Namun pemerintah sudah menjalankan sistem Indonesian Case Base Groups (Ina-CBG”s). Melalui sistem itu klaim yang diajukan rumah sakti wujudnya dalam satu paket. “Misalnya paket sakit tifus, paket operasi cesar, dan paket-paket lainnya,” ujar Fajriadinur.
Dengan sistem paket ini, pasien akan dirawat satu hari atau bahkan lima hari, nominal klaimnya akan sama. Termasuk juga dengan jenis obat-obatan yang dipakai, sudah disesuaikan dengan peket penyakitnya.
Potensi kecurangan lainnya adalah phantom billing. Kecurangan jenis ini dilakukan rumah sakit dengan membuat kasus perawatan siluman (awu-awu). Contohnya salah satu RS selama Januari 2014 aslinya hanya melayani satu pasien BPJS Kesehatan dengan keluhan penyakit tifus.
Tetapi dalam klaim yang diajukan ke BPJS Kesehatan, dibuat billing siluman seakan-akan ada lebih dari satu pasien penyakit tifus di bulan yang sama.
Fajriadinur juga menjelaskan wujud kecurangan lainnya adalah membuat diagnosis yang dibesar-besarkan atau diparah-parahkan. Dengan cara ini rumah sakit akan mendapatkan uang klaim dari BPJS Kesehatan sangat besar, karena penyakitnya masuk kategori parah.
Rumah sakit jelas mendapat untung, karena tindakan medis yang dia lakukan tidak berbiaya mahal. Sebab jenis penyakitnya bukan skala parah. “Kita minta para dokter atau rumah sakit jujur dalam membuat diagnosa di form pengajuan klaim,” tandasnya.
Potensi kecurangan klaim BPJS Kesehatan juga diakui unsur rumah sakit. Direktur Utama RS Pelni Jakarta Fathema Djan Rachmat mengatakan potensi kecurangan itu sekitar 5 persen hingga 10 persen.
“Jika total klaim BPJS Kesehatan dalam setahun sampai Rp 40 triluin, potensi fraud-nya antara Rp 2 triluin sampai Rp 4 triliun,” tandasnya saat menjadi pembicara seminar Dies Natalis Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Selasa lalu (24/2).
Memang potensi kecurangan itu belum terbukti di Indonesia. Potensi kecurangan klaim asuransi nasional itu merupakan hasil penelitian di negara-negara yang menjalankan program asuransi nasional seperti BPJS Kesehatan. Untuk mencegah terjadinya kecurangan itu, Fathema mengatakan telah membentuk unit anti fraud di RS Pelni Jakarta. (wan)