Namun jika mencari dana lewat IT (informasi Teknologi), Andrie memang melihatnya cukup relevan. Apalagi mengingat skill-skill individu dari masing-masing anggota yang ada, rata-rata cukup bagus. “Misalnya Imam Samudera, dalam catatan dulu pernah membobol kartu kredit. Jadi skill ini memang lazim. Hanya saja ketika itu yang banyak disoroti lebih kepada kasus pembomannya,” pungkasnya.  (gir/jon)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/