25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Parpol Ditolak Masuk KPU

Hasil Survei Formappi

JAKARTA-Keinginan politisi di Senayan agar anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) diisi kader parpol ditentang publik. Survei yang diadakan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyebutkan, 73 persen responden menolak masuknya unsur parpol dalam lembaga penyelenggara pemilu itu.

“DPR harus segera mengubah ketentuan yang disepakati dalam draf revisi Undang-Undang 22/2007 tersebut,” kata Sebastian Salang, koordinator Formappi, dalam keterangan di sekretariat Formappi, Jakarta, kemarin (27/2).

Survei Formappi itu dilakukan di sejumlah wilayah di Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Survei kuantitatif tersebut dilaksanakan sejak 13 Januari hingga 7 Februari 2011. Sebanyak 564 responden memberikan jawaban atas survei itu.
Menurut Salang, hasil survei tersebut bisa dibedakan berdasar responden yang masih memiliki dukungan terhadap parpol serta responden yang saat ini tidak memiliki dukungan. Kepada responden yang tidak mendukung parpol, 73 persen menolak KPU partisan, 4 persen mendukung, dan 23 persen mengaku tidak tahu.

Penolakan yang sama muncul dari responden yang saat ini memiliki dukungan terhadap parpol tertentu. Penolakan itu lebih tegas karena 81 persen mereka menolak jika KPU diisi orang parpol. Hanya delapan persen responden yang mendukung serta 11 persen lain tidak tahu.

Apa arti survei itu” Salang menyatakan, sikap mayoritas responden bertentangan dengan sebagian besar fraksi di DPR yang menghendaki struktur parpol di KPU. Para pendukung parpol pun tidak sependapat jika ada kader politik yang menjadi anggota KPU. “Survei ini mengonfirmasi bahwa parpol di DPR tidak menyerap aspirasi masyarakat, bahkan pendukung,” ujarnya.

Salang menilai, ada potensi berbahaya jika KPU kembali diisi parpol seperti Pemilu 1999. Banyak konflik kepentingan yang akan terjadi. Apalagi dalam sektor pengadaan logistik yang dananya besar, unsur parpol bisa jadi akan mengavling logistik demi keuntungan basis wilayahnya. “Tugas KPU nanti menjalankan misi partai, bukan tidak mungkin deadlock (kebuntuan, Red) rapat terus terjadi,” sorotnya.

Menanggapi survei itu, anggota Komisi II DPR Agus Purnomo menilai, seharusnya bisa dilakukan survei yang lebih luas. Jika cakupannya hanya sebagian wilayah Jakarta, hal tersebut belum menjawab suara publik atas syarat keanggotaan KPU. “Ini kurang proporsional, minimal 20 kota besar,” kata Agus.

Menurut Agus, sejumlah kader parpol saat ini memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pemilu. Keberadaan mereka juga harus dimaksimalkan. Posisi keanggotaan KPU dari parpol memiliki pengawasan yang ketat. Jika memang ada yang menyimpang, Dewan Kehormatan KPU yang berasal dari berbagai unsur parpol akan melakukan tindakan. “Urusan independensi bisa dikontrol kok,” tandasnya. (bay/c7/tof/jpnn)

Hasil Survei Formappi

JAKARTA-Keinginan politisi di Senayan agar anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) diisi kader parpol ditentang publik. Survei yang diadakan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyebutkan, 73 persen responden menolak masuknya unsur parpol dalam lembaga penyelenggara pemilu itu.

“DPR harus segera mengubah ketentuan yang disepakati dalam draf revisi Undang-Undang 22/2007 tersebut,” kata Sebastian Salang, koordinator Formappi, dalam keterangan di sekretariat Formappi, Jakarta, kemarin (27/2).

Survei Formappi itu dilakukan di sejumlah wilayah di Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Survei kuantitatif tersebut dilaksanakan sejak 13 Januari hingga 7 Februari 2011. Sebanyak 564 responden memberikan jawaban atas survei itu.
Menurut Salang, hasil survei tersebut bisa dibedakan berdasar responden yang masih memiliki dukungan terhadap parpol serta responden yang saat ini tidak memiliki dukungan. Kepada responden yang tidak mendukung parpol, 73 persen menolak KPU partisan, 4 persen mendukung, dan 23 persen mengaku tidak tahu.

Penolakan yang sama muncul dari responden yang saat ini memiliki dukungan terhadap parpol tertentu. Penolakan itu lebih tegas karena 81 persen mereka menolak jika KPU diisi orang parpol. Hanya delapan persen responden yang mendukung serta 11 persen lain tidak tahu.

Apa arti survei itu” Salang menyatakan, sikap mayoritas responden bertentangan dengan sebagian besar fraksi di DPR yang menghendaki struktur parpol di KPU. Para pendukung parpol pun tidak sependapat jika ada kader politik yang menjadi anggota KPU. “Survei ini mengonfirmasi bahwa parpol di DPR tidak menyerap aspirasi masyarakat, bahkan pendukung,” ujarnya.

Salang menilai, ada potensi berbahaya jika KPU kembali diisi parpol seperti Pemilu 1999. Banyak konflik kepentingan yang akan terjadi. Apalagi dalam sektor pengadaan logistik yang dananya besar, unsur parpol bisa jadi akan mengavling logistik demi keuntungan basis wilayahnya. “Tugas KPU nanti menjalankan misi partai, bukan tidak mungkin deadlock (kebuntuan, Red) rapat terus terjadi,” sorotnya.

Menanggapi survei itu, anggota Komisi II DPR Agus Purnomo menilai, seharusnya bisa dilakukan survei yang lebih luas. Jika cakupannya hanya sebagian wilayah Jakarta, hal tersebut belum menjawab suara publik atas syarat keanggotaan KPU. “Ini kurang proporsional, minimal 20 kota besar,” kata Agus.

Menurut Agus, sejumlah kader parpol saat ini memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pemilu. Keberadaan mereka juga harus dimaksimalkan. Posisi keanggotaan KPU dari parpol memiliki pengawasan yang ketat. Jika memang ada yang menyimpang, Dewan Kehormatan KPU yang berasal dari berbagai unsur parpol akan melakukan tindakan. “Urusan independensi bisa dikontrol kok,” tandasnya. (bay/c7/tof/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/