JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan biaya haji 2023 di parlemen memasuki fase krusial, yakni penetapan harga untuk setiap komponen layanan. DPR mengusulkan agar calon jemaah haji (CJH) berstatus lunas tunda tidak perlu menambah lagi ongkos haji. Berapa pun kenaikan yang ditetapkan nanti.
RAPAT di Komisi VIII kemarin (26/1), tidak hanya menghadirkan Kementerian Agama (Kemenag). Tapi, juga mengundang Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, maskapai, hingga pengelola bandara. Rapat yang berjalan lebih dari dua jam itu dipimpin Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang.
Dalam pengantar rapatnya, Marwan menyoroti kenaikan biaya haji yang diusulkan pemerintah. “Usulan itu mengejutkan. Kita ingin membahas mendekati apa yang diharapkan masyarakat,” kata politikus PKB itu.
Marwan menjelaskan, pembahasan biaya haji arahnya supaya semua calon jemaah bisa berangkat. Tidak ada yang gagal berangkat karena tidak mampu membayar pelunasan. “Jangan ada yang tidak bisa melunasi biaya haji karena keterbatasan,” kata dia.
Marwan juga menyampaikan aspirasi parlemen. Antara lain, calon jamaah yang sudah melunasi biaya haji tidak perlu menambahi lagi. Berapa pun biaya haji yang nanti ditetapkan. Alasannya, mereka sejatinya sudah melunasi biaya haji. Hanya akibat ada pandemi, mereka tidak bisa berhaji.
Data dari Kemenag, ada banyak jemaah berstatus lunas tunda. Pada 2020, jumlahnya 84.609 orang. Kemudian, pada 2022 sebanyak 9.864 orang. Usulan Komisi VIII DPR, mereka bisa langsung berangkat tanpa dibebankan tambahan biaya pelunasan lagi.
Di pengujung rapat, Marwan membacakan kesimpulan. Antara lain, meminta pemerintah melobi Saudi untuk mengaktifkan Bandara Thaif sebagai bandara haji jemaah Indonesia. Dengan menambah bandara haji, masa tinggal di Saudi bisa dikepras dari 40 hari menjadi 30 hari. Saat ini jemaah haji Indonesia hanya menggunakan bandara di Jeddah dan Madinah.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka berharap biaya ibadah haji 2023 berkurang menjadi Rp50 juta. “Angka psikologisnya kami berharap jamaah Rp50 juta. Berarti harus turun kurang lebih Rp19 juta,” katanya.
Diah menjelaskan, komponen dalam penyelenggaraan haji harus dipertimbangkan lagi. Menurut dia, nominal biaya haji harus ditekan, tapi tanpa perlu mengurangi pelayanan terhadap jemaah haji. “Ini bagaimana nanti komponennya, kami upayakan turun tanpa mengurangi pelayanan,” ucap dia.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Lafief mengatakan, ada beberapa kondisi yang memungkinkan biaya haji diturunkan. Di antaranya, perbaikan landasan pacu Bandara Juanda yang sudah selesai. Jadi, tidak perlu ada biaya lagi di setiap pendaratan pesawat pengangkut jemaah seperti tahun lalu.
Namun di sisi lain, perkembangan di Saudi juga sangat dinamis dan bisa berpengaruh pada biaya. Dia mencontohkan, hotel di Makkah pascapandemi Covid-19 belum 100 persen kembali beroperasi. Padahal, kuota haji sudah kembali normal. Otomatis hotel saat ini jadi buruan negara-negara pengirim jemaah haji. “Tim kami baru keluar hotel (usai negosiasi), sudah ada tim dari negara lain yang masuk (untuk negosiasi),” katanya.
Hilman juga menegaskan, belum bisa memastikan angka yang diharapkan Diah itu. Hilman tak mau menyebut angka biaya haji baru sebelum berkunjung ke Arab Saudi. “Ah belum bisa. Bukan belum bisa, belum menyepakati nyebut angka. Karena kita tidak mau, ‘Pak, ini Kemenag sudah menyebutkan angka dan argumen begini’. Kita tidak mau menyebut angka baru sebelum semua fix, sebelum kunjungan ke Arab Saudi,” ujar Hilman ditemui terpisah.
Hilman menjelaskan, Kemenag masih terus mencari angka rasional sebelum penetapan biaya haji 2023. Pasalnya, ada sejumlah faktor yang dapat memengaruhi biaya haji. Namun, dia memastikan pemerintah tidak berniat untuk memberatkan para calon jamaah haji. “Dan tentu saja Kemenag tidak ada konteks untuk memberatkan jamaah. Tapi kita berbicara juga, ini loh indikasi harga di luar negeri saat ini, seperti ini biaya untuk penerbangan transportasi udara tinggi,” tuturnya.
Hilman mengatakan pihaknya berharap mereka bisa mencari biaya haji yang terjangkau, sekaligus tidak membebani nilai manfaat dana haji pemerintah. “Karena saat ini harga-harga masih dalam kajian, minyak dalam kajian, kemudian biaya hotel di sana berbeda satu sama lain,” imbuh Hilman.
Persingkat Durasi di Arab Saudi
Sementara, anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf menilai, ada sejumlah sektor yang bisa dihemat dari penyelenggaraan ibadah haji, seperti sewa hotel atau pemondokan. Dia menaksir, hotel dekat dengan Masjidilharam atau Masjid Nabawi itu membuat biaya sewa hotel bengkak 30 persen. “Kemenag tidak perlu mencari hotel zonasi yang dekat dengan tempat-tempat ibadah,” tuturnya kemarin (27/1).
Berdasar data Kemenag, pos pembiayaan sewa hotel memang besar. Biaya sewa hotel yang dibebankan ke jemaah sebesar Rp 18,7 juta di Makkah dan Rp 5,6 juta di Madinah. Itu belum termasuk subsidi dari BPKH sebesar Rp 117 miliar lebih untuk seluruh jemaah haji reguler.
Bukhori juga mengusulkan pemangkasan masa tinggal jemaah dari 40 hari jadi 30 hari. Lalu, mengurangi biaya penerbangan yang saat ini diusulkan hampir Rp 34 juta per jemaah. Usulan lainnya memangkas pemberian katering cukup 36 hari, bukan 50 hari. Kemudian, Kemenag tidak perlu menyewa armada bus salawat dan cukup bagian dari paket sewa hotel. Biaya asuransi juga bisa ditinjau ulang. Sebab, selama ini jemaah mendapatkan asuransi kesehatan serta asuransi jiwa dan kecelakaan.
Menag Yaqut Cholil Qoumas enggan berkomentar lebih lanjut soal pembahasan biaya haji. Saat ditemui di kantor PBNU kemarin petang, dia bergegas masuk mobil. Pekan lalu Yaqut mengusulkan biaya haji 2023 sebesar Rp 98 juta. Perinciannya, Rp 69 jutaan ditanggung jemaah. Sisanya disubsidi dari nilai manfaat dana haji di BPKH.
KPK Undang Menteri Agama
Polemik kenaikan biaya haji tahun ini, mengundang perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk itu, KPK mengundang Menteri Agama (Menag) Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Jumat (27/1). Salah satu pembahasan pertemuan itu terkait pembiayaan haji yang juga saat ini menjadi persoalan.
“KPK hari ini mengundang Menteri Agama dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) terkait evaluasi penyelenggaraan haji 2022M/1443H dan rencana perbaikan penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji 2023M/1444H,” kata juru bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangannya, Jumat (27/1).
Ipi menjelaskan, agenda pertemuan itu akan membahas tentang progres implementasi rencana aksi Kajian Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH), evaluasi haji 2022M/1443H, dan formula penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023M/1444H.
Terlebih, belakangan ini Menag mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 sebesar Rp98,8 juta per calon jemaah. Namun, dari BPIH hanya 70 persen di antaranya yang dibebankan kepada jamaah haji sebesar Rp69 juta, sementara 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta.
Juru bicara KPK bidang pencegahan ini menuturkan, rapat evaluasi ini merupakan pelaksanaan kewenangan KPK, untuk melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara sebagaimana tertuang dalam pasal 9 UU No. 30 Tahun 2002 jo. UU No. 19 Tahun 2019. KPK telah melakukan Kajian Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) pada tahun 2019 dan menyampaikan sejumlah rekomendasi perbaikan kepada Kementerian Agama dan BPKH.
Dia mengungkapkan, rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti dengan menyepakati serangkaian rencana aksi perbaikan. KPK juga telah memantau implementasi atas rencana aksi perbaikan yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama dan BPKH pada kurun waktu 2020-2022.
“Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, masih terdapat dua rekomendasi yang belum diselesaikan. KPK akan terus melakukan pendampingan implementasi atas seluruh rencana aksi,” pungkas Ipi. (wan/c6/oni/c17/jun/jpg/jpc/adz)