26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Effendi Simbolon Sebut Jokowi Bergaya LSM

Jokowi dan Effendi Simbolon. Effendi menyebut Jokowi bergaya LSM.
Jokowi dan Effendi Simbolon. Effendi menyebut Jokowi bergaya LSM.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota Fraksi PDIP DPR, Effendi Simbolon terus melancarkan kritik pedas ke Presiden Jokowi yang juga sesama kader di partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Bahkan, mantan cagub Sumut itu sampai mengatakan gaya kerja sang presiden seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Menurut Effendi, kritiknya ke Jokowi agar presiden yang diusung PDIP itu bisa segera memperbaiki kinerja.

Salah satu yang jadi sasaran kritik Effendi adalah langkah Jokowi membentuk tim independen untuk mengatasi gesekan antara KPK dengan Polri. Effendi menegaskan, harusnya Jokowi tetap mengacu penyelesaian sesuai sistem yang ada.

“Jadi kembali saja ke sistem, jangan semuanya dilebarkan ke luar sistem. Seperti contoh, penanganan masalah Polri-KPK yang notabene bukan (dilakukan oleh) institusi, ini tidak serta merta dilebarkan ke pihak yang di luar sistem,” kata Effendi di gedung DPR, Selasa (27/1).

Ketua Bidang Sumber Daya dan Dana DPP PDIP itu menambahkan, Jokowi seharusnya membiarkan menteri-menterinya bekerja membantu penyelesaian konflik KPK-Polri. Terlebih ada dewan pertimbangan presiden (Watimpres) yang bisa melakukan fungsi itu.

Namun Effendi justru meenyatakan bahwa pernyataannya itu bukan mengkritik keberadaan tim independen maupun Jokowi secara pribadi. Alasannya, Effendi hanya mengingatkan Jokowi tentang cara menangani masalah-masalah negara dengan menggunakan lembaga formal yang bekerja di atas legalitas.

“Saya bukan mengkritisi, saya mengingatkan. Karena kami kan PDIP sebagai partai pendukung. Saya pribadi mengingatkan, kalau mau monggo benahi. Saya lihat gaya beliau (Jokowi) semi LSM begitu ya. Jadi gayanya bukan gaya presiden yang mandataris yang konstitusional, tapi lebih kenapa gaya LSM. Ya repot dong,” tegasnya.

Sehari sebelumnya, dalam diskusi publik Universitas Pramadina bertajuk ‘Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK’, Effendi menyatakan kekecewaannya sebab Jokowi dinilai tidak menjalankan program partai yang mengusungnya sebagai presiden pada pemilu silam.

“Secara politik saya kecewa dong wajarkan, giliran (Jokowi) jelek PDIP yang kena padahal kita bukan di dalam,” kata Effendi.

Dia menambahkan, seharusnya Jokowi menjalankan apa yang diamanatkan dari partai berlambang banteng tersebut. “Seyogianya ini kabinet PDIP harusnya maskot atau program PDIP yang diperjuangkan,” tegasnya.

Effendi pun mengaku belum bisa menerima dengan keputusan Jokowi yang lebih memilih kader partai Nasional Demokrat ( NasDem) ketimbang kader partai PDIP yang duduk di jajaran pemerintahannya.

Linglung

Menurutnya, saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kadernya dipilih untuk ada di dalam pemerintahannya. Bersama menjalankan program yang sudah dirancang partainya.

“Jujur saja saya iri zaman pemerintahan SBY, lebih banyak kadernya di dalam pemerintahan. Sekarang lebih banyak partai luar dari pada PDIP, malah NasDem lebih banyak,” cetusnya.

Effendi mengaku merasa empati dengan posisi Presiden Jokowi saat ini di tengah beragam masalah yang terjadi selama 100 hari masa pemerintahan Jokowi-JK.

“Saya pribadi kasihan. Saya terus terang merasa miris, saya takut,” ujar Effendi.

Effendi menyatakan saat ini memiliki perasaan yang serupa dengan publik kebanyakan, yakni linglung untuk menarik segala akar persoalan yang telah terjadi. “Saya orangnya optimistis, tapi saat ini saya sama rasanya seperti Anda, kita benar-benar menjadi orang linglung, dari mana menarik persoalan ini,” kata dia.

Dia mengatakan presiden muncul di hadapan publik di tengah persoalan KPK-Polri, tetapi kemunculannya yang hanya sebentar itu dipandang tidak jelas inti pembicaraannya. “Muncul presiden di televisi dua-tiga menit tapi tidak ‘ngerti’ dia ngomong apa. Dia bilang, ‘kamu (KPK-Polri) baik-baik ya, jangan gesekan, wis yang baik kerja’ itu apa?” kata Effendi.

Effendi menekankan celah bagi pihak luar untuk menekan Jokowi cukup banyak. Namun dia meminta seluruh pihak bisa memberikan kesempatan bagi Jokowi untuk bekerja.

“Ini bagaikan sebuah turbulensi dalam pesawat, mudah-mudahan satu bulan ke depan bisa ‘clear weather’. Tapi akan ada turbulensi kedua yakni jika APBNP 2015 tidak bisa disahkan, maka pemerintahan bisa ‘game over’,” kata dia.

Lalu apakah Effendi Simbolon mendapat teguran dari DPP PDIP? Mengingat PDI Perjuangan merupakan partai pendukung pemerintah. “Kok ditegur? Memangnya kenapa,” kata Effendi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/1).

Effendi mengatakan dirinya bukan mengkritisi kinerja Pemerintahan Jokowi. Melainkan mengingatkan sebagai kader partai pendukung. “Saya pribadi mengingatkan, kalau mau monggo benahi. Kalau cara penanganan penyelenggaran negara dengan cara di luar sistem, apa sih yang diluar sistem? Nah, kalau anda sudah berjalan di rulenya maka gunakan pola-pola yang diatur oleh UU dan sistemnya‎,” ujarnya.

Terpenting, kata Effendi, dirinya sudah mengingatkan Presiden Jokowi akan celah-celah yang bisa dimanfaatkan lawan politik Jokowi-JK untuk menjatuhkan pemerintahan. “Yang penting niatnya baik dan demi kebaikan,” tuturnya.

Terkait pernyataan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto atas kebenaran artikel ‘Rumah Kaca Abraham Samad’, Effendi menegaskan kepada pihak-pihak terkait agar tidak menyangkal. “Lebih baik diam daripada menyangkal,” kata Effendi di Jakarta, Senin.

Effendi mengatakan langkah Hasto Kristiyanto membeberkan kebenaran artikel “Rumah Kaca Abraham Samad” adalah perjuangan bertaruh nyawa. “Hasto ini kan lagi berjuang. Taruhannya itu nyawa, dia berani ungkap pertemuan ketua lembaga yang sangat dipercaya publik,” kata dia.

Effendi menyebut orang-orang di sekitar kabinet Jokowi yang selama ini menyangkal adanya pertemuan ‘Rumah Kaca Abraham Samad’ seolah ingin mencari muka. “Memangnya mau cari muka sama siapa sih. Selama ini yang mengatur jadwal Jokowi itu siapa, dia biangnya kok malah menyangkal,” tegas Effendi.

Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku sudah melakukan komunikasi dengan politisi PDIP Effendi Simbolon terkait pernyataannya soal pemakzulan Presiden Jokowi. Hasto menegaskan bahwa sikap PDIP tetap menjadi partai pemerintah.

“PDIP menyadari bahwa sebagai presiden pilihan rakyat, PDIP konsisten memastikan pemerintahan berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, yakni lima tahun. Itulah sistem politik yang kita anut,” kata Hasto, kemarin.

Hasto menilai, akan lebih baik jika semua pihak cooling down menyikapi ketegangan politik nasional yang saat ini terjadi. Semua pihak, termasuk internal PDIP, kata Hasto, harus menahan diri dan tidak boleh memperkeruh suasana.

“Kami mengajak semua pihak untuk cooling down. Imbauan ini juga ditujukan kepada internal PDI-P. Jangan biarkan isu yang kontradiktif yang dapat mengganggu keutuhan negeri tumbuh kembang. Semua pihak harus bisa menahan diri. Bangsa ini memiliki kearifan dan tradisi musyawarah mufakat. Itu yang harus kita jalankan,” ujarnya.

Ke depannya, Hasto menyebut PDIP akan terus melakukan dialog, mencari solusi terbaik bersama seluruh komponen bangsa. Namun, pada saat bersamaan tetap menegaskan bahwa Jokowi adalah presiden yang diusung PDI Perjuangan yang mendapat dukungan rakyat Indonesia.

Dia mengingatkan, mengelola negara yang begitu besar seperti Indonesia memerlukan cara berpikir, cara bertindak, dan cara berucap secara benar. Indonesia tidak bisa dipimpin dengan emosional dan serampangan bak anak muda yang baru belajar mengelola kekuasaan.

“Biarlah supremasi hukum yang berbicara dan menegakkan kebenaran di atas kebenaran, serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya,” tambah Hasto. (bbs/gir/val)

Jokowi dan Effendi Simbolon. Effendi menyebut Jokowi bergaya LSM.
Jokowi dan Effendi Simbolon. Effendi menyebut Jokowi bergaya LSM.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota Fraksi PDIP DPR, Effendi Simbolon terus melancarkan kritik pedas ke Presiden Jokowi yang juga sesama kader di partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Bahkan, mantan cagub Sumut itu sampai mengatakan gaya kerja sang presiden seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Menurut Effendi, kritiknya ke Jokowi agar presiden yang diusung PDIP itu bisa segera memperbaiki kinerja.

Salah satu yang jadi sasaran kritik Effendi adalah langkah Jokowi membentuk tim independen untuk mengatasi gesekan antara KPK dengan Polri. Effendi menegaskan, harusnya Jokowi tetap mengacu penyelesaian sesuai sistem yang ada.

“Jadi kembali saja ke sistem, jangan semuanya dilebarkan ke luar sistem. Seperti contoh, penanganan masalah Polri-KPK yang notabene bukan (dilakukan oleh) institusi, ini tidak serta merta dilebarkan ke pihak yang di luar sistem,” kata Effendi di gedung DPR, Selasa (27/1).

Ketua Bidang Sumber Daya dan Dana DPP PDIP itu menambahkan, Jokowi seharusnya membiarkan menteri-menterinya bekerja membantu penyelesaian konflik KPK-Polri. Terlebih ada dewan pertimbangan presiden (Watimpres) yang bisa melakukan fungsi itu.

Namun Effendi justru meenyatakan bahwa pernyataannya itu bukan mengkritik keberadaan tim independen maupun Jokowi secara pribadi. Alasannya, Effendi hanya mengingatkan Jokowi tentang cara menangani masalah-masalah negara dengan menggunakan lembaga formal yang bekerja di atas legalitas.

“Saya bukan mengkritisi, saya mengingatkan. Karena kami kan PDIP sebagai partai pendukung. Saya pribadi mengingatkan, kalau mau monggo benahi. Saya lihat gaya beliau (Jokowi) semi LSM begitu ya. Jadi gayanya bukan gaya presiden yang mandataris yang konstitusional, tapi lebih kenapa gaya LSM. Ya repot dong,” tegasnya.

Sehari sebelumnya, dalam diskusi publik Universitas Pramadina bertajuk ‘Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK’, Effendi menyatakan kekecewaannya sebab Jokowi dinilai tidak menjalankan program partai yang mengusungnya sebagai presiden pada pemilu silam.

“Secara politik saya kecewa dong wajarkan, giliran (Jokowi) jelek PDIP yang kena padahal kita bukan di dalam,” kata Effendi.

Dia menambahkan, seharusnya Jokowi menjalankan apa yang diamanatkan dari partai berlambang banteng tersebut. “Seyogianya ini kabinet PDIP harusnya maskot atau program PDIP yang diperjuangkan,” tegasnya.

Effendi pun mengaku belum bisa menerima dengan keputusan Jokowi yang lebih memilih kader partai Nasional Demokrat ( NasDem) ketimbang kader partai PDIP yang duduk di jajaran pemerintahannya.

Linglung

Menurutnya, saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kadernya dipilih untuk ada di dalam pemerintahannya. Bersama menjalankan program yang sudah dirancang partainya.

“Jujur saja saya iri zaman pemerintahan SBY, lebih banyak kadernya di dalam pemerintahan. Sekarang lebih banyak partai luar dari pada PDIP, malah NasDem lebih banyak,” cetusnya.

Effendi mengaku merasa empati dengan posisi Presiden Jokowi saat ini di tengah beragam masalah yang terjadi selama 100 hari masa pemerintahan Jokowi-JK.

“Saya pribadi kasihan. Saya terus terang merasa miris, saya takut,” ujar Effendi.

Effendi menyatakan saat ini memiliki perasaan yang serupa dengan publik kebanyakan, yakni linglung untuk menarik segala akar persoalan yang telah terjadi. “Saya orangnya optimistis, tapi saat ini saya sama rasanya seperti Anda, kita benar-benar menjadi orang linglung, dari mana menarik persoalan ini,” kata dia.

Dia mengatakan presiden muncul di hadapan publik di tengah persoalan KPK-Polri, tetapi kemunculannya yang hanya sebentar itu dipandang tidak jelas inti pembicaraannya. “Muncul presiden di televisi dua-tiga menit tapi tidak ‘ngerti’ dia ngomong apa. Dia bilang, ‘kamu (KPK-Polri) baik-baik ya, jangan gesekan, wis yang baik kerja’ itu apa?” kata Effendi.

Effendi menekankan celah bagi pihak luar untuk menekan Jokowi cukup banyak. Namun dia meminta seluruh pihak bisa memberikan kesempatan bagi Jokowi untuk bekerja.

“Ini bagaikan sebuah turbulensi dalam pesawat, mudah-mudahan satu bulan ke depan bisa ‘clear weather’. Tapi akan ada turbulensi kedua yakni jika APBNP 2015 tidak bisa disahkan, maka pemerintahan bisa ‘game over’,” kata dia.

Lalu apakah Effendi Simbolon mendapat teguran dari DPP PDIP? Mengingat PDI Perjuangan merupakan partai pendukung pemerintah. “Kok ditegur? Memangnya kenapa,” kata Effendi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/1).

Effendi mengatakan dirinya bukan mengkritisi kinerja Pemerintahan Jokowi. Melainkan mengingatkan sebagai kader partai pendukung. “Saya pribadi mengingatkan, kalau mau monggo benahi. Kalau cara penanganan penyelenggaran negara dengan cara di luar sistem, apa sih yang diluar sistem? Nah, kalau anda sudah berjalan di rulenya maka gunakan pola-pola yang diatur oleh UU dan sistemnya‎,” ujarnya.

Terpenting, kata Effendi, dirinya sudah mengingatkan Presiden Jokowi akan celah-celah yang bisa dimanfaatkan lawan politik Jokowi-JK untuk menjatuhkan pemerintahan. “Yang penting niatnya baik dan demi kebaikan,” tuturnya.

Terkait pernyataan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto atas kebenaran artikel ‘Rumah Kaca Abraham Samad’, Effendi menegaskan kepada pihak-pihak terkait agar tidak menyangkal. “Lebih baik diam daripada menyangkal,” kata Effendi di Jakarta, Senin.

Effendi mengatakan langkah Hasto Kristiyanto membeberkan kebenaran artikel “Rumah Kaca Abraham Samad” adalah perjuangan bertaruh nyawa. “Hasto ini kan lagi berjuang. Taruhannya itu nyawa, dia berani ungkap pertemuan ketua lembaga yang sangat dipercaya publik,” kata dia.

Effendi menyebut orang-orang di sekitar kabinet Jokowi yang selama ini menyangkal adanya pertemuan ‘Rumah Kaca Abraham Samad’ seolah ingin mencari muka. “Memangnya mau cari muka sama siapa sih. Selama ini yang mengatur jadwal Jokowi itu siapa, dia biangnya kok malah menyangkal,” tegas Effendi.

Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku sudah melakukan komunikasi dengan politisi PDIP Effendi Simbolon terkait pernyataannya soal pemakzulan Presiden Jokowi. Hasto menegaskan bahwa sikap PDIP tetap menjadi partai pemerintah.

“PDIP menyadari bahwa sebagai presiden pilihan rakyat, PDIP konsisten memastikan pemerintahan berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, yakni lima tahun. Itulah sistem politik yang kita anut,” kata Hasto, kemarin.

Hasto menilai, akan lebih baik jika semua pihak cooling down menyikapi ketegangan politik nasional yang saat ini terjadi. Semua pihak, termasuk internal PDIP, kata Hasto, harus menahan diri dan tidak boleh memperkeruh suasana.

“Kami mengajak semua pihak untuk cooling down. Imbauan ini juga ditujukan kepada internal PDI-P. Jangan biarkan isu yang kontradiktif yang dapat mengganggu keutuhan negeri tumbuh kembang. Semua pihak harus bisa menahan diri. Bangsa ini memiliki kearifan dan tradisi musyawarah mufakat. Itu yang harus kita jalankan,” ujarnya.

Ke depannya, Hasto menyebut PDIP akan terus melakukan dialog, mencari solusi terbaik bersama seluruh komponen bangsa. Namun, pada saat bersamaan tetap menegaskan bahwa Jokowi adalah presiden yang diusung PDI Perjuangan yang mendapat dukungan rakyat Indonesia.

Dia mengingatkan, mengelola negara yang begitu besar seperti Indonesia memerlukan cara berpikir, cara bertindak, dan cara berucap secara benar. Indonesia tidak bisa dipimpin dengan emosional dan serampangan bak anak muda yang baru belajar mengelola kekuasaan.

“Biarlah supremasi hukum yang berbicara dan menegakkan kebenaran di atas kebenaran, serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya,” tambah Hasto. (bbs/gir/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/