28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Antisipasi Teror Jelang Natal & Tahun Baru, TNI-Polri Lakukan Preventif Strike

Ilustrasi terorisme.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus melakukan persiapan pengamanan jelang pelaksanaan Natal dan Tahun Baru 2020. Di antaranya, korps Bhayangkara mengantisipasi adanya aksi terorisme.

Karopenmas Humas Mabes Polri, Brigjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan, antisipasi terorisme dilakukan dengan mengedepankan preventif strike. Salah satunya, TNI-Polri akan turun ke bawah berkomunikasi langsung dengan masyarakat.

“Kita lakukan soft power dengan mengedepankan preventif strike. Dari Bhabinkamtibas dan Babinsa serta masyarakat dari tingkat bawah kita komunikasikan terus agar tak terjadi ancaman teror,” kata Argo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).

Selain itu, kata dia, Kepolisian terus melakukan operasi terhadap pihak-pihak yang terduga terorisme. Ia juga telah mengamankan sejumlah tersangka yang diduga termasuk jaringan teroris sejak insiden peledakan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara. “Terkait dengan antisipasi teroris sudah kita lakukan juga. Ada beberapa sudah dilakukan pengamanan beberapa orang,” tuturnya.

Di sisi lain, pihaknya juga terus melakukan operasi zebra dan sejumlah giat pengamanan yang dilakukan masing-masing Polda di seluruh Indonesia. “Tentunya operasi ini adalah operasi yang sudah direncanakan oleh Asops Kapolri kita rencanakan pengamanannya nanti kita siapkan semuanya,” pungkasnya.

Terorisme Berubah, Libatkan Perempuan

Di sini lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebutkan, aksi jaringan teroris terus mengalami perubahan, mengikuti perkembangan zaman. Bahkan, kelompok radikal tersebut melibatkan kaum perempuan.

“Sekarang ini kualitasnya berubah terhadap variasi tindakannya. Kalau masa sebelumnya tindakan teror dilakukan oleh orang yang sudah tua, biasanya laki-laki dewasa. Namun, yang sekarang ini melibatkan perempuan,” kata Mahfud MD saat diwawancarai usai menjadi narasumber seminar nasional deradikalisasi dan moderasi beragama di Kampus UIN Sumut, Medan Estate, Selasa (26/11).

Sebagai contoh aksi bom di Mapolrestabes Medan, sejumlah perempuan terlibat dalam jaringan. Kemudian, di Sibolga meledakkan diri. Lalu, aksi penikaman terhadap Wiranto, ada perempuan juga yang terlibat. Selanjutnya, di Jawa Timur juga perempuan dan bahkan anak-anak. “Itulah makanya perlu SKB (Surat Keputusan Bersama) 11 instansi agar semua lini yang bisa menimbulkan radikalisme atau ke arah tiga tindakan radikal bisa diatasi,” sambung Mahfud.

Disebutkan Mahfud, tahun 2018 dan 2017 cukup banyak terjadi kasus terorisme. Sedangkan, tahun 2019 ini hanya ada beberapa seperti aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, penyerangan terhadap mantan Menkopolhukam Wiranto.

“Tindakan radikal itu wujud atau bentuknya tiga, pertama adalah ujaran kebencian atau hate speech. Artinya, menganggap orang lain yang berbeda maka harus dilawan dan salah. Bentuk kedua yaitu jihad teroris, jihad yang tidak benar. Mereka membunuh orang, meledakan diri atau tempat dan lainnya. Bentuk ketiga adalah wacana, dan ini memang banyak kelompok milenial,” papar Mahfud.

Untuk menangkal itu, sebut dia, maka dilakukan dengan wacana melalui dunia pendidikan seperti sosialisasi, pertemuan dan diskusi. Selain itu, memasukkan ke dalam kurikulum ke semua lembaga pendidikan. Hal itu dituangkan dalam SKB 11 instasi. “Artinya, nanti ada tindakan hukum, pendidikan, agama, sosial dan lainnya.

Semua ini dalam rangka menangkal radikalisme. Kebijakannya sendiri-sendiri untuk menindak yang ujaran kebencian seperti fitnah, berita bohong, penistaan dan sebagainya. Radikal dalam tahap ujaran kebencian ini sudah ada aturan hukumnya. Begitu juga dengan teroris, mereka yang membunuh-bunuh orang,” tegasnya.

Namun begitu, tambah Mahfud, insya Allah radikalisme itu mulai berkurang karena wacananya langsung di-counter. “Begitu pemerintahan baru terbentuk, wacana tersebut kita counter dan kemudian dengan tindakan-tindakan yang sifatnya jihadis (teroris),” pungkasnya.

Diketahui, SKB 11 instansi telah diterbitkan pada 12 November 2019. Menteri yang terlibat dalam SKB ini adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.

Selain itu, ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto. (ris)

Ilustrasi terorisme.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus melakukan persiapan pengamanan jelang pelaksanaan Natal dan Tahun Baru 2020. Di antaranya, korps Bhayangkara mengantisipasi adanya aksi terorisme.

Karopenmas Humas Mabes Polri, Brigjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan, antisipasi terorisme dilakukan dengan mengedepankan preventif strike. Salah satunya, TNI-Polri akan turun ke bawah berkomunikasi langsung dengan masyarakat.

“Kita lakukan soft power dengan mengedepankan preventif strike. Dari Bhabinkamtibas dan Babinsa serta masyarakat dari tingkat bawah kita komunikasikan terus agar tak terjadi ancaman teror,” kata Argo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019).

Selain itu, kata dia, Kepolisian terus melakukan operasi terhadap pihak-pihak yang terduga terorisme. Ia juga telah mengamankan sejumlah tersangka yang diduga termasuk jaringan teroris sejak insiden peledakan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara. “Terkait dengan antisipasi teroris sudah kita lakukan juga. Ada beberapa sudah dilakukan pengamanan beberapa orang,” tuturnya.

Di sisi lain, pihaknya juga terus melakukan operasi zebra dan sejumlah giat pengamanan yang dilakukan masing-masing Polda di seluruh Indonesia. “Tentunya operasi ini adalah operasi yang sudah direncanakan oleh Asops Kapolri kita rencanakan pengamanannya nanti kita siapkan semuanya,” pungkasnya.

Terorisme Berubah, Libatkan Perempuan

Di sini lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebutkan, aksi jaringan teroris terus mengalami perubahan, mengikuti perkembangan zaman. Bahkan, kelompok radikal tersebut melibatkan kaum perempuan.

“Sekarang ini kualitasnya berubah terhadap variasi tindakannya. Kalau masa sebelumnya tindakan teror dilakukan oleh orang yang sudah tua, biasanya laki-laki dewasa. Namun, yang sekarang ini melibatkan perempuan,” kata Mahfud MD saat diwawancarai usai menjadi narasumber seminar nasional deradikalisasi dan moderasi beragama di Kampus UIN Sumut, Medan Estate, Selasa (26/11).

Sebagai contoh aksi bom di Mapolrestabes Medan, sejumlah perempuan terlibat dalam jaringan. Kemudian, di Sibolga meledakkan diri. Lalu, aksi penikaman terhadap Wiranto, ada perempuan juga yang terlibat. Selanjutnya, di Jawa Timur juga perempuan dan bahkan anak-anak. “Itulah makanya perlu SKB (Surat Keputusan Bersama) 11 instansi agar semua lini yang bisa menimbulkan radikalisme atau ke arah tiga tindakan radikal bisa diatasi,” sambung Mahfud.

Disebutkan Mahfud, tahun 2018 dan 2017 cukup banyak terjadi kasus terorisme. Sedangkan, tahun 2019 ini hanya ada beberapa seperti aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, penyerangan terhadap mantan Menkopolhukam Wiranto.

“Tindakan radikal itu wujud atau bentuknya tiga, pertama adalah ujaran kebencian atau hate speech. Artinya, menganggap orang lain yang berbeda maka harus dilawan dan salah. Bentuk kedua yaitu jihad teroris, jihad yang tidak benar. Mereka membunuh orang, meledakan diri atau tempat dan lainnya. Bentuk ketiga adalah wacana, dan ini memang banyak kelompok milenial,” papar Mahfud.

Untuk menangkal itu, sebut dia, maka dilakukan dengan wacana melalui dunia pendidikan seperti sosialisasi, pertemuan dan diskusi. Selain itu, memasukkan ke dalam kurikulum ke semua lembaga pendidikan. Hal itu dituangkan dalam SKB 11 instasi. “Artinya, nanti ada tindakan hukum, pendidikan, agama, sosial dan lainnya.

Semua ini dalam rangka menangkal radikalisme. Kebijakannya sendiri-sendiri untuk menindak yang ujaran kebencian seperti fitnah, berita bohong, penistaan dan sebagainya. Radikal dalam tahap ujaran kebencian ini sudah ada aturan hukumnya. Begitu juga dengan teroris, mereka yang membunuh-bunuh orang,” tegasnya.

Namun begitu, tambah Mahfud, insya Allah radikalisme itu mulai berkurang karena wacananya langsung di-counter. “Begitu pemerintahan baru terbentuk, wacana tersebut kita counter dan kemudian dengan tindakan-tindakan yang sifatnya jihadis (teroris),” pungkasnya.

Diketahui, SKB 11 instansi telah diterbitkan pada 12 November 2019. Menteri yang terlibat dalam SKB ini adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.

Selain itu, ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/