30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Tawuran Antar-Bintara Polri Memalukan

JAKARTA-Kasus tawuran antara personel Brimob dan Sabhara Polda Jateng Rabu (24/7) malam lalu dinilai Wakapolri Komjen Nanan Soekarna sangat memalukan. Pihaknya bakal mengevaluasi sistem pendidikan bintara di polda-polda. Waktu pendidikan yang terlalu singkat juga menjadi persoalan yang harus diselesaikan.

Nanan mengungkapkan, pendidikan bintara yang ada saat ini hanya berlangsung selama tujuh bulan dan itu dinilai tidak cukup. “Kami maunya 11 bulan tapi anggaran tidak ada ya dikurangi menjadi tujuh bulan,” ujarnya usai salat Jumat di masjid Al Ikhlas Mabes Polri kemarin. Karena itu, pihaknya beupaya memaksimalkan waktu yang ada untuk mendidik para calon bintara.

Hanya saja, dia mengatakan jika input yang baik dari para calon bintara juga diperlukan sebagai modal membentuk mental polisi. Hasil pendidikan keluarga selama 17 tahun, jika jelek, tidak akan langsung bisa diubah dengan pendidikan polri yang hanya tujuh bulan. Nanan mengatakan tidak bermaksud berkelit, namun faktanya memang sulit.

Menurut alumnus Akpol 1978 itu, tidak seluruh bintara hasil didikan selama tujuh bulan tersebut langsung menjadi polisi yang baik. Pasti selalu ada dua atau tiga orang yang bermasalah. Hasilnya tampak pada peristiwa di Semarang. “(Tawuran) itu memalukan kepolisian,”lanjutnya.

Karena itu, pihaknya bakal melakukan sejumlah evaluasi. Selain sistem pendidikan, peran para komandan di lapangan juga menjadi catatan. Pihaknya bakal melihat bagaimana peran komandan lapangan selama ini, apakah sudah melakukan tugasnya dengan baik atau justru tudak mampu membina anak buahnya.

Sementara itu, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Agus Rianto mengatakan, hingga saat ini kasus tersebut masih dalam penanganan Bidpropam Polda Jateng. “Belum ada perkembangan, seluruhnya masih dalam penyidikan propam,” jelasnya.

Seperti diketahui, sekitar 50 orang bintara Brimob Polda Jateng menyerbu markas Sabhara Polda Jateng. Penyerbuan itu dipicu kiriman pesan via BlackBerry Messenger (BBM) yang isinya menyinggung para bintara Brimob. Mereka mencari Bripda Fahri yang disebut mengirim pesan tersebut. Karena tidak kunjung muncul, terjadilah tawuran.

Secara terpisah, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kapolda Jawa Tengah bertanggungjawab. “Pimpinan harus evaluasi, pasti ada sistem pembinaan yang salah di level anggota,” ujar anggota Kompolnas Edi Saputra Hasibuan di kantornya, jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan kemarin.
Menurut Edi, bentrokan itu membuktikan sistem pendidikan bintara belum ideal. Level emosi anggota juga sangat labil. “Dengan satu jiwa korsa saja saling tawuran, bagaimana bisa mengamankan masyarakat,” katanya.

Namun, lanjut mantan jurnalis Mabes Polri itu, yang juga harus disidik adalah mekanisme pengawasan anggota di lapangan. “Bagaimana bisa anggota bergerak tanpa ada pencegahan dari pimpinan masing-masing. Level komandannya juga harus kena sanksi,” katanya. (byu/rdl/jpnn)

JAKARTA-Kasus tawuran antara personel Brimob dan Sabhara Polda Jateng Rabu (24/7) malam lalu dinilai Wakapolri Komjen Nanan Soekarna sangat memalukan. Pihaknya bakal mengevaluasi sistem pendidikan bintara di polda-polda. Waktu pendidikan yang terlalu singkat juga menjadi persoalan yang harus diselesaikan.

Nanan mengungkapkan, pendidikan bintara yang ada saat ini hanya berlangsung selama tujuh bulan dan itu dinilai tidak cukup. “Kami maunya 11 bulan tapi anggaran tidak ada ya dikurangi menjadi tujuh bulan,” ujarnya usai salat Jumat di masjid Al Ikhlas Mabes Polri kemarin. Karena itu, pihaknya beupaya memaksimalkan waktu yang ada untuk mendidik para calon bintara.

Hanya saja, dia mengatakan jika input yang baik dari para calon bintara juga diperlukan sebagai modal membentuk mental polisi. Hasil pendidikan keluarga selama 17 tahun, jika jelek, tidak akan langsung bisa diubah dengan pendidikan polri yang hanya tujuh bulan. Nanan mengatakan tidak bermaksud berkelit, namun faktanya memang sulit.

Menurut alumnus Akpol 1978 itu, tidak seluruh bintara hasil didikan selama tujuh bulan tersebut langsung menjadi polisi yang baik. Pasti selalu ada dua atau tiga orang yang bermasalah. Hasilnya tampak pada peristiwa di Semarang. “(Tawuran) itu memalukan kepolisian,”lanjutnya.

Karena itu, pihaknya bakal melakukan sejumlah evaluasi. Selain sistem pendidikan, peran para komandan di lapangan juga menjadi catatan. Pihaknya bakal melihat bagaimana peran komandan lapangan selama ini, apakah sudah melakukan tugasnya dengan baik atau justru tudak mampu membina anak buahnya.

Sementara itu, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Agus Rianto mengatakan, hingga saat ini kasus tersebut masih dalam penanganan Bidpropam Polda Jateng. “Belum ada perkembangan, seluruhnya masih dalam penyidikan propam,” jelasnya.

Seperti diketahui, sekitar 50 orang bintara Brimob Polda Jateng menyerbu markas Sabhara Polda Jateng. Penyerbuan itu dipicu kiriman pesan via BlackBerry Messenger (BBM) yang isinya menyinggung para bintara Brimob. Mereka mencari Bripda Fahri yang disebut mengirim pesan tersebut. Karena tidak kunjung muncul, terjadilah tawuran.

Secara terpisah, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kapolda Jawa Tengah bertanggungjawab. “Pimpinan harus evaluasi, pasti ada sistem pembinaan yang salah di level anggota,” ujar anggota Kompolnas Edi Saputra Hasibuan di kantornya, jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan kemarin.
Menurut Edi, bentrokan itu membuktikan sistem pendidikan bintara belum ideal. Level emosi anggota juga sangat labil. “Dengan satu jiwa korsa saja saling tawuran, bagaimana bisa mengamankan masyarakat,” katanya.

Namun, lanjut mantan jurnalis Mabes Polri itu, yang juga harus disidik adalah mekanisme pengawasan anggota di lapangan. “Bagaimana bisa anggota bergerak tanpa ada pencegahan dari pimpinan masing-masing. Level komandannya juga harus kena sanksi,” katanya. (byu/rdl/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/